Harga Properti Terlalu Mahal

Rabu, 07 Januari 2015 - 09:39 WIB
Harga Properti Terlalu Mahal
Harga Properti Terlalu Mahal
A A A
Tahun 2015 diprediksi menjadi masa-masa terendah untuk sektor properti. Bahkan, di tahun ini juga diprediksi berpeluang mengalami buble.

Alasannya pun datang dari berbagai macam faktor. Salah satunya karakteristik pasar properti yang ada lebih ditentukan dari harga pasaran yang ditentukan sendiri oleh pengembang (supply driven) dan bukan demand driven.

Pengembang akan terus menaikkan harga di saat permintaan sedang tinggi dan tidak ada instrumen yang bisa mengendalikan harga properti sampai harga yang dipatok menjadi over value alias terlalu mahal dan membuat pasar jenuh.

Selain, karena permainan dari pengembang, faktor lain yang membuat harga properti naik di awal tahun juga akibat dari inflasi bahan bangunan. Pengamat properti dari Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghada mengingatkan kepada semua pelaku properti untuk hati-hati dalam menjalankan bisnisnya di 2015 ini.

“Para pengembang akan dihadapkan pada titik terendah pasar properti di 2015. Namun demikian, para pengembang seharusnya tidak kehilangan akal untuk dapat beradu strategi di tahun sulit seperti ini,” katanya. Untuk itu, Ali mengingatkan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pelaku properti di 2015. Dia mengungkapkan, pertama, pengembang harus menyiapkan cash flow proyek untuk yang telah kadung diluncurkan haruslah lebih solid karena akan dihadapkan pada penurunan penjualan proyek.

Kedua, suku bunga konstruksi yang tinggi. Menurutnya, kenaikan suku bunga konstruksi ini diprediksi akan memberikan tekanan di samping naiknya bahan bangunan. Dan yang ketiga adalah soal daya beli.

Dia menjabarkan, meskipun pasar masih menyimpan daya beli namun saat itu diperkirakan keputusan pembelian properti akan lebih selektif untuk proyekproyek yang masih memberikan aspek fungsional dan bukan sebagai spekulasi, karenanya proyek-proyek yang unik dan mempunyai konsep jelas yang akan bertahan.

Di samping itu, yang keempat adalah terkaitnya suku bunga KPR yang berada di kisaran 13-14%. Suku bunga KPR yang dianggap tinggi ini diprediksi akan membuat end user berpikir dua kali untuk membeli properti dengan kredit karena nafas panjang pengembang kembali diuji dengan strategi pembayaran cicilan bertahap. Sementara, yang terakhir adalah terkait launching proyek properti.

Dirinya berharap bagi para pengembang yang akan meluncurkan proyeknya di 2015 ada baiknya melakukan konsolidasi ulang berkaitan dengan waktu kapan proyek akan diluncurkan. Kendati demikian, masa-masa terendah dari sektor properti juga dikhawatirkan lewat berpeluangnya mengalami buble . Bahkan, industri properti tengah diberi peringatan.

“Properti bisa mengalami buble, karena marak di berbagai kota metropolitan di Indonesia yang recycle boom commodity, over liquidity , lalu dikembangkan hotel, perkantoran, dan sebagainya. Dan yang paling masalah adalah tingkat huniannya rendah, tapi mereka justru menganggap ini tidak masalah,” jelas pengamat ekonomi, Didin Damanhuri.

Dia menuturkan, fenomena yang terjadi di Indonesia ini mirip seperti yang ada di China. Dirinya juga memperingati para pelaku industri properti untuk berhati-hati karena fenomena tersebut bisa menyebabkan booming properti. Selain itu, memasuki awal tahun 2015, industri properti memang seolah tengah mengalami lonjakan yang begitu mendalam. Mulai dari prediksi berpeluang buble , tengah memasuki masa-masa terendah, hingga kini mengalami kenaikan harga.

Tentu saja, hal tersebut diperkirakan bukan tanpa alasan. Melejitnya harga properti kini tentu dipicu dari beberapa faktor. “Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kenaikan harga properti tersebut, seperti besarnya kenaikan harga properti di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh kemauan pengembang untuk menaikkan harga,” tutur Ali Tranghanda yang dilansir dari laman situs resmi IPW.

Tertahannya harga properti saat ini juga lebih dikarenakan kondisi daya beli yang relatif tergerus akibat naiknya suku bunga KPR dan kondisi pasar properti yang sudah mulai jenuh dengan kenaikan harga yang sudah sangat tinggi dalam tiga tahun terakhir ini. Jadi, dia menjelaskan, kenaikan harga properti ini ditengarai oleh pasar yang sedang lemah.

Meski demikian, Ali melanjutkan, terkaitnya faktor “aji mumpung” pun bisa menjadi salah satu alasan pengembang untuk menaikkan harga properti. Artinya, saat semua barang sedang mengalami lonjakan, maka sektor properti pun turut serta menaikkan harga. “Kenaikan harga properti diperkirakan akan terjadi di antara 3-7% di triwulan I tahun 2015,” kata Ali.

Dia menyebutkan, dengan karakteristik pasar properti Indonesia seperti ini, maka pemerintah harus segera membuat instrumen yang dapat mengendalikan harga tanah agar tidak didominasi oleh pengembang. Apalagi, dia menambahkan, IPW selalu mengusulkan agar pemerintah segera membentuk bank tanah sejak 2009 sebelum pasar properti naik tidak terkendali.

Bank tanah atau lahan-lahan milik pemerintah ini nantinya dibangun dengan sistem dan mekanisme yang baik sehingga pemerintah akan bertindak sebagai master developer untuk pembangunan rumah rakyat. Bahkan, hal tersebut juga sudah dilakukan oleh Sindapura dengan Housing Development Board (HDB). Sampai saat ini saja, HDB telah membangun 1 juta hunian flat untuk rakyatnya.

Rehdian khartika
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4482 seconds (0.1#10.140)