REI Berharap Aturan LTV Ditinjau Ulang
A
A
A
BATAM - Meski sudah beradaptasi dengan kebijakan loan to value (LTV), pengembang di Batam, Kepuluan Riau, berharap aturan tersebut ditinjau ulang. Mereka menilai LTV menjadi salah satu faktor yang memberatkan penjualan rumah.
Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Batam, Djaja Roeslim mengatakan, dampak aturan LTV sampai saat ini masih dirasakan pengembang. Pengaruhnya bahkan sudah dirasakan sejak 2013.
Daya beli properti di Batam sepanjang tahun lalu pun mengalami penurunan sejak diberlakukannya aturan itu hingga 20%.
"Pengembang sebenarnya sudah menyiasati dengan angsuran bertahap, tapi kami tetap mengharapkan LTV ditinjau kembali," ujarnya, Rabu (7/1/2014).
Seperti diketahui, BI mengeluarkan kebijakan LTV yakni rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan sejak 2013.
Kebijakan tersebut mengatur besaran batas uang muka pembayaran kredit kepemilikan rumah atau apartemen (KPR/KPA) kepada konsumen.
LTV mengatur batas pemberian kredit untuk satu unit rumah di atas 70 meter persegi sebesar 70%. Di mana nasabah harus membayar uang muka sebesar 30% sebagai syarat mendapat pembiayaan dari perbankan.
BI mewajibkan pembayaran uang muka untuk KPR pertama sebesar 30%, KPR kedua 40%, KPR ketiga dan seterusnya sebesar 50%.
Karena dinilai memberatkan, REI Khusus Batam meminta agar LTV ditinjau ulang. Menurut Djaja aturan LTV juga seharusnya tidak dapat digeneralisasi pada semua kota.
"Sekarang properti cooldown di kota-kota besar Jakarta dan Surabaya, tapi Batam tidak seperti di Jakarta. LTV oke di Jakarta karena kabarnya overheat, tapi di Batam tidak," jelas Djaja.
Menurutnya, kondisi properti di Batam tidak seperti di Jakarta yang dikabarkan sudah kebanjiran produk sehingga perlu aturan.
Dia meyakini jika aturan LTV diperlunak maka pasar properti yang cenderung menurun sepanjang 2014 bisa kembali bergairah pada tahun ini.
Sebelumnya, pengembang properti di Batam akan merevisi harga rumah pada 2015, naik hingga 10%. Kenaikan itu dampak langsung dari melonjaknya harga bahan bangunan akibat kenaikan BBM pada akhir tahun lalu.
Pasokan produk properti pada tahun ini pun dilihat tidak akan terlalu berbeda jika dibandingkan 2014, yakni sebanyak 11.000 unit yang terdiri dari 8.000 unit rumah dan sisanya produk lain, seperti rumah toko (ruko).
BI Catat Penurunan
Bank Indonesia (BI) Kepulauan Riau mengakui tingkat penjualan sepanjang 2014 cenderung turun, dipengaruhi kebijakan loan to value (LTV).
Sementara kenaikan harga bahan material akibat pengaruh pelemahan nilai tukar yang juga ditambah harga BBM menyebabkan harga rumah terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan survei harga properti residensial (SHPR) Kota Batam yang dilakukan Bank Indonesia, indeks harga properti residensial Kota Batam menunjukkan peningkatan, yaitu dari 106,6 pada triwulan sebelumnya menjadi 108,4 pada triwulan III/2014.
Di sisi lain, pertumbuhan kredit konstruksi tercatat membaik meskipun masih tumbuh negatif. Total kredit yang disalurkan perbankan ke sektor konstruksi pada posisi akhir triwulan sebesar Rp1,6 triliun atau tumbuh negatif 6,3% (yoy), lebih baik dibanding angka pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,4% (yoy).
Searah dengan perlambatan sektor bangunan, pertumbuhan konsumsi semen Kepulauan Riau juga menunjukkan tren menurun. Total konsumsi semen sebesar 207.161 ton, atau tumbuh negatif 7,3% (yoy).
"Setelah terkena dampak LTV yang dikenakan pada 2013 mengakibatkan pertumbuhan pembangunan/konstruksi dari sisi kredit perbankan mengalami kontraksi. Namun, pada triwulan III/2014 mulai terdapat indikasi perbaikan," kata Kepala BI Kepri, Gusti Raizal Eka Putra.
Hal ini tercermin dari mulai masuknya pengembang skala nasional ke Kota Batam, serta sejumlah rencana pembangunan baru dari salah satu pengembang terbesar di Batam," tandasnya.
Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Batam, Djaja Roeslim mengatakan, dampak aturan LTV sampai saat ini masih dirasakan pengembang. Pengaruhnya bahkan sudah dirasakan sejak 2013.
Daya beli properti di Batam sepanjang tahun lalu pun mengalami penurunan sejak diberlakukannya aturan itu hingga 20%.
"Pengembang sebenarnya sudah menyiasati dengan angsuran bertahap, tapi kami tetap mengharapkan LTV ditinjau kembali," ujarnya, Rabu (7/1/2014).
Seperti diketahui, BI mengeluarkan kebijakan LTV yakni rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan sejak 2013.
Kebijakan tersebut mengatur besaran batas uang muka pembayaran kredit kepemilikan rumah atau apartemen (KPR/KPA) kepada konsumen.
LTV mengatur batas pemberian kredit untuk satu unit rumah di atas 70 meter persegi sebesar 70%. Di mana nasabah harus membayar uang muka sebesar 30% sebagai syarat mendapat pembiayaan dari perbankan.
BI mewajibkan pembayaran uang muka untuk KPR pertama sebesar 30%, KPR kedua 40%, KPR ketiga dan seterusnya sebesar 50%.
Karena dinilai memberatkan, REI Khusus Batam meminta agar LTV ditinjau ulang. Menurut Djaja aturan LTV juga seharusnya tidak dapat digeneralisasi pada semua kota.
"Sekarang properti cooldown di kota-kota besar Jakarta dan Surabaya, tapi Batam tidak seperti di Jakarta. LTV oke di Jakarta karena kabarnya overheat, tapi di Batam tidak," jelas Djaja.
Menurutnya, kondisi properti di Batam tidak seperti di Jakarta yang dikabarkan sudah kebanjiran produk sehingga perlu aturan.
Dia meyakini jika aturan LTV diperlunak maka pasar properti yang cenderung menurun sepanjang 2014 bisa kembali bergairah pada tahun ini.
Sebelumnya, pengembang properti di Batam akan merevisi harga rumah pada 2015, naik hingga 10%. Kenaikan itu dampak langsung dari melonjaknya harga bahan bangunan akibat kenaikan BBM pada akhir tahun lalu.
Pasokan produk properti pada tahun ini pun dilihat tidak akan terlalu berbeda jika dibandingkan 2014, yakni sebanyak 11.000 unit yang terdiri dari 8.000 unit rumah dan sisanya produk lain, seperti rumah toko (ruko).
BI Catat Penurunan
Bank Indonesia (BI) Kepulauan Riau mengakui tingkat penjualan sepanjang 2014 cenderung turun, dipengaruhi kebijakan loan to value (LTV).
Sementara kenaikan harga bahan material akibat pengaruh pelemahan nilai tukar yang juga ditambah harga BBM menyebabkan harga rumah terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan survei harga properti residensial (SHPR) Kota Batam yang dilakukan Bank Indonesia, indeks harga properti residensial Kota Batam menunjukkan peningkatan, yaitu dari 106,6 pada triwulan sebelumnya menjadi 108,4 pada triwulan III/2014.
Di sisi lain, pertumbuhan kredit konstruksi tercatat membaik meskipun masih tumbuh negatif. Total kredit yang disalurkan perbankan ke sektor konstruksi pada posisi akhir triwulan sebesar Rp1,6 triliun atau tumbuh negatif 6,3% (yoy), lebih baik dibanding angka pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,4% (yoy).
Searah dengan perlambatan sektor bangunan, pertumbuhan konsumsi semen Kepulauan Riau juga menunjukkan tren menurun. Total konsumsi semen sebesar 207.161 ton, atau tumbuh negatif 7,3% (yoy).
"Setelah terkena dampak LTV yang dikenakan pada 2013 mengakibatkan pertumbuhan pembangunan/konstruksi dari sisi kredit perbankan mengalami kontraksi. Namun, pada triwulan III/2014 mulai terdapat indikasi perbaikan," kata Kepala BI Kepri, Gusti Raizal Eka Putra.
Hal ini tercermin dari mulai masuknya pengembang skala nasional ke Kota Batam, serta sejumlah rencana pembangunan baru dari salah satu pengembang terbesar di Batam," tandasnya.
(dmd)