Walhi: Pelabuhan Cilamaya Harus Dibatalkan
A
A
A
JAKARTA - Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Ode Rakhman mengatakan, pemerintah tidak bisa memaksakan pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Jawa Barat (Jabar).
Menurutnya, jika Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bersikukuh dan mengatasnamakan Presiden Jokowi demi merealisasikan pelabuhan tersebut, maka segala perizinan terkait pembangunan tersebut, tetap cacat hukum.
Dia mengatakan, dengan terbenturnya rencana pembangunan pada persoalan amdal, seharusnya pemerintah langsung menghentikan. Bukan malah terkesan memaksakan seperti saat ini.
"Karena jika dipaksakan, pembangunan pelabuhan harus batal demi hukum karena semua perizinannya cacat hukum," ujar dia dalam rilisnya, Jumat (16/1/2015).
Ode mengatakan, Amdal merupakan syarat mutlak dalam menerbitkan izin lokasi dan izin lingkungan. Dalam posisi saat ini, ketika Amdal bermasalah, tak seorang pun berhak mengklaim bisa melanjutkan pembangunan Pelabuhan Cilamaya.
"Jangankan Menteri Perhubungan, Presiden Jokowi pun tidak bisa, karena harus tunduk pada UU," katanya.
Dia mengatakan, bermasalahnya Amdal merupakan bukti bahwa rencana pembangunan itu bermasalah sejak awal. Misalnya, tidak melibatkan partisipasi warga atau nelayan.
Padahal, konsekuensi pembangunan pelabuhan itu cukup sinifikan, karena bisa mempersempit wilayah tangkap para nelayan.
Salah satu dampak terburuk yang cukup mencemaskan, adalah potensi munculnya gejolak sosial. Termasuk di antaranya, konflik horizontal antar warga, misalnya para nelayan.
Potensi konflik ini tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab sangat memungkinkan bisa meluas. Tidak saja dilihat dari kesamaan sosial, namun juga wilayah.
"Pemerintah tidak main-main dengan potensi konflik tersebut. Apalagi, pihak-pihak yang berkepentingan dengan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya, sudah pasti akan berusaha memengaruhi warga agar menyetujui rencana tersebut," tandas Ode.
Menurutnya, jika Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bersikukuh dan mengatasnamakan Presiden Jokowi demi merealisasikan pelabuhan tersebut, maka segala perizinan terkait pembangunan tersebut, tetap cacat hukum.
Dia mengatakan, dengan terbenturnya rencana pembangunan pada persoalan amdal, seharusnya pemerintah langsung menghentikan. Bukan malah terkesan memaksakan seperti saat ini.
"Karena jika dipaksakan, pembangunan pelabuhan harus batal demi hukum karena semua perizinannya cacat hukum," ujar dia dalam rilisnya, Jumat (16/1/2015).
Ode mengatakan, Amdal merupakan syarat mutlak dalam menerbitkan izin lokasi dan izin lingkungan. Dalam posisi saat ini, ketika Amdal bermasalah, tak seorang pun berhak mengklaim bisa melanjutkan pembangunan Pelabuhan Cilamaya.
"Jangankan Menteri Perhubungan, Presiden Jokowi pun tidak bisa, karena harus tunduk pada UU," katanya.
Dia mengatakan, bermasalahnya Amdal merupakan bukti bahwa rencana pembangunan itu bermasalah sejak awal. Misalnya, tidak melibatkan partisipasi warga atau nelayan.
Padahal, konsekuensi pembangunan pelabuhan itu cukup sinifikan, karena bisa mempersempit wilayah tangkap para nelayan.
Salah satu dampak terburuk yang cukup mencemaskan, adalah potensi munculnya gejolak sosial. Termasuk di antaranya, konflik horizontal antar warga, misalnya para nelayan.
Potensi konflik ini tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab sangat memungkinkan bisa meluas. Tidak saja dilihat dari kesamaan sosial, namun juga wilayah.
"Pemerintah tidak main-main dengan potensi konflik tersebut. Apalagi, pihak-pihak yang berkepentingan dengan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya, sudah pasti akan berusaha memengaruhi warga agar menyetujui rencana tersebut," tandas Ode.
(izz)