Peredaran Jamu Ilegal Marak

Sabtu, 17 Januari 2015 - 13:21 WIB
Peredaran Jamu Ilegal Marak
Peredaran Jamu Ilegal Marak
A A A
JAKARTA - Peredaran jamu ilegal masih tetap marak di masyarakat. Jamu ilegal mengandung bahan baku obat atau bahan kimia yang dilarang, tidak memiliki izin beredar, dan bahkan banyak yang tidak memiliki izin usaha industri.

Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan, keberadaan jamu ilegal ini tentu meresahkan masyarakat karena kualitas yang tidak memenuhi standar kesehatan, sekaligus menimbulkan kompetisi yang tidak sehat dengan jamu yang legal dan terjamin kualitasnya.

Kondisi ini, kata Menperin, perlu menjadi perhatian industri jamu Indonesia mengingat pada 2015 Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). “Industri jamu harus mampu meningkatkan daya saing dengan meningkatkan kreativitas dalam pengembangan dan inovasi produk yang mengikuti perkembangan zaman,” ujar Menperin dalam acara “Minum Jamu Bersama dalam Rangka Mencintai Industri Jamu Nasional” di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kemarin.

Saleh berjanji, pemerintah akan terus berupaya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga industri jamu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. “Kalau kita dorong terus, maka industri jamu di Tanah Air akan tumbuh pesat. Pembinaan industri jamu merupakan kerja sama lintas sektoral yang saling terintegrasi. Selain pemenuhan terhadap regulasi dari sisi kesehatan, juga diperlukan fasilitasi atau pembinaan untuk menjaga standar dan kualitas produk,” ungkapnya.

Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Euis Saedah mengatakan, tantangan yang cukup berat utamanya terkait beredarnya jamu ilegal adalah belum terstandarnya kualitas produk jamu. “Kalau untuk jamu ilegal ini, saya yakin di pelabuhan-pelabuhan besar akan terawasi. Tapi letak geografis kita unik, sehingga bisa masuk dari pelosokpelosok. Perlu adanya pengawasan barang. Dari Kementerian Perdagangan di sana ada Dirjen Pengawasan Barang Beredar.

Kemarin saya dapat ada 19 item yang harus diwaspadai,” ungkapnya. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Roy Sparringa mengatakan, tahun 2014 ada 1,5% jamu yang mengandung bahan kimia obat dalam produk yang dicurigai. “Masyarakat harus tetap waspada, baca labelnya apakah terdaftar atau tidak. Bisa cek ke BPOM atau lihat websitekita,” tegasnya.

Roy melanjutkan, khasiat minum jamu tidak bisa dirasakan langsung. Jika diminum dalam satu jam ada khasiatnya, itu perlu dicurigai. “Gerakan minum jamu ini luar biasa. Ini akan bergerak terus, tapi yang penting sekarang produknya apakah tersedia. Produknya juga harus aman, berkualitas, dan berkhasiat. BPOM akan siap mengawasi hal-hal ini,” tuturnya.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Tradisional Berbasis Budaya Putri K. Wardani mengatakan, Indonesia jangan hanya menjadi pasar tetapi harus mampu menyerang di era globalisasi ini. Putri menambahkan, jamu dapat dikonsumsi setiap saat. “Jangan berpikir bahwa jamu diminum saat seseorang sakit saja. Tapi, bisa menjadi perawat kesehatan dan kecantikan sehari- hari,” jelasnya.

Hingga saat ini industri jamu mampu menyerap 15 juta tenaga kerja, 3 juta di antaranya terserap di industri jamu yang berfungsi sebagai obat. Selain itu, 12 juta lainnya terserap di industri jamu yang telah berkembang ke arah makanan, minuman, kosmetik, spa, dan aromaterapi. Pada 2014 penjualan mencapai Rp15 triliun dan pada 2015 diperkirakan mencapai Rp20 triliun. Saat ini terdapat 1.160 industri jamu yang terdiri dari 16 industri skala besar dan 1.144 industri skala kecil dan menengah yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia terutana di Pulau Jawa.

Oktiani endarwati
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5016 seconds (0.1#10.140)