Pemerintah Dinilai Kurang Perhatikan Pertanian
A
A
A
SURABAYA - Pemerintah dinilai kurang memperhatikan pertanian terutama komoditas kedelai dan jagung. Hal ini terlihat dengan menipisnya persediaan kedelai dan jagung, padahal makanan ini menjadi konsumsi favorit masyarakat.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Deddy Suhajadi mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyoroti bahan baku pembuat tempe, tahu, dan kecap seperti kedelai dan jagung.
Karena, kata dia, sesuai analisa yang dilakukan, persedian dua komoditas tersebut hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan industri dan rumahan selama tiga bulan.
Artinya, jumlah produksi kedelai lokal hanya bisa dikonsumsi dan bertahan sampai tiga bulan dalam setahun.
"Jadi produksinya sangat terbatas dan yang sembilan bulan lagi, ya bergantung pada kedelai impor," katanya di Surabaya, Jumat (23/1/2015).
Deddy menuturkan, kondisi kedelai berbeda dengan jagung. Untuk komoditas jagung, saat ada panen raya masih bisa diekspor. Meski demikian, saat tertentu Indonesia juga bisa impor.
Hal inilah yang membuat Kadin meminta kepada pemerintah untuk membuat bangunan Silo (lumbung penyimpanan).
"Saya sudah menyarankan kepada pemerintah baik pusat maupun regional untuk membuat bangunan Silo sebagai tempat penyimpanan. Sehingga barang hasil panen raya mampu disimpan dengan aman, khususnya beras atau padi maupun jagung," jelasnya.
Saat ini, pertanian Indonesia sebenarnya sangat banyak dan kuat. Namun, kondisi tersebut tidak diperhatikan secara serius. Pemerintah seharusnya lebih memperkuat lagi, terutama dalam sektor industri pertanian.
Menurutnya, jika dilakukan, maka kondisi pertanian tersebut bisa bertahan. Hal ini terlihat dengan adanya Product Domestic Regional Bruto (PDRB) di Jatim memasuki peringkat III dalam bidang pertanian.
"Kalau diperhatikan, Jatim bisa menjadi lumbung pertanian seperti jagung, kedelai, dan padi. Tinggal pemerintah memberikan kebijakan supaya tidak melakukan impor," ungkap Deddy.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Deddy Suhajadi mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyoroti bahan baku pembuat tempe, tahu, dan kecap seperti kedelai dan jagung.
Karena, kata dia, sesuai analisa yang dilakukan, persedian dua komoditas tersebut hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan industri dan rumahan selama tiga bulan.
Artinya, jumlah produksi kedelai lokal hanya bisa dikonsumsi dan bertahan sampai tiga bulan dalam setahun.
"Jadi produksinya sangat terbatas dan yang sembilan bulan lagi, ya bergantung pada kedelai impor," katanya di Surabaya, Jumat (23/1/2015).
Deddy menuturkan, kondisi kedelai berbeda dengan jagung. Untuk komoditas jagung, saat ada panen raya masih bisa diekspor. Meski demikian, saat tertentu Indonesia juga bisa impor.
Hal inilah yang membuat Kadin meminta kepada pemerintah untuk membuat bangunan Silo (lumbung penyimpanan).
"Saya sudah menyarankan kepada pemerintah baik pusat maupun regional untuk membuat bangunan Silo sebagai tempat penyimpanan. Sehingga barang hasil panen raya mampu disimpan dengan aman, khususnya beras atau padi maupun jagung," jelasnya.
Saat ini, pertanian Indonesia sebenarnya sangat banyak dan kuat. Namun, kondisi tersebut tidak diperhatikan secara serius. Pemerintah seharusnya lebih memperkuat lagi, terutama dalam sektor industri pertanian.
Menurutnya, jika dilakukan, maka kondisi pertanian tersebut bisa bertahan. Hal ini terlihat dengan adanya Product Domestic Regional Bruto (PDRB) di Jatim memasuki peringkat III dalam bidang pertanian.
"Kalau diperhatikan, Jatim bisa menjadi lumbung pertanian seperti jagung, kedelai, dan padi. Tinggal pemerintah memberikan kebijakan supaya tidak melakukan impor," ungkap Deddy.
(izz)