Saudi Aramco Anggap Harga Minyak Terlalu Rendah

Rabu, 28 Januari 2015 - 12:17 WIB
Saudi Aramco Anggap...
Saudi Aramco Anggap Harga Minyak Terlalu Rendah
A A A
RIYADH - Presiden Saudi Aramco Khalid al-Falih menilai harga minyak mentah dunia turun terlalu rendah. Dia menegaskan bahwa kekuatan pasar dan pemangkasan produksi yang tidak tergesa-gesa harus mengambil perannya.

“Ini terlalu rendah bagi siapa saja. Saya pikir para konsumen mulai menderita dalam jangka panjang,” ujar Khalid al-Falih, dikutip kantor berita AFP . Falih juga menjelaskan, produksi shale oil Amerika Serikat (AS) penting bagi masa depan energi jangka panjang dunia. Saudi Aramco juga menambahkan USD7 miliar untuk proyek shale oil milik mereka. Saudi Aramco merupakan raksasa energi milik pemerintah Arab Saudi.

Mereka menjadi perusahaan minyak terbesar di dunia dalam produksi dan ekspor minyak mentah. Kerajaan Arab Saudi merupakan eksportir minyak utama dunia dan produsen minyak terbesar di Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Pada November kartel itu memutuskan mempertahankan puncak output pada 30 juta barel per hari, menambah penurunan harga minyak dunia yang sudah terjadi sejak Juni lalu. Sebelumnya minyak diperdagangkan lebih dari USD100 per barel.

Tapi, kemarin harga minyak mentah brent untuk pengiriman Maret hanya sebesar USD48,28 per barel dalam perdagangan Asia. Menteri Minyak Arab Saudi Ali al-Naimi menyatakan, tidak adil mengharapkan OPEC mengurangi output minyak jika negaranegara nonanggota OPEC tidak melakukannya.

Menurut laporan, Sekretaris Jenderal OPEC Abdullah El- Badri memperingatkan, penurunan eksplorasi minyak dan investasi produksi sejak penurunan harga hingga hampir 60% sejak Juni dapat mengakibatkan penurunan output beberapa tahun di masa depan, memaksa harga mencapai USD200 per barel. Meski demikian, dia tidak memberi waktu yang pasti atas peringatan tersebut.

Para analis menilai, hanya ada sedikit tanda-tanda bahwa peringatan itu akan terjadi. “Kami melihat itu sebagai skenario hipotesis yang mengada- ada saat ini. Khususnya dengan jangka waktu yang lebih pendek untuk investasi shale oil, kami pikir ada cukup suplai pada level yang terendah,” papar Tim Evans dari Citi Futures.

Adapun, pemilu Yunani yang dimenangkan Partai Syriza akan menambah masalah bagi zona euro dan kesepakatan dengan para kreditor. Serangan di Mariupol yang terletak antara Rusia dan Crimea yang dikuasai Rusia dapat memicu sanksi Barat yang lebih keras terhadap Negeri Beruang Merah. “Itu berarti lebih banyak guncangan dan kurangnya permintaan minyak,” kata Phil Flynn dari PRICE Futures Group.

Sementara, sejak Juni minyak mentah Venezuela turun 61% dari nilainya. Harga minyak rata-rata USD88,42 per barel pada 2014, turun dari USD98,08 pada 2013. Venezuela telah mengalami masalah ekonomi sebelum harga minyak turun ke level terendah. Padahal, negara itu sangat tergantung pada minyak untuk 96% devisa asingnya.

Beberapa analis menjelaskan, negara Amerika Selatan yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia ini perlu agar minyak seharga USD100 per barel untuk mempertahankan kesehatan anggarannya. Penurunan harga minyak diperkirakan terus dialami negara yang telah pulih dari resesi saat memasuki awal 2014, dengan 64% inflasi dan kekurangan sepertiga komoditas pokok.

Syarifudin
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6837 seconds (0.1#10.140)