Industri Sawit Siap Jadi Mitra Strategis Pemerintah

Kamis, 29 Januari 2015 - 09:51 WIB
Industri Sawit Siap Jadi Mitra Strategis Pemerintah
Industri Sawit Siap Jadi Mitra Strategis Pemerintah
A A A
JAKARTA - Industri sawit nasional siap menjadi mitra strategis pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,7%.

Para pelaku usaha sawit di Tanah Air optimistis target tersebut dapat tercapai, asalkan semua potensi yang selama ini telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional mendapat dukungan dari pemerintah.

“Dari beberapa sektor, sawit telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sawit juga merupakan andalan ekspor dan memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara,” kata Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono di Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Dalam beberapa tahun terakhir ini, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Defisit perdagangan tersebut, kata Joko, akan kian lebar apabila Indonesia tidak mendapatkan kontribusi dari komoditas sawit.

“Di tengah black campaign yang dilakukan LSM, sawit masih tetap survive dan menjadi andalan ekspor. Padahal sawit juga mendapatkan berbagai hambatan di luar negeri, terutama di Eropa yang merupakan negara produsen minyak nabati non sawit,” kata Joko, yang merupakan kandidat kuat Ketua Umum Gapki pada Musyawarah Nasional (Munas) Gapki yang akan diselenggarakan di Bali pada akhir Februari mendatang.

Data Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan pada 2013 Indonesia tetap menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar 27,8 juta ton. Adapun devisa ekspor dari CPO pada 2013 mencapai USD15,8 miliar atau setara dengan Rp175 triliun.

Sementara itu industri ini juga telah menyerap tenaga kerja langsung lebih dari 5 juta orang. “Sawit memang merupakan komoditas strategis bagi perekonomian nasional,” ujar Sekjen Kementerian Pertanian (Kemtan) Hari Priyono.

Hari mengungkapkan, pada 2013 luas perkebunan sawit nasional mencapai 10,5 juta hektare (ha) dengan 4,4 juta ha adalah milik petani dan 5,4 juta ha milik perusahaan perkebunan besar. “Jadi tidak benar industri sawit nasional dikuasai perkebunan besar karena petani juga lahannya luas,” kata dia.

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling kompetitif di dunia. Produktivitasnya paling tinggi per hektare lahan dan ongkos produksinya paling murah. Dengan harga sawit yang diperkirakan masih anjlok ke sekitar USD700 per ton tahun ini, untungnya masih lumayan karena ongkos produksi hanya sekitar USD250.

Sawit pernah mencapai harga tertinggi sekitar USD1.249 per ton pada Februari 2011. Selain itu, Indonesia juga diuntungkan dari sisi iklim tropis yang cocok untuk tumbuhnya kelapa sawit dan masih luasnya lahan di Tanah Air.

CPO kian mendominasi pasar minyak nabati dunia. Jika tahun 2000 pangsa pasarnya baru 24,3%, tahun 2015 diperkirakan mencapai 63,29%. Karena itu, pemerintah wajib membantu minyak sawit untuk masuk pasar yang lebih luas dan mendapat keringanan bea masuk melalui lobi-lobi organisasi internasional, seperti APEC. Hal inilah yang dilakukan China, sehingga produk bambunya memperoleh keringanan bea masuk maksimal 5% di negara-negara APEC, lewat skema enviromental goods list.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8500 seconds (0.1#10.140)