Industri Sawit Mitra Strategis Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Industri sawit na-sional siap menjadi mitra strategis pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tahun ini yang ditargetkan tembus 5,7%. Para pelaku usaha sawit di Tanah Air termasuk kalangan yang optimistis dengan target tersebut bisa tercapai.
Optimisme itu bakal terwujud asalkan semua potensi yang selama ini telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional mendapatkan dukungan dari pemerintah. “Dari beberapa sektor, sawit telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sawit juga merupakan andalan ekspor dan memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara,” kata Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono di Jakarta kemarin.
Dalam beberapa tahun terakhir ini neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Defisit perdagangan tersebut, kata Joko, akan kian lebar apabila Indonesia tidak mendapatkan kontribusi dari komoditas sawit. “Di tengah black campaign yang dilakukan LSM, sawit masih tetap survivedan menjadi andalan ekspor.
Padahal sawit juga mendapatkan berbagai hambatan di luar negeri, terutama di Eropa yang merupakan negara produsen minyak nabati nonsawit,” kata Joko yang merupakan kandidat kuat Ketua Umum Gapki pada Musyawarah Nasional (Munas) Gapki yang akan diselenggarakan di Bali pada akhir Februari mendatang.
Data Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan, pada 2013 Indonesia tetap menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi minyak sawit mentah (crude palm by safeweb">oil/CPO) sebesar 27,8 juta ton. Adapun, devisa ekspor dari CPO pada 2013 mencapai USD15,8 miliar atau setara dengan Rp175 triliun.
Sementara, industri sawit juga telah menyerap tenaga kerja langsung lebih dari 5 juta orang. “Sawit memang merupakan komoditas strategis bagi perekonomian nasional,” ujar Sekjen Kementerian Pertanian (Kemtan) Hari Priyono. Hari mengungkapkan, pada 2013 luas perkebunan sawit nasional mencapai 10,5 juta hektare (ha) dengan 4,4 juta ha adalah milik petani dan 5,4 juta ha milik perusahaan perkebunan besar.
“Jadi, tidak benar industri sawit nasional dikuasai perkebunan besar karena petani juga lahannya luas,” kata dia. Minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling kompetitif di dunia. Produktivitasnya paling tinggi per hektare sementara ongkos produksinya paling murah. Meski harga sawit diperkirakan masih anjlok ke sekitar USD700 per ton tahun ini, laba yang didapat masih bagus karena ongkos produksi hanya sekitar USD250.
Sawit pernah mencapai harga tertinggi sekitar USD1.249 per ton pada Februari 2011. Adapun, Indonesia diuntungkan dari sisi iklim tropis yang cocok untuk tumbuhnya kelapa sawit. CPO kian mendominasi pasar minyak nabati dunia. Jika tahun 2000 pangsa pasarnya baru 24,3%, tahun 2015 diperkirakan mencapai 63,29%.
Oleh karena itu, pemerintah wajib membantu produsen minyak sawit untuk masuk pasar yang lebih luas dan mendapat keringanan bea masuk melalui lobi-lobi organisasi internasional, seperti APEC. Hal inilah yang dilakukan China, sehingga produk bambunya memperoleh keringanan bea masuk maksimal 5% di negaranegara APEC, lewat skema enviromental goods list.
Sudarsono
Optimisme itu bakal terwujud asalkan semua potensi yang selama ini telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional mendapatkan dukungan dari pemerintah. “Dari beberapa sektor, sawit telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sawit juga merupakan andalan ekspor dan memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara,” kata Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono di Jakarta kemarin.
Dalam beberapa tahun terakhir ini neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Defisit perdagangan tersebut, kata Joko, akan kian lebar apabila Indonesia tidak mendapatkan kontribusi dari komoditas sawit. “Di tengah black campaign yang dilakukan LSM, sawit masih tetap survivedan menjadi andalan ekspor.
Padahal sawit juga mendapatkan berbagai hambatan di luar negeri, terutama di Eropa yang merupakan negara produsen minyak nabati nonsawit,” kata Joko yang merupakan kandidat kuat Ketua Umum Gapki pada Musyawarah Nasional (Munas) Gapki yang akan diselenggarakan di Bali pada akhir Februari mendatang.
Data Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan, pada 2013 Indonesia tetap menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi minyak sawit mentah (crude palm by safeweb">oil/CPO) sebesar 27,8 juta ton. Adapun, devisa ekspor dari CPO pada 2013 mencapai USD15,8 miliar atau setara dengan Rp175 triliun.
Sementara, industri sawit juga telah menyerap tenaga kerja langsung lebih dari 5 juta orang. “Sawit memang merupakan komoditas strategis bagi perekonomian nasional,” ujar Sekjen Kementerian Pertanian (Kemtan) Hari Priyono. Hari mengungkapkan, pada 2013 luas perkebunan sawit nasional mencapai 10,5 juta hektare (ha) dengan 4,4 juta ha adalah milik petani dan 5,4 juta ha milik perusahaan perkebunan besar.
“Jadi, tidak benar industri sawit nasional dikuasai perkebunan besar karena petani juga lahannya luas,” kata dia. Minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling kompetitif di dunia. Produktivitasnya paling tinggi per hektare sementara ongkos produksinya paling murah. Meski harga sawit diperkirakan masih anjlok ke sekitar USD700 per ton tahun ini, laba yang didapat masih bagus karena ongkos produksi hanya sekitar USD250.
Sawit pernah mencapai harga tertinggi sekitar USD1.249 per ton pada Februari 2011. Adapun, Indonesia diuntungkan dari sisi iklim tropis yang cocok untuk tumbuhnya kelapa sawit. CPO kian mendominasi pasar minyak nabati dunia. Jika tahun 2000 pangsa pasarnya baru 24,3%, tahun 2015 diperkirakan mencapai 63,29%.
Oleh karena itu, pemerintah wajib membantu produsen minyak sawit untuk masuk pasar yang lebih luas dan mendapat keringanan bea masuk melalui lobi-lobi organisasi internasional, seperti APEC. Hal inilah yang dilakukan China, sehingga produk bambunya memperoleh keringanan bea masuk maksimal 5% di negaranegara APEC, lewat skema enviromental goods list.
Sudarsono
(bbg)