BPS Catat Sulsel Alami Deflasi 0,17%

Senin, 02 Februari 2015 - 23:20 WIB
BPS Catat Sulsel Alami Deflasi 0,17%
BPS Catat Sulsel Alami Deflasi 0,17%
A A A
MAKASSAR - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Januari 2015 mengalami deflasi 0,17%, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 116,69 dari 82 kota di Indonesia.

Dari jumlah kota itu, tercatat 31 kota mengalami inflasi sedangkan 51 kota lainnya deflasi posisi Sulsel diurutan ke-42 atau masih dalam posisi tengah.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel Nursalam mengatakan, deflasi yang terjadi di Sulsel karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan turunnya indeks pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 4,34%.

Meskipun, lanjut dia, kelompok lainnya mengalami inflasi, seperti pada kelompok bahan makanan 1,46%, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,27%.

Kemudian, kelompok perumahan air, listrik, gas dan bahan bakar 0,91%, kelompok sandang 0,70%, kelompok kesehatan 0,67%, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,19%.

"Beberapa komoditi yang mengalami penurunan harga mulai bensin, angkutan dalam kota, cabai rawit, merah, angkutan antar kota, pepaya, cumi-cumi, ikan layang, gula pasir dan solar," jelasnya, Senin (2/2/2015).

Sementara, komoditas yang mengalami kenaikan di Januari, yakni beras, telur ayam ras, daging ayam ras, kangkung, tukang bukan mandor, bawang merah, kontrak rumah, emas perhiasan, bahan bakar rumah tangga dan nasi dengan lauk.

Dia menjelaskan, deflasi awal tahun yang dialami Sulsel merupakan pertama kalinya selama lima tahun terakhir, setelah sebelumnya selalu mengalami inflasi dimulai pada 2011 sebesar 1,29%, 2012 sebesar 1,12%, 2013 mencapai 1,13% dan di 2014 mencapai 1,11%.

Sementara, laju inflasi Sulsel berdasarkan year on year Januari 2015 sebesar 7,23%, capaian ini lebih tinggi dibanding periode 2011 sebesar 6,59%, di 2012 sebesar 2,70%, di 2013 mencapai 4,41% dan pada 2014 sebesar 6,43%.

Pengamat Ekonomi UNHAS Hamid Paddu mengungkapkan, deflasi Sulsel masih dalam posisi wajar atau normal.

Hal itu terjadi karena di akhir tahun permintaan masyarakat begitu tinggi dipengaruhi sejumlah kegiatan besar yang diselenggarakan mulai natal dan tahun baru.

Diawal tahun permintaan barang maupun jasa pergerakannya sangat sedikit atau menurun, sehingga menyebabkan deflasi.

"Deflasi Sulsel merupakan siklus tahunan yang kadang naik dan turun. Kondisi terjadi di awal tahun hingga Februari apalagi pemerintah menurunkan harga BBM. Permintaan meningkat baru akan memulai puncaknya pada pertengahan tahun di Juni hingga Juli, bahkan memengaruhi inflasi Sulsel di tengah tahun dikisaran 4%-6%," jelasnya.

Hamid mengatakan, awal tahun juga menjadi awal pergerakan ekonomi dimulai setelah di Desember tutup tahun, beberapa sektor akan menggeliat utamanya dari produk jasa komunikasi.

Sejumlah produk baru hadir menawarkan teknologi baru, sehingga mendorong daya beli masyarakat apalagi tawaran harganya murah.

Dia menjelaskan, meski posisi deflasi masih terbilang wajar, namun campur tangan pemerintah daerah sangat dibutuhkan utamanya dari segi regulasi.

"Keterlibatan Pemda masih dibutuhkan, agar mekanisme pasar berjalan baik dan mendorong pergerakan ekonomi dengan memberikan kemudahan terhadap perizinan, perdagangan dan jalur distribusi, sehingga investasi terus masuk ke Sulsel," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6556 seconds (0.1#10.140)