Teknologi Nano Rusia Mampu Dongkrak Produksi Minyak
A
A
A
JAKARTA - Teknologi nano dari Rusia dinilai sebagai salah satu solusi meningkatkan produktivitas sumur minyak. Bahkan, teknologi ini mampu mengaktifkan kembali sumur yang sudah tidak berproduksi.
"Sudah saatnya teknologi ini diterapkan di Indonesia, sebagai salah satu solusi dalam memecahkan masalah produksi minyak di Indonesia yang terus turun dari tahun ke tahun,” kata Rosa Richir dari Himpunan Magister Teknik Perminyakan Universitas Trisaksi di Jakarta Selasa (3/2).
Menurut Rosa, permasalahan di industri migas dalam negeri cukup kompleks dan butuh pembenahan secara komprehensif. Pembenahan mulai dari sisi peraturan dan perundangan serta perizinan. Di sisi lain, kata Rosa pembenahan juga harus dilakukan, terutama dalam hal pemanfaatan teknologi yang tepat guna dan efisien. “Saya kira ini salah satu solusi untuk memecahkan masalah produksi minyak di Indonesia dari sisi teknis,” ujarnya.
Teknologi ini pertama kali digunakan di Rusia dan kini sudah diterapkan di sejumlah negara, terutama di Timur Tengah. "Kalau ini digunakan di Indonesia, saya yakin produkitivitas minyak Indonesia akan naik sebesar 20 persen," jelasnya.
Di Indonesia, uji coba teknologi ini dikerjakan oleh PT Novomet Artificial Lift Indonesia di sejumlah sumur minyak tua milik Pertamina. Nantinya keberhasilan di Indonesia akan menjadi benchmark untuk proyek serupa di wilayah Asia.
Zainal Achmad, peneliti dari Poverep Energy Institute, menjelaskan dalam prinsip pengelolaan migas perlu adanya tata kelola migas nasional yang lebih baik. Saat ini, kata dia, kondisi cadangan minyak dan gas bumi nasional sudah sangat terbatas.
Di sisi lainnya, kata dia lagi, pertumbuhan peningkatan cadangan minyak dan gas bumi justu berjalan lambat. "Produksi minyak terus menurun tajam dan kenyataannya sekarang bahwa negara kita telah menjadi net oil importer. Tentunya diperlukan adanya pemikiran solutif," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Novomet Indonesia Alexander Maltsev menyatakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tentunya tak bisa lepas dari modernisasi teknologi serta perlu adanya sistem yang dikembangkan.
"Dalam hal ini, kami siap membantu Indonesia untuk stabilisasi produksi minyak melalui pemanfaatan teknologi baru," katanya.
Melalui teknologi yang telah dikembangkannya, Alexander menjelaskan, pihaknya dapat membantu reaktivasi sumur-sumur minyak yang tak lagi berproduksi, membangun sumur-sumur dalam beragam kondisi ekstrem serta menyediakan peralatan produksi minyak dengan masa pemakaian yang lebih panjang.
"Teknologi kami sudah dipakai di sekitar 15 negara. Saat ini kami masuk pada fase berikutnya untuk melakukan penetrasi di kawasan Asia Pasifik. Saya yakin dengan kerjasama dari masyarakat Indonesia dan teknologi baru, rasanya kita bisa membuat Indonesia menjadi pemimpin di kawasan ini," tanadasnya.
"Sudah saatnya teknologi ini diterapkan di Indonesia, sebagai salah satu solusi dalam memecahkan masalah produksi minyak di Indonesia yang terus turun dari tahun ke tahun,” kata Rosa Richir dari Himpunan Magister Teknik Perminyakan Universitas Trisaksi di Jakarta Selasa (3/2).
Menurut Rosa, permasalahan di industri migas dalam negeri cukup kompleks dan butuh pembenahan secara komprehensif. Pembenahan mulai dari sisi peraturan dan perundangan serta perizinan. Di sisi lain, kata Rosa pembenahan juga harus dilakukan, terutama dalam hal pemanfaatan teknologi yang tepat guna dan efisien. “Saya kira ini salah satu solusi untuk memecahkan masalah produksi minyak di Indonesia dari sisi teknis,” ujarnya.
Teknologi ini pertama kali digunakan di Rusia dan kini sudah diterapkan di sejumlah negara, terutama di Timur Tengah. "Kalau ini digunakan di Indonesia, saya yakin produkitivitas minyak Indonesia akan naik sebesar 20 persen," jelasnya.
Di Indonesia, uji coba teknologi ini dikerjakan oleh PT Novomet Artificial Lift Indonesia di sejumlah sumur minyak tua milik Pertamina. Nantinya keberhasilan di Indonesia akan menjadi benchmark untuk proyek serupa di wilayah Asia.
Zainal Achmad, peneliti dari Poverep Energy Institute, menjelaskan dalam prinsip pengelolaan migas perlu adanya tata kelola migas nasional yang lebih baik. Saat ini, kata dia, kondisi cadangan minyak dan gas bumi nasional sudah sangat terbatas.
Di sisi lainnya, kata dia lagi, pertumbuhan peningkatan cadangan minyak dan gas bumi justu berjalan lambat. "Produksi minyak terus menurun tajam dan kenyataannya sekarang bahwa negara kita telah menjadi net oil importer. Tentunya diperlukan adanya pemikiran solutif," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Novomet Indonesia Alexander Maltsev menyatakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tentunya tak bisa lepas dari modernisasi teknologi serta perlu adanya sistem yang dikembangkan.
"Dalam hal ini, kami siap membantu Indonesia untuk stabilisasi produksi minyak melalui pemanfaatan teknologi baru," katanya.
Melalui teknologi yang telah dikembangkannya, Alexander menjelaskan, pihaknya dapat membantu reaktivasi sumur-sumur minyak yang tak lagi berproduksi, membangun sumur-sumur dalam beragam kondisi ekstrem serta menyediakan peralatan produksi minyak dengan masa pemakaian yang lebih panjang.
"Teknologi kami sudah dipakai di sekitar 15 negara. Saat ini kami masuk pada fase berikutnya untuk melakukan penetrasi di kawasan Asia Pasifik. Saya yakin dengan kerjasama dari masyarakat Indonesia dan teknologi baru, rasanya kita bisa membuat Indonesia menjadi pemimpin di kawasan ini," tanadasnya.
(dmd)