Harapan Perajin Anyaman Bambu terhadap Pemerintah
A
A
A
SERANG - Bermodalkan bambu dan rotan, Sara, warga Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang, Banten, merajut produk anyaman. Namun, perkembangan usahanya terhambat akses modal dan pengetahuan. Sebab itu, dia berharap pemerintah dapat memberikan bantuan.
Sara berjualan anyaman bambu dari rumah ke rumah. Bermodal Rp100-150ribu, dia hanya dapat menjual tiga buah bakul per hari dari proses menganyam.
"Kegiatan anyaman saya geluti sudah 15 tahun. Bahannya dari satu batang bambu besar biasa jadi sepuluh buah bakul," ujarnya kepada Sindonews, Banten Senin (9/2/2015).
Harga bakul yang dijualnya hanya Rp15-20ribu per buah. Tiga bulan sekali, barang produksinya dikirim ke luar desa. Cara ini membuat omzet penjualan meningkat.
"Seminggu omzet Rp 300ribu, kalau dihitung harian ya Rp50ribu. Kalau untuk jual lagi ke luar desa, harga satu bakulnya bisa menjadi Rp70 ribu per buah. Pemasaran dengan truk ke Lampung, Bekasi, Tangerang," terangnya.
Dia menuturkan kesulitan dalam produksi adalah pembuatan masih dengan cara manual, alias tanpa mesin. Sehingga pembuatan memakan cukup lama.
"Ingin bisa punya mesin modern, sekarang masih manual. Harganya mahal, Rp15juta, bisa belah bambu dengan cepet, bisa tingkatkan produksi," jelas Sara.
Dia mengharapkan kepada pemerintah untuk memberikan bantuan dana. Apabila sudah memiliki mesin, produksi diklaim dapat mencapai 50 bakul per hari.
Selain itu, pendampingan juga dibutuhkan untuk meningkatkan pemasaran. Cakupan wilayah yang lebih luas akan meningkatkan omzet jualannya.
"Kehidupan pokok masyarakat dari sini. Sebulan rata-rata pendapatan saya paling hanya Rp900ribu. Laba bersih hanya Rp150-200 ribu per minggu. Cukup tidak cukup, ya dicukupi," tandas Sara.
Sara berjualan anyaman bambu dari rumah ke rumah. Bermodal Rp100-150ribu, dia hanya dapat menjual tiga buah bakul per hari dari proses menganyam.
"Kegiatan anyaman saya geluti sudah 15 tahun. Bahannya dari satu batang bambu besar biasa jadi sepuluh buah bakul," ujarnya kepada Sindonews, Banten Senin (9/2/2015).
Harga bakul yang dijualnya hanya Rp15-20ribu per buah. Tiga bulan sekali, barang produksinya dikirim ke luar desa. Cara ini membuat omzet penjualan meningkat.
"Seminggu omzet Rp 300ribu, kalau dihitung harian ya Rp50ribu. Kalau untuk jual lagi ke luar desa, harga satu bakulnya bisa menjadi Rp70 ribu per buah. Pemasaran dengan truk ke Lampung, Bekasi, Tangerang," terangnya.
Dia menuturkan kesulitan dalam produksi adalah pembuatan masih dengan cara manual, alias tanpa mesin. Sehingga pembuatan memakan cukup lama.
"Ingin bisa punya mesin modern, sekarang masih manual. Harganya mahal, Rp15juta, bisa belah bambu dengan cepet, bisa tingkatkan produksi," jelas Sara.
Dia mengharapkan kepada pemerintah untuk memberikan bantuan dana. Apabila sudah memiliki mesin, produksi diklaim dapat mencapai 50 bakul per hari.
Selain itu, pendampingan juga dibutuhkan untuk meningkatkan pemasaran. Cakupan wilayah yang lebih luas akan meningkatkan omzet jualannya.
"Kehidupan pokok masyarakat dari sini. Sebulan rata-rata pendapatan saya paling hanya Rp900ribu. Laba bersih hanya Rp150-200 ribu per minggu. Cukup tidak cukup, ya dicukupi," tandas Sara.
(dmd)