Garam dalam Air
A
A
A
Dikisahkan, di sebuah sekolah, tampak seorang murid yang sedang berwajah murung. Sudah berharihari, ia selalu menunduk dan sedih, seolah beban berat sangat menghimpitnya.
Seorang guru yang sudah beberapa hari memperhatikan perubahan itu pun kemudian memanggil ke ruangannya. ”Bapak perhatikan, belakangan ini kamu selalu tampak murung. Ke mana perginya wajah ceria dan bersemangat kepunyaanmu dulu?” Tanya sang guru. ”Guru, belakangan ini hidup saya sedang penuh masalah.
Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seolah-olah tidak ada habisnya. Belum satu masalah selesai, sudah muncul masalah lain. Rasanya, tak ada lagi sisa untuk kegembiraan dalam hidup saya,” jawab si murid sambil tertunduk lesu. Sang guru pun mengerti kegundahan muridnya. Setelah sejenak berpikir dengan senyum bijaknya, sang guru memerintahkan sesuatu pada si murid.
”Nak, ambil segelas air dan satu genggam garam di dapur kantin. Bawalah kemari. Biar Bapak coba perbaiki suasana hatimu itu.” Si murid pun bergegas melakukan permintaan gurunya sambil berharap dalam hati mudah-mudahan gurunya bisa memberi jalan keluar bagi permasalahan hidupnya. Setibanya di hadapan sang guru, si murid pun mendapat perintah yang tak disangkanya.
”Ambil setengah genggam garam dan masukkan ke segelas air itu, kemudian aduk dan coba kamu minum.” Meski kurang paham dengan permintaan aneh tersebut, karena ingin menyelesaikan masalahnya, maka si murid pun segera melaksanakan perintah gurunya. Selesai minum, wajahnya langsung meringis. ”Bagaimana rasanya?” tanya sang guru dengan senyum lebar di bibirnya.
”Asin... tidak enak dan perutku rasanya jadi mual,” jawab si murid dengan wajah masih meringis. Saat masih diliputi tanda tanya dan rasa tidak enak di perutnya, sang guru kemudian membawa si murid ke danau di dekat sekolah mereka. Danau itu begitu indah, airnya bening karena sumber air alam yang selalu mengairi di situ.
”Sekarang, air garam dan garam yang tersisa di tanganmu itu, tebarkan ke danau!” perintah sang guru. Si murid dengan patuh memenuhi permintaan gurunya. ”Sekarang, coba kamu minum sedikit air danau itu.” Si murid dengan kedua tangannya segera mengambil air di danau dan meminumnya.”Bagaimana rasanya?” tanya guru. ”Segar sekali,” kata si murid.
”Terasakah rasa garam yang kamu tebarkan tadi?” ”Tidak sama sekali. Malahan ini sangat segar dan bisa jadi obat dari air asin yang saya minum tadi,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi.
Karena tak ingin membiarkan si murid menebak-nebak maksudnya, sang guru pun berkata, ”Nak, segala masalah dalam hidup ini sama seperti segenggam garam. Rasa asinnya, sama seperti penderitaan yang dialami setiap manusia. Dan tidak ada manusia yang bebas dari permasalahan dan penderitaan.” ”Tetapi Nak,” sambung sang guru, ”seberapa rasa asin dari penderitaan yang dialami setiap manusia, sesungguhnya tergantung dari besarnya hati yang menampungnya.
Maka, jangan memiliki kesempitan hati seperti gelas tadi. Jadikan hatimu sebesardanau. Sehinggasemuakesulitanmu tidak akan mengganggu rasa di jiwamu dan kamu tetap bisa bergembira walaupun sedang dilanda masalah. Nah, mudah-mudahan penjelasan gurumu ini bisa memperbaiki suasana hatimu.”
Pembaca yang luar biasa
Memang, kenyataan di kehidupan ini tidak pernah semulus seperti yang kita dambakan. Selalu ada saja halangan, tantangan, dan berbagai ujian yang membuahkan penderitaan. Namun tentu saja kadar penderitaan masing-masing orang berbeda. Demikian juga dengan cara penyikapannya.
Ada yang terkena masalah sedikit saja, sudah seperti mendapat beban yang entah bagaimana mengangkatnya. Tetapi sebaliknya, ada juga orang yang menyikapi masalah justru sebagai ”berkah”. Orang semacam ini ibarat ”danau” luas yang mampu mewujud dalam hati lapang, pikiran bersih, dan jiwa yang tenang sehingga seolah-olah, semua masalah begitu mudah terselesaikan.
Menilik kisah di awal tulisan ini, sebenarnya berat ringannya masalah, mudah sulitnya dipecahkan, sangat tergantung pada cara pandang dan keikhlasan kita dalam menyikapinya. Jika hanya menjadi ”gelas”, maka kita selamanya akan selalu terpaku pada pikiran sempit. Sebaliknya, kala mampu menjadi ”danau” nan luas, maka kita akan bisa mengatasi berbagai problem kehidupan dengan penuh kebijakan.
Mari terus belajar dan memperluas wawasan kebijaksanaan, agar jangan sampai masalah yang menguasai kita, tetapi kitalah yang mengendalikan masalah. Sehingga, masalah yang datang bukan lagi dipandang sebagai penderitaan, tetapi bagian dari kehidupan dan batu pijakan menuju kesuksesan. Salam sukses, luar biasa!
Adrie Wongso
Seorang guru yang sudah beberapa hari memperhatikan perubahan itu pun kemudian memanggil ke ruangannya. ”Bapak perhatikan, belakangan ini kamu selalu tampak murung. Ke mana perginya wajah ceria dan bersemangat kepunyaanmu dulu?” Tanya sang guru. ”Guru, belakangan ini hidup saya sedang penuh masalah.
Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seolah-olah tidak ada habisnya. Belum satu masalah selesai, sudah muncul masalah lain. Rasanya, tak ada lagi sisa untuk kegembiraan dalam hidup saya,” jawab si murid sambil tertunduk lesu. Sang guru pun mengerti kegundahan muridnya. Setelah sejenak berpikir dengan senyum bijaknya, sang guru memerintahkan sesuatu pada si murid.
”Nak, ambil segelas air dan satu genggam garam di dapur kantin. Bawalah kemari. Biar Bapak coba perbaiki suasana hatimu itu.” Si murid pun bergegas melakukan permintaan gurunya sambil berharap dalam hati mudah-mudahan gurunya bisa memberi jalan keluar bagi permasalahan hidupnya. Setibanya di hadapan sang guru, si murid pun mendapat perintah yang tak disangkanya.
”Ambil setengah genggam garam dan masukkan ke segelas air itu, kemudian aduk dan coba kamu minum.” Meski kurang paham dengan permintaan aneh tersebut, karena ingin menyelesaikan masalahnya, maka si murid pun segera melaksanakan perintah gurunya. Selesai minum, wajahnya langsung meringis. ”Bagaimana rasanya?” tanya sang guru dengan senyum lebar di bibirnya.
”Asin... tidak enak dan perutku rasanya jadi mual,” jawab si murid dengan wajah masih meringis. Saat masih diliputi tanda tanya dan rasa tidak enak di perutnya, sang guru kemudian membawa si murid ke danau di dekat sekolah mereka. Danau itu begitu indah, airnya bening karena sumber air alam yang selalu mengairi di situ.
”Sekarang, air garam dan garam yang tersisa di tanganmu itu, tebarkan ke danau!” perintah sang guru. Si murid dengan patuh memenuhi permintaan gurunya. ”Sekarang, coba kamu minum sedikit air danau itu.” Si murid dengan kedua tangannya segera mengambil air di danau dan meminumnya.”Bagaimana rasanya?” tanya guru. ”Segar sekali,” kata si murid.
”Terasakah rasa garam yang kamu tebarkan tadi?” ”Tidak sama sekali. Malahan ini sangat segar dan bisa jadi obat dari air asin yang saya minum tadi,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi.
Karena tak ingin membiarkan si murid menebak-nebak maksudnya, sang guru pun berkata, ”Nak, segala masalah dalam hidup ini sama seperti segenggam garam. Rasa asinnya, sama seperti penderitaan yang dialami setiap manusia. Dan tidak ada manusia yang bebas dari permasalahan dan penderitaan.” ”Tetapi Nak,” sambung sang guru, ”seberapa rasa asin dari penderitaan yang dialami setiap manusia, sesungguhnya tergantung dari besarnya hati yang menampungnya.
Maka, jangan memiliki kesempitan hati seperti gelas tadi. Jadikan hatimu sebesardanau. Sehinggasemuakesulitanmu tidak akan mengganggu rasa di jiwamu dan kamu tetap bisa bergembira walaupun sedang dilanda masalah. Nah, mudah-mudahan penjelasan gurumu ini bisa memperbaiki suasana hatimu.”
Pembaca yang luar biasa
Memang, kenyataan di kehidupan ini tidak pernah semulus seperti yang kita dambakan. Selalu ada saja halangan, tantangan, dan berbagai ujian yang membuahkan penderitaan. Namun tentu saja kadar penderitaan masing-masing orang berbeda. Demikian juga dengan cara penyikapannya.
Ada yang terkena masalah sedikit saja, sudah seperti mendapat beban yang entah bagaimana mengangkatnya. Tetapi sebaliknya, ada juga orang yang menyikapi masalah justru sebagai ”berkah”. Orang semacam ini ibarat ”danau” luas yang mampu mewujud dalam hati lapang, pikiran bersih, dan jiwa yang tenang sehingga seolah-olah, semua masalah begitu mudah terselesaikan.
Menilik kisah di awal tulisan ini, sebenarnya berat ringannya masalah, mudah sulitnya dipecahkan, sangat tergantung pada cara pandang dan keikhlasan kita dalam menyikapinya. Jika hanya menjadi ”gelas”, maka kita selamanya akan selalu terpaku pada pikiran sempit. Sebaliknya, kala mampu menjadi ”danau” nan luas, maka kita akan bisa mengatasi berbagai problem kehidupan dengan penuh kebijakan.
Mari terus belajar dan memperluas wawasan kebijaksanaan, agar jangan sampai masalah yang menguasai kita, tetapi kitalah yang mengendalikan masalah. Sehingga, masalah yang datang bukan lagi dipandang sebagai penderitaan, tetapi bagian dari kehidupan dan batu pijakan menuju kesuksesan. Salam sukses, luar biasa!
Adrie Wongso
(ftr)