DPR: Ekspor Kayu Log Berpotensi Illegal Logging
A
A
A
JAKARTA - Komisi IV DPR RI menilai upaya pemerintah mempertimbangkan membuka kembali keran ekspor kayu log (bulat) berpotensi terjadi illegal logging. Hal itu terkait rencana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mempertimbangkan membuka kembali ekspor kayu log jenis dan ukuran tertentu, karena harga di dalam tidak bersaing.
Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar menilai jika ini dilakukan berpotensi akan mematikan industri pengolahan kayu lokal dan membuka keran dalam proses illegal logging.
"Rencana tersebut sangat kontraproduktif dengan komitmen penguatan industri olahan kayu lokal dan perbaikan tata kelola hutan," ujar Rofi dalam rilisnya, Senin (16/2/2015).
Dia menilai, seharusnya Kementerian Kehutanan bersinergi dengan Kementerian Perindustrian untuk menguatkan industri kayu olahan lokal dengan menjadikannya lebih serius untuk mendorong keunggulan komparatif dengan negara lain berbasis bahan baku lokal dan kreativitas tinggi.
Kementerian LH dan Kehutanan menilai selama ini harga kayu bulat di dalam negeri tidak kompetitif. Harga kayu bulat atau log di dalam negeri sekitar Rp2,3 juta per meter kubik, sedangkan harga ketika diekspor mencapai USD700-USD800 per meter kubik atau sekitar Rp8,75 juta-Rp10 juta per meter kubik dengan asumsi kurs rupiah Rp12.500/USD.
Kementerian LH dan kehutanan berdalih, dampak dari kayu bulat tidak kompetitif itu telah membuat pemilik konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) terancam gulung tikar.
Dia menjelaskan, ekspor kayu log hanya akan menumbuhkan usaha produsen kayu mentah. Di sisi lain hanya akan mendorong deforestasi semakin besar dan mematikan usaha kayu lokal.
Menurut Rofi, seharusnya pemerintah lebih serius mengembangkan usaha kehutanan berbasis industri kreatif dan inovasi teknologi dibandingkan secara singkat menjual langsung kayu log.
"Kebijakan ini harus dirumuskan lebih cermat dan serius antar dua kementerian. Pertimbangan dari aspek hulu, seperti ketersediaan kayu hingga hilir terkait pengolahan industri lokal seharusnya lebih diperhatikan," jelasnya.
Berdasarkan data BPS yang diolah Kementerian Perindustrian pada 2014, pertumbuhan industri barang kayu dan hasil hutan lainnya mencapai 7,27%, jumlah itu naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,18%. Pertumbuhan industri barang kayu dan hasil hutan tersebut terus mengalami pertumbuhan dalam lima tahun terakhir, yang sempat minus 1,38% pada 2009.
Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar menilai jika ini dilakukan berpotensi akan mematikan industri pengolahan kayu lokal dan membuka keran dalam proses illegal logging.
"Rencana tersebut sangat kontraproduktif dengan komitmen penguatan industri olahan kayu lokal dan perbaikan tata kelola hutan," ujar Rofi dalam rilisnya, Senin (16/2/2015).
Dia menilai, seharusnya Kementerian Kehutanan bersinergi dengan Kementerian Perindustrian untuk menguatkan industri kayu olahan lokal dengan menjadikannya lebih serius untuk mendorong keunggulan komparatif dengan negara lain berbasis bahan baku lokal dan kreativitas tinggi.
Kementerian LH dan Kehutanan menilai selama ini harga kayu bulat di dalam negeri tidak kompetitif. Harga kayu bulat atau log di dalam negeri sekitar Rp2,3 juta per meter kubik, sedangkan harga ketika diekspor mencapai USD700-USD800 per meter kubik atau sekitar Rp8,75 juta-Rp10 juta per meter kubik dengan asumsi kurs rupiah Rp12.500/USD.
Kementerian LH dan kehutanan berdalih, dampak dari kayu bulat tidak kompetitif itu telah membuat pemilik konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) terancam gulung tikar.
Dia menjelaskan, ekspor kayu log hanya akan menumbuhkan usaha produsen kayu mentah. Di sisi lain hanya akan mendorong deforestasi semakin besar dan mematikan usaha kayu lokal.
Menurut Rofi, seharusnya pemerintah lebih serius mengembangkan usaha kehutanan berbasis industri kreatif dan inovasi teknologi dibandingkan secara singkat menjual langsung kayu log.
"Kebijakan ini harus dirumuskan lebih cermat dan serius antar dua kementerian. Pertimbangan dari aspek hulu, seperti ketersediaan kayu hingga hilir terkait pengolahan industri lokal seharusnya lebih diperhatikan," jelasnya.
Berdasarkan data BPS yang diolah Kementerian Perindustrian pada 2014, pertumbuhan industri barang kayu dan hasil hutan lainnya mencapai 7,27%, jumlah itu naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,18%. Pertumbuhan industri barang kayu dan hasil hutan tersebut terus mengalami pertumbuhan dalam lima tahun terakhir, yang sempat minus 1,38% pada 2009.
(dmd)