Properti Akan Dihadang Pajak

Rabu, 18 Februari 2015 - 14:26 WIB
Properti Akan Dihadang Pajak
Properti Akan Dihadang Pajak
A A A
Transaksi properti saat ini sedang menjadi sasaran empuk untuk pengenaan pajak, meskipun dalam kenyataannya akan sulit penerapannya di lapangan terkait dengan nilai transaksi riil yang terjadi.

Menurunnya target penerimaan pajak di sektor properti membuat dirjen pajak berwacana untuk membuat kebijakan baru, khususnya dalam pengenaan pajak properti barang mewah (PPnBM) 20%.PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dijual oleh developer dan properti tersebut memenuhi kriteria tertentu di atas. PPnBM tidak dikenakan terhadap transaksi penjualan properti antar perorangan.

Saat ini properti dengan luas 350 m2 atau lebih untuk rumah landed atau 150 m2 untuk apartemen menjadi obyek pengenaan PPnBM. Pembatasan ini dirasakan oleh pemerintah yang masih belum bisa mengejar target pajak yang ada sehingga akan di-review dengan tambahan kriteria patokan harga per m2.

Meskipun hal tersebut masih wacana dan memerlukan kajian mendalam, banyak pihak yang telah menyangsikan efektivitas tersebut karena di lapangan akan sulit diterapkan. Jangankan penetapan harga jual per m2, untuk ukuran luas pun banyak pengembang yang berkelit dengan membangun propertinya di bawah patokan luas bangunan yang ada, misalkan membangun rumah dengan luas 349 m2 atau apartemen 149 m2 yang notabene tidak kena aturan tersebut.

Indonesia Property Watch menilai, menurunnya penerimaan pajak properti lebih dikarenakan pasar yang sedang melambat. Dengan adanya wacana untuk memperketat pajak bagi properti akan membuat pasar properti menjadi semakin terpuruk bila kebijakannya salah. Selain PPnBM dikenal dengan adanya PPh untuk transaksi barang yang tergolong “sangat mewah”.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah menyiapkan revisi terkait objek pemungutan pajak penghasilan (PPh 22) terhadap transaksi barang yang tergolong “sangat mewah” ini. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 253/PMK/03/2008 tertanggal 31 Desember 2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.

Rumah beserta tanah, semula dalam aturan ditetapkan PPh untuk harga jual atau pengalihan lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi, kini menjadi lebih dari Rp2 miliar dengan luas bangunan lebih dari 400 meter persegi. Sementara apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dari patokan harga jual atau pengalihan lebih dari Rp10 miliar atau luas bangunan 400 meter persegi, diusulkan penurunan harga jual menjadi Rp2 miliar atau luas bangunan lebih dari 350 meter persegi.

Aturan yang ada dinilai menggambarkan ketidakmengertian pemerintah dalam hal pasar properti yang ada. Pemerintah harus mempunyai kategorisasi yang mana yang dimaksud kelas menengah mewah. Bila properti seluas 150 m2 mungkin menjadi barang mewah bila lokasinya di tengah kota. Namun, apakah berlaku juga kategori tersebut bila ada di luar kota?

Dalam perkembangan pasar properti, seharusnya semakin hari batasan barang mewah semakin tinggi. Jadi, bila dahulu rumah Rp2 miliar sudah merupakan barang mewah, saat ini mungkin harga tersebut masih termasuk segmen menengah. Indonesia Property Watch menilai pengenaan batasan harga properti sangat mewah perlu kajian yang lebih mendalam sebelum benar-benar diimplementasikan karena dampaknya akan sangat mengganggu keseimbangan pasar properti.

Dengan batasan yang ada pasar properti akan semakin terpuruk karena untuk kategori properti Rp2 miliar termasuk dalam pasar menengah yang gemuk dan tidak dapat dibilang sangat mewah. Pajak yang merupakan sumber penerimaan negara memang harus disikapi dengan fair , artinya sebagai pengembang pun harus taat membayar pajak, tapi pemerintah pun dapat memberikan aturan yang wajar terkait hal tersebut.

ALI TRANGHANDA
Direktur Indonesia Property Watch
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5004 seconds (0.1#10.140)