Jokowi Bisa Ambil Alih Masalah Penerbangan
A
A
A
JAKARTA - Pengamat penerbangan Chappy Hakim menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat melakukan kebijakan yang berupaya untuk menyelesaikan segala permasalahan di dunia penerbangan nasional saat ini.
Mencontoh dari Korea, yang pada saat 1980-an banyak permasalahan penerbangan seperti tingginya angka kecelakaan maskapai.
"Dulu Korea, Presidennya yang ambil alih. Dengan kebijakan bentuk task force. Kerja tiga tahun, lima tahun kemudian Korea Airlines bisa masuk top flight. Kita tidak bisa berdiri sendiri. Delay kemarin Lion Air dilihat orang seluruh dunia seperti di akuarium. Ini menyangkut harga diri bangsa," ujarnya di Menteng, Jakarta, Sabtu (21/2/2015).
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) era Megawati tersebut mengungkapkan, saat ini Indonesia menjadi salah satu negara pembeli pesawat airbus dan boeing terbesar. Kesenjangan antara jumlah dan kesiapan maskapai dinilai membuat dekat dengan kecelakaan.
"Kesenjangan ini result-nya (hasilnya) amburadul, dekat dengan kecelakaan. Potensi yang ada lebih dari delay sebenarnya. Mohon maaf dari hati, saya bilang hanya delay. Karena kalau terlangkahi, beyond (melewati) delay-nya banyak yang belum terjadi," jelas Chappy.
Ditempat yang sama, Staf Khusus Bidang Keterbukaan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hadi Mustofa Djuraid menjelaskan, pihaknya sudah melakukan manajemen reformasi terutama pada Angkasa Pura II.
"Kita lihat sekarang, bulan kemarin lakukan manajemen reformasi. Pergantian di Angkasa Pura II wajahnya sudah lebih oke. Karena yang ditekankan tiga. Harus aman, tertib, bersih mengelola penerbangan. Karena keberadaan loket undang calo makanya dilarang agar tertib," tuturnya.
Mencontoh dari Korea, yang pada saat 1980-an banyak permasalahan penerbangan seperti tingginya angka kecelakaan maskapai.
"Dulu Korea, Presidennya yang ambil alih. Dengan kebijakan bentuk task force. Kerja tiga tahun, lima tahun kemudian Korea Airlines bisa masuk top flight. Kita tidak bisa berdiri sendiri. Delay kemarin Lion Air dilihat orang seluruh dunia seperti di akuarium. Ini menyangkut harga diri bangsa," ujarnya di Menteng, Jakarta, Sabtu (21/2/2015).
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) era Megawati tersebut mengungkapkan, saat ini Indonesia menjadi salah satu negara pembeli pesawat airbus dan boeing terbesar. Kesenjangan antara jumlah dan kesiapan maskapai dinilai membuat dekat dengan kecelakaan.
"Kesenjangan ini result-nya (hasilnya) amburadul, dekat dengan kecelakaan. Potensi yang ada lebih dari delay sebenarnya. Mohon maaf dari hati, saya bilang hanya delay. Karena kalau terlangkahi, beyond (melewati) delay-nya banyak yang belum terjadi," jelas Chappy.
Ditempat yang sama, Staf Khusus Bidang Keterbukaan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hadi Mustofa Djuraid menjelaskan, pihaknya sudah melakukan manajemen reformasi terutama pada Angkasa Pura II.
"Kita lihat sekarang, bulan kemarin lakukan manajemen reformasi. Pergantian di Angkasa Pura II wajahnya sudah lebih oke. Karena yang ditekankan tiga. Harus aman, tertib, bersih mengelola penerbangan. Karena keberadaan loket undang calo makanya dilarang agar tertib," tuturnya.
(izz)