Pasar Beras Dikuasai Pedagang Besar

Rabu, 25 Februari 2015 - 10:04 WIB
Pasar Beras Dikuasai Pedagang Besar
Pasar Beras Dikuasai Pedagang Besar
A A A
JAKARTA - Pasar komoditas beras di Indonesia bermasalah karena bersifat oligopolistic atau hanya dikuasai beberapa pedagang besar. Karena itu, harga beras mudah dipermainkan pedagang.

”Jika pemain beras berskala besar ini berkolusi dan menahan distribusi beras ke masyarakat, otomatis pasar akan terpengaruh. Harganya bisa naik signifikan,” kata ekonom dari IPMI International Business School Jimmy M Rifai Gani di Jakarta, kemarin. Menurut mantan Direktur Utama PT Sarinah (persero) ini, pemerintah belum perlu melakukan impor beras karena stok beras di Bulog cukup untuk menstabilkan harga di pasar.

Apalagi, impor komoditas beras akan merugikan harga di tingkat petani dan memperlemah daya saing beras lokal. Kalaupun mesti mendatangkan beras dari luar negeri, kata Jimmy, beras yang diimpor itu hanya untuk keperluan tertentu dan jenis produknya tidak bisa dihasilkan di Tanah Air. Sebagaimana diketahui, pemerintah akan memberantas mafia beras dikarenakan harganya terus meningkat.

”Mafia beras itu ada dan harus diberantas, itu harus kita lakukan. Kita harus lawan dan harus kita bersihkan,” kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, belum lama ini. Nellys Sukidi, salah seorang pedagang beras di Pasar Induk BerasCipinang(PIBC) taksependapatdengantudingantersebut. ”Saya prihatin dengan tudingan sepertiitu, janganasalmenuding seperti itu. Kalau dia tahu ada pedagang nakal, silahkan tunjuk nama,” kata Nellys tadi malam.

Menurutnya melonjaknya harga beras ini murni karena pasokan beras kurang. Normalnya, pasokan beras ke PIBC tiap hari 3.000-3.500 ton, namun sekarang hanya 1.000- 1.200 ton saja. Minimnya pasokan ini, kata Nellys, disebabkan baru sebagian kecil saja daerah yang panen. Di antaranya adalah di Kabupaten Demak, Pati, Sragen, Ngawi, dan Madiun. ”Perlu diketahui, sejak November-Desember 2014 tidak ada panen. Makanya harga naik,” katanya.

Nellys optimistis pada April mendatang, harga dipastikan turun, karena pada bulan itu di hampir sebagian besar sentra padi mengalami panen raya sehingga pasokan beras ke pasarpasar melimpah. ”Jadi tidak usah saling menyalahkan, karena lonjakan harga ini disebabkan pasokan yang kurang,” katanya. Pengamat pertanian Khudori mengatakan bahwa melonjaknya harga beras dipicu oleh pasokan beras yang memang sangat minim. Lantaran hujan yang terlambat, masa tanam dan panen raya pun mundur.

”Seharusnya, Februari ini sudah mulai panen raya, tapi ini bisa mundur hingga satu setengah bulan ke depan,” kata Khudori kemarin. Ironisnya, pemerintah tidak mengantisipasi mundurnya panen raya ini. Malah, raskin yang seharusnya disalurkan kepada 15,5 rumah tangga sasaran(RTS) sejak November 2014 lalu tidak diberikan. Tak disalurkannya raskin ini sebagai dampak pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang akan menggantikan raskin dengan e-money.

”Raskin itu bisa menekankenaikanhargaberasdi pasaran hingga 10%. Jadi, sebenarnya harga beras itu mulai naik sejak November karena raskin tidak disalurkan,” kata Khudori. Menurut Khudori, upaya pemerintah untuk meredam kenaikan harga beras melalui operasi pasar tidak efektif. Buktinya, operasi pasar yang dilakukan sejak Desember lalu hingga sekarang tidak ada tanda-tanda penurunan harga.

Oleh karena itu, Khudori menyarankan agar raskin untuk jatah bulan Februari dan Maret disalurkan sekaligus di bulan ini. Raskin bulan Maret tetap disalurkan, mengambil jatah raskin bulan April. Sedangkan jatah bulan April tidak perlu disalurkan karena pada April mendatang sudah memasuki panen raya sehingga stok beras di masyarakat melimpah.

”Walaupun raskin disalurkan, operasi pasar juga harus tetap dilaksanakan tapi harus langsung ke masyarakat, jangan melalui pedagang. Dengan adanya raskin dan operasi pasar ini, maka pasokan beras ke pasar akan melimpah sehingga harga dengan sendirinya akan turun,” pungkas Khudori.

Sudarsono/ant
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8210 seconds (0.1#10.140)