Pengamat Nilai Kebijakan Pemerintah Penyebab Krisis Beras
A
A
A
JAKARTA - Pengamat menilai kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini bukan disebabkan adanya mafia dalam perdagangan. Namun, kebijakan pemerintah yang dinilai menjadi dalang harga beras terus meroket.
Pengamat Pertanian Khudori mengungkapkan, rencana pemerintah yang ingin menghapus beras miskin (raskin) dan menggantinya dengan e-money menjadi salah satu penyebab. Sebab, raskin menjadi sandaran hidup 15,5 juta masyarakat miskin.
"Raskin terlambat dibagikan karena katanya mau diganti e-money. Padahal itu (raskin) jadi sandaran hidup 15,5 juta masyarakat miskin," jelasnya dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya, di Waroeng Daun, Jakarta, Sabtu (28/2/2015).
Selain itu, lanjut dia, program Operasi Pasar yang dikerjakan pemerintah justru tidak efektif dan tidak menjangkau seluruh masyarakat miskin. Bahkan, beras operasi pasar yang seharusnya dijual dengan harga Rp7.400 per liter justru dijual lebih mahal.
"Operasi pasar itu enggak efektif. Dari Desember sampai Januari, Bulog dengan menggandeng pedagang itu telah menggelontorkan 75 ribu ton beras. Ternyata ditemukan beras yang harusnya dijual Rp7.400 per liter tidak ada yang jual segitu," imbuhnya.
Menurut Khudori, iklim dan cuaca yang tidak menentu juga menjadi penyebab harga beras merangkak naik. Sebab, pada Februari yang semestinya sudah panen raya, namun hujan terlambat datang dan panen pun molor.
"Musim paceklik bertambah panjang. Ini yang kurang diantisipasi. Salah satu yang paling mudah seberapa besar beras masuk ke Pasar Induk Beras Cipinang? Biasanya 3.000 ton, sekarang turunnya luar biasa," terangnya.
Dia menambahkan, konotasi mafia yang disematkan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel pun dirasa tidak sesuai untuk oknum yang bermain dalam perdagangan beras. Sebab, mafia merupakan perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan. "Pak Gobel lebih cenderung ke kartel," pungkas Khudori.
Pengamat Pertanian Khudori mengungkapkan, rencana pemerintah yang ingin menghapus beras miskin (raskin) dan menggantinya dengan e-money menjadi salah satu penyebab. Sebab, raskin menjadi sandaran hidup 15,5 juta masyarakat miskin.
"Raskin terlambat dibagikan karena katanya mau diganti e-money. Padahal itu (raskin) jadi sandaran hidup 15,5 juta masyarakat miskin," jelasnya dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya, di Waroeng Daun, Jakarta, Sabtu (28/2/2015).
Selain itu, lanjut dia, program Operasi Pasar yang dikerjakan pemerintah justru tidak efektif dan tidak menjangkau seluruh masyarakat miskin. Bahkan, beras operasi pasar yang seharusnya dijual dengan harga Rp7.400 per liter justru dijual lebih mahal.
"Operasi pasar itu enggak efektif. Dari Desember sampai Januari, Bulog dengan menggandeng pedagang itu telah menggelontorkan 75 ribu ton beras. Ternyata ditemukan beras yang harusnya dijual Rp7.400 per liter tidak ada yang jual segitu," imbuhnya.
Menurut Khudori, iklim dan cuaca yang tidak menentu juga menjadi penyebab harga beras merangkak naik. Sebab, pada Februari yang semestinya sudah panen raya, namun hujan terlambat datang dan panen pun molor.
"Musim paceklik bertambah panjang. Ini yang kurang diantisipasi. Salah satu yang paling mudah seberapa besar beras masuk ke Pasar Induk Beras Cipinang? Biasanya 3.000 ton, sekarang turunnya luar biasa," terangnya.
Dia menambahkan, konotasi mafia yang disematkan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel pun dirasa tidak sesuai untuk oknum yang bermain dalam perdagangan beras. Sebab, mafia merupakan perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan. "Pak Gobel lebih cenderung ke kartel," pungkas Khudori.
(dmd)