Dari Modal Rp1 juta Taflo Shoes Kini Merambah Pasar Eropa
A
A
A
INDUSTRI fashion dari waktu ke waktu selalu digandrungi masyarakat di Tanah Air. Tak jarang banyak orang yang banting setir, hijrah mencari peruntungan di industri yang sarat dengan kreativitas ini.
Sayang, dari sekian banyak pengusaha fashion di Indonesia, sedikit di antara mereka yang mengenalkan identitas budaya bangsa dalam produknya. Inilah yang menjadi peluang bagi Fany Silvia Febrian Dika, dalam mengembangkan brand sepatu Taflo Shoes.
Usaha yang mulai dirintis sejak 2014 ini memanfaatkan kain songket khas Indonesia untuk produk sepatu cantiknya. Sentuhan budaya Indonesia ini pun membawa Taflo Shoes melenggang hingga ke Eropa.
Kepada Sindonews, Fany menceritakan, idenya tersebut muncul saat pertukaran pelajar ke Selandia Baru pada 2009. Saat itu, dia menggunakan kain Songket dalam pertunjukan Tari Piring.
"Jadi teman-teman di sana penasaran ini kain apa, ini kain Songket. Nah, dari situ kepikiran dan timbul ide bagaimana sih kain Songket ini dijadikan sebuah produk," tuturnya di Jakarta, Sabtu (28/2/2015).
Taflo sendiri berasal dari kata Talang Flower, tempat kelahirannya di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Taflo Shoes diakuinya memiliki visi untuk mengangkat dan memperkenalkan kembali seni kerajinan Songket melalui produk sepatu agar lebih mudah dikenal.
"Selama ini kan orang bikinnya ini (Songket) buat nikah atau buat kebaya. Produk yang lain seperti buat bag, shoes itu ada tapi enggak branding. Timbul lah ide, bikin produk yang menggunakan bahan tradisional. Salah satunya songket, dan batik," ujarnya.
Menurut Fany, kain yang digunakan untuk produk sepatunya adalah kain songket dan batik dari Kabupaten Solok, Madura, hingga Surabaya. Tujuannya, untuk memperkenalkan masyarakat bahwa di Kabupaten Solok sudah ada rumah batik.
Gadis minang ini mengungkapkan, produk sepatunya tersebut hanya dibuat 10 pasang per desain. Hal ini agar sepatu buatannya tidak pasaran dan eksklusif. Berkat kegigihannya tersebut, kini Fany mampu memproduksi 500-1.000 pasang sepatu.
Dia menyebutkan, modal awal untuk usaha ini hanya Rp1 juta. Dari modal tersebut, dia mampu menciptakan lima pasang sepatu. Kemudian modal meningkat beberapa kali lipat hingga Rp10 juta dan menciptakan 100 pasang sepatu.
Fany mengatakan, proses produksi dibantu oleh tujuh orang karyawan. Lima orang untuk bagian produksi, satu orang packing dan satu orang finishing. Dia memanfaatkan perajin Minang yang ada di Jakarta untuk membantu proses produksi.
"Kita kan masih menggunakan perajin di Jakarta. Memang orang Minang, tapi mereka kerja di Jakarta," terangnya.
Harga sepatu Taflo Shoes yang dibuatnya beranekaragam. Dari yang termurah Rp150 ribu sampai dengan yang termahal Rp1,2 juta per pasang. Untuk flatshoes berbahan batik dibanderol Rp150 ribu per pasang. Sementara yang berbahan songket Rp200 ribu per pasang. Sepatu boots berbahan songket produk yang paling mahal, yakni Rp1,2 juta per pasang.
Kini, omzet yang diraih Fany dari usahanya berkisar antara Rp60 juta hingga Rp150 juta. Sebelumnya, Taflo Shoes hanya mampu memproduksi 100 pasang, dan kini mampu hingga 1.000 pasang. "Peningkatannya (omzet) hingga 60% dari awal," ucapnya.
Untuk pangsa pasar, lanjut Fany, mencakup Bali, Tangerang, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung. Sementara di luar negeri telah merambah pasar Eropa (Manchester, London), Malaysia dan Jepang (Hokaido).
"Saya kerja sama dengan orang yang bawa produk Indonesia ke luar negeri. Jadi mereka promosi dan branding juga. Permasalahannya biaya masih mahal untuk kirim ke luar negeri," ungkapnya.
Produk sepatunya tersebut 75% menyasar kalangan remaja. Untuk pemasaran, selain mengandalkan reseller, Fany juga menjualnya melalui media sosial, seperti website, Facebook, dan Instagram.
"Reseller-nya banyak di Sumatera Barat, Solok, Padang, Payakumbuh, Bukit Tinggi. Di Jawa itu ada di Yogya, Cikarang, Depok, dan Bekasi," ujarnya.
Sebagai informasi, Fany dengan Talfo Shoes-nya adalah pemenang Business Plan Competition Oneintwenty Movement 2014 Regional Padang kategori Fashion, yang nantinya akan berkompetisi ditingkat nasional bersaing bersama 8 kota di Indonesia bulan April 2015 mendatang mewakili kota Padang.
Sayang, dari sekian banyak pengusaha fashion di Indonesia, sedikit di antara mereka yang mengenalkan identitas budaya bangsa dalam produknya. Inilah yang menjadi peluang bagi Fany Silvia Febrian Dika, dalam mengembangkan brand sepatu Taflo Shoes.
Usaha yang mulai dirintis sejak 2014 ini memanfaatkan kain songket khas Indonesia untuk produk sepatu cantiknya. Sentuhan budaya Indonesia ini pun membawa Taflo Shoes melenggang hingga ke Eropa.
Kepada Sindonews, Fany menceritakan, idenya tersebut muncul saat pertukaran pelajar ke Selandia Baru pada 2009. Saat itu, dia menggunakan kain Songket dalam pertunjukan Tari Piring.
"Jadi teman-teman di sana penasaran ini kain apa, ini kain Songket. Nah, dari situ kepikiran dan timbul ide bagaimana sih kain Songket ini dijadikan sebuah produk," tuturnya di Jakarta, Sabtu (28/2/2015).
Taflo sendiri berasal dari kata Talang Flower, tempat kelahirannya di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Taflo Shoes diakuinya memiliki visi untuk mengangkat dan memperkenalkan kembali seni kerajinan Songket melalui produk sepatu agar lebih mudah dikenal.
"Selama ini kan orang bikinnya ini (Songket) buat nikah atau buat kebaya. Produk yang lain seperti buat bag, shoes itu ada tapi enggak branding. Timbul lah ide, bikin produk yang menggunakan bahan tradisional. Salah satunya songket, dan batik," ujarnya.
Menurut Fany, kain yang digunakan untuk produk sepatunya adalah kain songket dan batik dari Kabupaten Solok, Madura, hingga Surabaya. Tujuannya, untuk memperkenalkan masyarakat bahwa di Kabupaten Solok sudah ada rumah batik.
Gadis minang ini mengungkapkan, produk sepatunya tersebut hanya dibuat 10 pasang per desain. Hal ini agar sepatu buatannya tidak pasaran dan eksklusif. Berkat kegigihannya tersebut, kini Fany mampu memproduksi 500-1.000 pasang sepatu.
Dia menyebutkan, modal awal untuk usaha ini hanya Rp1 juta. Dari modal tersebut, dia mampu menciptakan lima pasang sepatu. Kemudian modal meningkat beberapa kali lipat hingga Rp10 juta dan menciptakan 100 pasang sepatu.
Fany mengatakan, proses produksi dibantu oleh tujuh orang karyawan. Lima orang untuk bagian produksi, satu orang packing dan satu orang finishing. Dia memanfaatkan perajin Minang yang ada di Jakarta untuk membantu proses produksi.
"Kita kan masih menggunakan perajin di Jakarta. Memang orang Minang, tapi mereka kerja di Jakarta," terangnya.
Harga sepatu Taflo Shoes yang dibuatnya beranekaragam. Dari yang termurah Rp150 ribu sampai dengan yang termahal Rp1,2 juta per pasang. Untuk flatshoes berbahan batik dibanderol Rp150 ribu per pasang. Sementara yang berbahan songket Rp200 ribu per pasang. Sepatu boots berbahan songket produk yang paling mahal, yakni Rp1,2 juta per pasang.
Kini, omzet yang diraih Fany dari usahanya berkisar antara Rp60 juta hingga Rp150 juta. Sebelumnya, Taflo Shoes hanya mampu memproduksi 100 pasang, dan kini mampu hingga 1.000 pasang. "Peningkatannya (omzet) hingga 60% dari awal," ucapnya.
Untuk pangsa pasar, lanjut Fany, mencakup Bali, Tangerang, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung. Sementara di luar negeri telah merambah pasar Eropa (Manchester, London), Malaysia dan Jepang (Hokaido).
"Saya kerja sama dengan orang yang bawa produk Indonesia ke luar negeri. Jadi mereka promosi dan branding juga. Permasalahannya biaya masih mahal untuk kirim ke luar negeri," ungkapnya.
Produk sepatunya tersebut 75% menyasar kalangan remaja. Untuk pemasaran, selain mengandalkan reseller, Fany juga menjualnya melalui media sosial, seperti website, Facebook, dan Instagram.
"Reseller-nya banyak di Sumatera Barat, Solok, Padang, Payakumbuh, Bukit Tinggi. Di Jawa itu ada di Yogya, Cikarang, Depok, dan Bekasi," ujarnya.
Sebagai informasi, Fany dengan Talfo Shoes-nya adalah pemenang Business Plan Competition Oneintwenty Movement 2014 Regional Padang kategori Fashion, yang nantinya akan berkompetisi ditingkat nasional bersaing bersama 8 kota di Indonesia bulan April 2015 mendatang mewakili kota Padang.
(dmd)