BI Rate Turun, Sektor Automotif Diprediksi Pulih
A
A
A
JAKARTA - Sektor automotif diproyeksikan akan mendapatkan angin segar pasca penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate).
Analis Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Guntur Tri Haryanto memproyesikan, kondisi sektor automotif ke depannya akan mendapat angin segar dari turunnya BI rate.
"Harga jual bisa diturunkan, yang diharapkan dapat mendorong penjualan," jelasnya saat di hubungi, Minggu (1/3/2015)
Hal itu ditambah dengan kajian yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merevisi pembatasan uang muka pembelian kendaraan dengan cara kredit.
“Hal tersebut dapat membantu penjualan di sektor ini. Bahkan menurut pelaku industri, peraturan uang muka jauh lebih berdampak bagi industri automotif dibandingkan kenaikan suku bunga,” pungkasnya.
Sebagai catatan, pada kuartal IV/2014, laba perusahaan automotif tertekan karena terjadinya penurunan penjualan ditambah dengan naiknya harga bahan baku dan kenaikan beban operasional.
“Penjualan kendaraan di tahun lalu cenderung flat, dan tren ini sepertinya masih akan terjadi. Para produsen bahkan harus melakukan berbagai upaya untuk mendorong penjualan, sehingga beban marketing pun mengalami kenaikan,” tambahnya
Sektor automotif juga terbebani kenaikan harga bahan bakar, tarif listrik, upah tenaga kerja, serta pelrmahan rupiah, sehingga mendorong beban pokok produksi dan operasional naik cukup tinggi.
“Belum lagi peraturan uang muka minimal, baik melalui pembiayaan biasa atau syariah,” tuturnya.
Analis Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Guntur Tri Haryanto memproyesikan, kondisi sektor automotif ke depannya akan mendapat angin segar dari turunnya BI rate.
"Harga jual bisa diturunkan, yang diharapkan dapat mendorong penjualan," jelasnya saat di hubungi, Minggu (1/3/2015)
Hal itu ditambah dengan kajian yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merevisi pembatasan uang muka pembelian kendaraan dengan cara kredit.
“Hal tersebut dapat membantu penjualan di sektor ini. Bahkan menurut pelaku industri, peraturan uang muka jauh lebih berdampak bagi industri automotif dibandingkan kenaikan suku bunga,” pungkasnya.
Sebagai catatan, pada kuartal IV/2014, laba perusahaan automotif tertekan karena terjadinya penurunan penjualan ditambah dengan naiknya harga bahan baku dan kenaikan beban operasional.
“Penjualan kendaraan di tahun lalu cenderung flat, dan tren ini sepertinya masih akan terjadi. Para produsen bahkan harus melakukan berbagai upaya untuk mendorong penjualan, sehingga beban marketing pun mengalami kenaikan,” tambahnya
Sektor automotif juga terbebani kenaikan harga bahan bakar, tarif listrik, upah tenaga kerja, serta pelrmahan rupiah, sehingga mendorong beban pokok produksi dan operasional naik cukup tinggi.
“Belum lagi peraturan uang muka minimal, baik melalui pembiayaan biasa atau syariah,” tuturnya.
(rna)