Pengusaha Protes Larangan Penjualan Miras di Minimarket
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pengusaha dan aktivis memprotes larangan penjualan minuman beralkohol di bawah 5% di seluruh minimarket di Indonesia. Karena akan berdampak semakin banyaknya peredaran minuman keras jenis oplosan di pasar gelap.
Executive Officer Grup Industri Minuman Malt Indonesia (Gimmi) Bambang Britono mengatakan, sejak adanya peraturan Kemendag soal larangan berjualan bir di minimarket pada 16 Mei, membuat kalangan produk bir menurun.
"Sebelum diterbitkan aturan tersebut penghasilan produk turun 30% pada Februari 2015. Belum lagi petugas Satpol PP dan Kepolisian merazia minuman beralkohol," katanya dalam pertemuan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), Jakarta, Selasa (3/3/2015).
Pihaknya telah meminta BPKM sebagai penyalur pengaduan untuk memfasilitasi keluhan pengusaha. "Kami sudah lapor ke BPKM, beliau akan memfasilitasi apa yang kami sampaikan, dampaknya akan direspon," tegas dia.
Kordinator East Java Action Lembaga non profit yang bergerak anti narkoba sekaligus pendiri rumah terapi korban oplosan Rudhy Wedasmara menegaskan, sejak 2013 hingga saat ini sudah ada 147 peraturan daerah baru yang melarang dan membatasi penjualan minuman keras beralhokol.
Namun, justru tidak menurunkan angka kematian akibat konsumsi oplosan di Indonesia, yang mencapai 18 ribu kematian tiap tahunnya. "Saat ini saja sebelum peraturan itu berlaku, penjualan minuman keras beralkohol jenis oplosan terus meningkat. Peningkatan penjualan oplosan di pasar gelap ini berbanding lurus terhadap jumlah korban oplosan yang tewas usai meminum," tuturnya.
Menurutnya, beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Cirebon sejak 2014 sudah menerapkan aturan larangan penjualan minuman keras beralkohol segala jenis di supermarket dan minimarket.
Berdasarkan data yang dipublikasikan di media massa sejak 2013-2014 menyebutkan 107 korban meninggal dunia akibat oplosan. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan 2011-2012 yang mencapai 50 korban jiwa.
Seperti diketahui, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel melarang penjualan minuman beralkohol di bawah 5% dijual di minimarket. Penjualan minuman beralkohol golongan A hanya boleh dilakukan oleh supermarket atau hipermarket.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol yang ditandatangani pada 16 Januari 2015 lalu.
Atas keluarnya aturan ini, pebisnis minimarket wajib menarik minuman beralkohol jenis bir dari gerai minimarket miliknya paling lambat tiga bulan sejak aturan ini terbit.
Executive Officer Grup Industri Minuman Malt Indonesia (Gimmi) Bambang Britono mengatakan, sejak adanya peraturan Kemendag soal larangan berjualan bir di minimarket pada 16 Mei, membuat kalangan produk bir menurun.
"Sebelum diterbitkan aturan tersebut penghasilan produk turun 30% pada Februari 2015. Belum lagi petugas Satpol PP dan Kepolisian merazia minuman beralkohol," katanya dalam pertemuan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), Jakarta, Selasa (3/3/2015).
Pihaknya telah meminta BPKM sebagai penyalur pengaduan untuk memfasilitasi keluhan pengusaha. "Kami sudah lapor ke BPKM, beliau akan memfasilitasi apa yang kami sampaikan, dampaknya akan direspon," tegas dia.
Kordinator East Java Action Lembaga non profit yang bergerak anti narkoba sekaligus pendiri rumah terapi korban oplosan Rudhy Wedasmara menegaskan, sejak 2013 hingga saat ini sudah ada 147 peraturan daerah baru yang melarang dan membatasi penjualan minuman keras beralhokol.
Namun, justru tidak menurunkan angka kematian akibat konsumsi oplosan di Indonesia, yang mencapai 18 ribu kematian tiap tahunnya. "Saat ini saja sebelum peraturan itu berlaku, penjualan minuman keras beralkohol jenis oplosan terus meningkat. Peningkatan penjualan oplosan di pasar gelap ini berbanding lurus terhadap jumlah korban oplosan yang tewas usai meminum," tuturnya.
Menurutnya, beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Cirebon sejak 2014 sudah menerapkan aturan larangan penjualan minuman keras beralkohol segala jenis di supermarket dan minimarket.
Berdasarkan data yang dipublikasikan di media massa sejak 2013-2014 menyebutkan 107 korban meninggal dunia akibat oplosan. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan 2011-2012 yang mencapai 50 korban jiwa.
Seperti diketahui, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel melarang penjualan minuman beralkohol di bawah 5% dijual di minimarket. Penjualan minuman beralkohol golongan A hanya boleh dilakukan oleh supermarket atau hipermarket.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol yang ditandatangani pada 16 Januari 2015 lalu.
Atas keluarnya aturan ini, pebisnis minimarket wajib menarik minuman beralkohol jenis bir dari gerai minimarket miliknya paling lambat tiga bulan sejak aturan ini terbit.
(izz)