BTPN Catat Penyaluran Kredit Tumbuh 13%
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) menyalurkan kredit sebesar Rp52 triliun sepanjang 2014 atau tumbuh 13% dibanding tahun sebelumnya senilai Rp46,1 triliun.
Perseroan tetap fokus melayani masyarakat berpenghasilan rendah serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Termasuk, masyarakat prasejahtera produktif (mass market). “Ini yang mendorong pertumbuhan kredit BTPN yang sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan kredit industri yang di kisaran 12%.
Kami dapat tumbuh dengan tingkat rasio kredit bermasalah (nonperforming loan /NPL) rendah. Hal ini juga di tengah situasi perekonomian yang menantang. Penyaluran kredit ke segmen UMKM mampu tumbuh 22%,” ujar Direktur Utama BTPN Jerry Ng dalam keterangan tertulisnya kemarin.
Dia mengatakan, pihaknya juga menyalurkan kredit ke para pensiunan. Anak usaha, BTPN Syariah, juga mengembangkan segmen masyarakat prasejahtera produktif (productive poor ). Jerry mengungkapkan, penyaluran dana ke segmen itu tumbuh 85% dari Rp1,35 triliun pada 31 Desember 2013 menjadi Rp2,5 triliun pada 31 Desember 2014.
“Data ini menunjukkan betapa tingginya kebutuhan pembiayaan produktif di segmen ini. Kami percaya, dengan pendampingan yang dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan dan terukur, nasabah akan dapat tumbuh,” lanjutnya.
Menurut dia, kenaikan penyaluran kredit tetap diimbangi dengan penerapan asas kehatihatian yang tecermin dari NPL gross tetap terjaga di 0,7% pada akhir 2014. Hal ini tidak terlepas dari strategi BTPN yang memberikan pelatihan dan pendampingan secara berkelanjutan kepada nasabah.
Pelatihan dan pendampingan yang dikenal dengan Program Daya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas nasabah yang meliputi para pensiunan, pelaku UMKM, serta komunitas prasejahtera produktif. “Nasabah yang disiplin mempraktikkan pelatihan keuangan dalam mengelola usahanya, merasakan langsung manfaat Program Daya,” ungkapnya.
Sepanjang 2014 BTPN telah menyelenggarakan 143.277 aktivitas Daya, naik 59% (yoy). Jumlah peserta Program Daya sendiri mencapai 1.770.299 nasabah atau meningkat 16% ( yoy). Data ini menunjukkan tingginya minat nasabah untuk mengikuti program pemberdayaan. Jerry menambahkan, untuk menyesuaikan laju pertumbuhan kredit, BTPN menyeimbangkan porsi pendanaan dengan memperhatikan kecukupan likuiditas.
Hingga akhir 2014 tercatat, dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp53,3 triliun, tumbuh 2% dari periode yang sama tahun lalu Rp52,2 triliun. Sementara, pendanaan yang bersumber dari pinjaman bilateral dan obligasi sebesar Rp8,2 triliun, meningkat 29% dari periode tahun sebelumnya sebesar Rp6,36 triliun.
“Dengan demikian, pada 2014 total funding BTPN tumbuh 5% (yoy). Diversifikasi pendanaan merupakan salah satu langkah yang diambil BTPN untuk meringankan biaya dana (cosf of fund),” ujarnya. Jerry menyebut tahun 2014 sebagai periode penuh tantangan bagi industri perbankan. Dalam menyikapinya, BTPN fokus melakukan hal-hal fundamental secara konservatif dan hati-hati.
Antara lain, menjaga kecukupan likuiditas, menjaga kualitas kredit dengan baik, serta mengelola biaya bunga dan biaya operasional secara cermat. Dengan menyeimbangkan pengumpulan DPK dan penyaluran kredit, BTPN mencatat tingkat rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio /LDR) mencapai 97%.
Namun, lanjut dia, apabila memperhitungkan pendanaan dari obligasi dan pinjaman bilateral, rasio likuiditas BTPN berada di level 84%. “Jika memasukkan komponen ekuitas, rasio likuiditas kami sebesar 71%. Rasio ini menunjukkan likuiditas kami masih sangat kuat dan sehat,” katanya. Ke depan BTPN akan terus melakukan diversifikasi sumber- sumber pendanaannya.
Salah satunya, pada 27 Februari 2015 lalu BTPN kembali memperoleh komitmen pinjaman dari IFC dalam mata uang rupiah senilai ekuivalen USD300 juta, di mana USD75 juta disediakan oleh IFC, dan sebesar USD 225 juta dari mobilisasi dana Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) oleh IFC. “SMBC berperan signifikan dalam kerja sama penyaluran pinjaman ke BTPN kali ini.
Kolaborasi yang kuat antara SMBC dan IFC merefleksikan komitmen bersama dalam membuka akses finansial yang lebih luas untuk mengembangkan perekonomian Indonesia,” lanjut Jerry. Pertumbuhan yang cukup moderat di sisi kredit dan DPK, mendorong peningkatan aset BTPN sebesar 8% (yoy) dari Rp69,7 triliun menjadi Rp75 triliun pada Desember 2014.
Adapun, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio /CAR) sebesar 23,3%, jauh di atas ambang batas ideal yang ditentukan regulator. Sementara, laba bersih setelah pajak (NPAT) tahun 2014 mencapai Rp1,85 triliun, lebih rendah 13% dari periode yang sama Desember 2013 sebesar Rp2,13 triliun.
“Kenaikan suku bunga acuan sejak semester II- 2013 lalu mengerek bunga deposito dan terus berlanjut di 2014. Ini tentu berpengaruh pada cost of fund kami. Namun kami optimistis, dengan modal kinerja yang sehat, dan dengan dukungan SMBC sebagai pemegang saham mayoritas, ke depan BTPN akan mampu bertumbuh bahkan lebih baik lagi,” tutupnya.
Hafid fuad
Perseroan tetap fokus melayani masyarakat berpenghasilan rendah serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Termasuk, masyarakat prasejahtera produktif (mass market). “Ini yang mendorong pertumbuhan kredit BTPN yang sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan kredit industri yang di kisaran 12%.
Kami dapat tumbuh dengan tingkat rasio kredit bermasalah (nonperforming loan /NPL) rendah. Hal ini juga di tengah situasi perekonomian yang menantang. Penyaluran kredit ke segmen UMKM mampu tumbuh 22%,” ujar Direktur Utama BTPN Jerry Ng dalam keterangan tertulisnya kemarin.
Dia mengatakan, pihaknya juga menyalurkan kredit ke para pensiunan. Anak usaha, BTPN Syariah, juga mengembangkan segmen masyarakat prasejahtera produktif (productive poor ). Jerry mengungkapkan, penyaluran dana ke segmen itu tumbuh 85% dari Rp1,35 triliun pada 31 Desember 2013 menjadi Rp2,5 triliun pada 31 Desember 2014.
“Data ini menunjukkan betapa tingginya kebutuhan pembiayaan produktif di segmen ini. Kami percaya, dengan pendampingan yang dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan dan terukur, nasabah akan dapat tumbuh,” lanjutnya.
Menurut dia, kenaikan penyaluran kredit tetap diimbangi dengan penerapan asas kehatihatian yang tecermin dari NPL gross tetap terjaga di 0,7% pada akhir 2014. Hal ini tidak terlepas dari strategi BTPN yang memberikan pelatihan dan pendampingan secara berkelanjutan kepada nasabah.
Pelatihan dan pendampingan yang dikenal dengan Program Daya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas nasabah yang meliputi para pensiunan, pelaku UMKM, serta komunitas prasejahtera produktif. “Nasabah yang disiplin mempraktikkan pelatihan keuangan dalam mengelola usahanya, merasakan langsung manfaat Program Daya,” ungkapnya.
Sepanjang 2014 BTPN telah menyelenggarakan 143.277 aktivitas Daya, naik 59% (yoy). Jumlah peserta Program Daya sendiri mencapai 1.770.299 nasabah atau meningkat 16% ( yoy). Data ini menunjukkan tingginya minat nasabah untuk mengikuti program pemberdayaan. Jerry menambahkan, untuk menyesuaikan laju pertumbuhan kredit, BTPN menyeimbangkan porsi pendanaan dengan memperhatikan kecukupan likuiditas.
Hingga akhir 2014 tercatat, dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp53,3 triliun, tumbuh 2% dari periode yang sama tahun lalu Rp52,2 triliun. Sementara, pendanaan yang bersumber dari pinjaman bilateral dan obligasi sebesar Rp8,2 triliun, meningkat 29% dari periode tahun sebelumnya sebesar Rp6,36 triliun.
“Dengan demikian, pada 2014 total funding BTPN tumbuh 5% (yoy). Diversifikasi pendanaan merupakan salah satu langkah yang diambil BTPN untuk meringankan biaya dana (cosf of fund),” ujarnya. Jerry menyebut tahun 2014 sebagai periode penuh tantangan bagi industri perbankan. Dalam menyikapinya, BTPN fokus melakukan hal-hal fundamental secara konservatif dan hati-hati.
Antara lain, menjaga kecukupan likuiditas, menjaga kualitas kredit dengan baik, serta mengelola biaya bunga dan biaya operasional secara cermat. Dengan menyeimbangkan pengumpulan DPK dan penyaluran kredit, BTPN mencatat tingkat rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio /LDR) mencapai 97%.
Namun, lanjut dia, apabila memperhitungkan pendanaan dari obligasi dan pinjaman bilateral, rasio likuiditas BTPN berada di level 84%. “Jika memasukkan komponen ekuitas, rasio likuiditas kami sebesar 71%. Rasio ini menunjukkan likuiditas kami masih sangat kuat dan sehat,” katanya. Ke depan BTPN akan terus melakukan diversifikasi sumber- sumber pendanaannya.
Salah satunya, pada 27 Februari 2015 lalu BTPN kembali memperoleh komitmen pinjaman dari IFC dalam mata uang rupiah senilai ekuivalen USD300 juta, di mana USD75 juta disediakan oleh IFC, dan sebesar USD 225 juta dari mobilisasi dana Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) oleh IFC. “SMBC berperan signifikan dalam kerja sama penyaluran pinjaman ke BTPN kali ini.
Kolaborasi yang kuat antara SMBC dan IFC merefleksikan komitmen bersama dalam membuka akses finansial yang lebih luas untuk mengembangkan perekonomian Indonesia,” lanjut Jerry. Pertumbuhan yang cukup moderat di sisi kredit dan DPK, mendorong peningkatan aset BTPN sebesar 8% (yoy) dari Rp69,7 triliun menjadi Rp75 triliun pada Desember 2014.
Adapun, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio /CAR) sebesar 23,3%, jauh di atas ambang batas ideal yang ditentukan regulator. Sementara, laba bersih setelah pajak (NPAT) tahun 2014 mencapai Rp1,85 triliun, lebih rendah 13% dari periode yang sama Desember 2013 sebesar Rp2,13 triliun.
“Kenaikan suku bunga acuan sejak semester II- 2013 lalu mengerek bunga deposito dan terus berlanjut di 2014. Ini tentu berpengaruh pada cost of fund kami. Namun kami optimistis, dengan modal kinerja yang sehat, dan dengan dukungan SMBC sebagai pemegang saham mayoritas, ke depan BTPN akan mampu bertumbuh bahkan lebih baik lagi,” tutupnya.
Hafid fuad
(bbg)