Pemerintah Tidak Melihat Dasar Pelemahan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menilai secara umum pemerintah tidak melihat masalah mendasar dari melemahnya nilai tukar rupiah. Nilai tukar berangsur-angsur melemah karena defisit transaksi berjalan dan utang swasta yang sudah besar. Di tambah dengan peningkatan utang pemerintah.
Pengamat Ekonomi Politik AEPI, Kusfiardi mengemukakan, apa yang diperoleh pemerintah dengan kebijakan itu sebenarnya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang mendasar. Bahkan, berpotensi menyelesaikan masalah fiskal.
"Di satu sisi mengenai transaksi rupiah dalam negeri, itu kan disebutkan baru mau sosialisasi. Nah, tapi kalau dalam negeri itu kan tidak ada sanksi tegasnya kalau melakukan transaksi selain menggunakan mata uang rupiah," ujarnya, Selasa (17/3/2015).
Artinya, lanjut dia, itu membahayakan perekonomian karena keharusan menggunakan mata uang nasional itu menjadi tidak ada. Selain itu, tidak ada semangat untuk melakukan koreksi bahwa pelemahan rupiah ini lebih banyak diakibatkan salah urus sektor keuangan dan sektor riil.
"Ini mestinya bisa diperbaiki oleh pemerintah lewat kebijakan dan juga program langsung untuk intervensi. Kalau BI melepas dolar (USD) ke pasar, maka cadangan devisa kita akan berkurang dan itu bisa berpengaruh pada pembiayaan impor," katanya.
Kemudian, lanjut dia, jika BI menaikkan suku bunga untuk menahan kejatuhan nilai rupiah, maka tingkat bunga bank akan semakin mahal dan akan memicu pihak swasta untuk semakin agresif mencari utang ke luar negeri.
"Sehingga, harus ada upaya pemerintah mengganti apa yang mereka punya, agar dalam waktu dekat bisa mengurangi defisit transaksi berjalan dan mendorong industri mempunyai nilai tambah," papar Kusfiardi.
Pengamat Ekonomi Politik AEPI, Kusfiardi mengemukakan, apa yang diperoleh pemerintah dengan kebijakan itu sebenarnya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang mendasar. Bahkan, berpotensi menyelesaikan masalah fiskal.
"Di satu sisi mengenai transaksi rupiah dalam negeri, itu kan disebutkan baru mau sosialisasi. Nah, tapi kalau dalam negeri itu kan tidak ada sanksi tegasnya kalau melakukan transaksi selain menggunakan mata uang rupiah," ujarnya, Selasa (17/3/2015).
Artinya, lanjut dia, itu membahayakan perekonomian karena keharusan menggunakan mata uang nasional itu menjadi tidak ada. Selain itu, tidak ada semangat untuk melakukan koreksi bahwa pelemahan rupiah ini lebih banyak diakibatkan salah urus sektor keuangan dan sektor riil.
"Ini mestinya bisa diperbaiki oleh pemerintah lewat kebijakan dan juga program langsung untuk intervensi. Kalau BI melepas dolar (USD) ke pasar, maka cadangan devisa kita akan berkurang dan itu bisa berpengaruh pada pembiayaan impor," katanya.
Kemudian, lanjut dia, jika BI menaikkan suku bunga untuk menahan kejatuhan nilai rupiah, maka tingkat bunga bank akan semakin mahal dan akan memicu pihak swasta untuk semakin agresif mencari utang ke luar negeri.
"Sehingga, harus ada upaya pemerintah mengganti apa yang mereka punya, agar dalam waktu dekat bisa mengurangi defisit transaksi berjalan dan mendorong industri mempunyai nilai tambah," papar Kusfiardi.
(dmd)