Aktuaris Asuransi di Indonesia Minim

Rabu, 18 Maret 2015 - 08:42 WIB
Aktuaris Asuransi di Indonesia Minim
Aktuaris Asuransi di Indonesia Minim
A A A
JAKARTA - Industri asuransi di Indonesia masih butuh banyak tenaga aktuaris, namun yang dihasilkan perguruan tinggi di Tanah Air masih sangat minim.

Kampanye Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang program 1.000 aktuaris yang digaungkan dua tahun lalu ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan asuransi jiwa di Indonesia. “Indonesia saat ini boleh dibilang darurat aktuaris. Supply sangat minim, sedangkan demand-nya besar,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Firdaus Djaelani saat acara pemberian beasiswa aktuaris dari perusahaan asuransi jiwa PT AIA Financial di Jakarta kemarin.

Beasiswa itu diberikan kepada 12 mahasiswa terpilih di lima perguruan tinggi, yakni Universitas Indonesia, IPB, ITB, UGM, dan ITS. Firdaus menjelaskan, saat ini di Indonesia baru ada sekitar 380 aktuaris, padahal kebutuhannya sangat tinggi. Menurutdia, kampanye OJK tentang program 1.000 aktuaris itu sebenarnya bukan mematok harus terpenuhi 1.000 orang aktuaris, tetapi itu hanya gambaran bahwa Indonesia butuh sangat banyak tenaga aktuaris.

Setelah program itu dikampanyekan Firdaus memperkirakan dalam lima tahun akan tercapai 500 hingga 700 aktuaris. Karena itu, Firdaus menyambut baik adanya upaya pihak perusahaan asuransi seperti AIA yang ikut mendorong terciptanya SDM untuk profesi aktuaris melalui pemberian beasiswa. Firdaus mengakui, profesi aktuaris sangat penting bagi industri asuransi. Sebab, aktuarislah yang bisa menciptakan produk asuransi yang baik.

Soalnya, mereka pandai berhitung. Tetapi, bukan berarti profesi aktuaris itu hanya untuk lulusan ilmu matematika dan statistik. “Ini yang kami kampanyekan, jurusan apa pun bisa, asal memiliki pengetahuan dasar matematika,” ujarnya. Minimnya SDM untuk aktuaris karena memang industri asuransi kurang melakukan kampanye ke perguruan tinggi.

Belum ada sosialisasi yang gencar bahwa profesi ini sangat menjanjikan dan memiliki daya tawar sangat tinggi. Apalagi, kebutuhannya masih sangat besar. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya jumlah perusahaan asuransi, besarnya potensi pasar asuransi, dan masih minimnya penetrasi proteksi di Indonesia. “Saat ini pertumbuhan industri asuransi lebih tinggi ketimbang perbankan. Pertumbuhan aset industri asuransi mencapai 40%. Padahal, penetrasinya baru sekitar dua persen. Makanya, potensi pasarnya sangat besar,” papar Firdaus.

Presiden Direktur AIA Ng Kee Heng (Ben Ng) mengatakan, program pemberian beasiswa aktuaris AIA yang diberi nama AIA Future Actuaries Program merupakan kontribusi AIA untuk mengimbangi pertumbuhan pesat industri asuransi di Indonesia. “Ini sekaligus dukungan kami terhadap kampanye 1.000 aktuaris yang digagas OJK,” ujarnya. Dia menjelaskan, aktuaris memainkan peranan penting untukmengembangkanindustri asuransi di Indonesia karena mereka membantu memastikan kesehatan dan solvabilitas bisnis asuransi melalui pengembangan produk serta analisa keuangan.

“Kami berkolaborasidenganlembagaakademis dengan akreditasi yang sangat baikuntuk bersama-sama membantu membekali para calon aktuaris andal,” tambahnya. Beng Eng mengatakan, OJK pada 2013 lalu menargetkan jumlah aktuaris di Indonesia mencapai 1.000 aktuaris dalam jangkawaktulimatahun. Haltersebut untuk menjawab kebutuhan aktuaris profesional di industri asuransi yang diperkirakan mencapai 1.800 aktuaris.

Ketua Umum Persatuan AktuarisIndonesia(PAI) Rianto A Djojosugito menjelaskan, dua dekade lalu, kebutuhan aktuaris tidak sebesar saat ini. Walaupun manajemen pengelola aset hanya menangani dana belasan triliun rupiah. Saat ini, pertumbuhannya sangat tinggi,mencapai 20- 30% dengan dana ratusan triliun rupiah. Perkembangan itu harus didukung SDM yang siap pakai.

“Kenyataannya, HRD (human resource department) kita kedodoran,” katanya . Saat ini ada 40 perusahaan asuransi jiwa dan sekitar 90 asuransi umum, tetapi jumlah aktuaris yang ada di Indonesia hanya 380 orang. “Karena itulah, kami bekerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi agar bisa menyuplai tenaga aktuaris,” ujar Rianto.

Saat ini untuk menjadi aktuaris tidak mudah. Sebab, PAI memiliki standar global yang diakui International Actuaries Association (IAA). Standar itu diikuti karena PAI sudah berafiliasi dengan IAA sebagai organisasiaktuarisinternasional sejak 2008. Karena itulah, tambah Rianto, kurikulum untuk mendapatkan sertifikasi harus ketat dijalani calon aktuaris.

“Kerja sama dengan pihak kampus ini akan lebih mudah, sehingga ada penyetaraan. Jadi, waktu belajar untuk mendapatkan sertifikat aktuaris bisa dicicil lewat perkuliahan dikampus,” katanya.

Hatim varabi
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2911 seconds (0.1#10.140)