Bahan Baku Minim, Industri Tembakau Impor

Kamis, 19 Maret 2015 - 12:16 WIB
Bahan Baku Minim, Industri Tembakau Impor
Bahan Baku Minim, Industri Tembakau Impor
A A A
JAKARTA - Industri tembakau nasional terpaksa melakukan impor bahan baku lantaran produksi tembakau lokal tak mampu memenuhi kebutuhan industri. Rata-rata produksi tembakau tiap tahun hanya sekitar 187.000 ton, sementara kebutuhan industri mencapai 330.000 ton.

Selain kekurangan pasokan bahan baku, terdapat beberapa jenis tembakau yang dibutuhkan industri tidak bisa dihasilkan oleh petani lokal. ”Kondisi inilah yang menyebabkan impor tembakau tidak terelakkan,” ujar Ketua Departemen Advokasi Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Soeseno di Jakarta kemarin. Menurutnya, minim jumlah produksi disebabkan praktik pertanian yang masih tradisional.

”Memang praktik pertanian kita sebagian besar masih tradisional. Kalau kita lihat di Lampung, arealnya luas, tapi tanaman tembakau masih banyak rumput dan lain-lain sehingga kualitasnya terganggu,” ucapnya. Selain itu, faktor iklim di daerah penghasil tembakau di Indonesia juga tidak sesuai untuk budi daya tembakau oriental. Tembakau oriental biasanya digunakan untuk rokok putih dan campuran keretek.

”Kurangnya tanah yang bisa digarap karena cuaca,” ujarnya. Menurutnya, petani-petani kecil tidak mampu untuk sewa lahan karena biaya yang tinggi. ”Mungkin kalau kita ingin membantu petani kecil, harus ada satu pola dari Kementerian Pertanian,” katanya. Praktik pertanian secara tradisional menyebabkan hasil yang kurang kompetitif dari segi kualitas, jumlah, dan biaya.

Karena itu, perlu bantuan dari pemerintah maupun swasta untuk memperbaiki kondisi pertanian tembakau di Indonesia. Praktik pertanian yang baik (good agriculture practices /GAP) diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan integritas produk. Kemudian diperlukan modernisasi budi daya tembakau dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan praktis.

Kasubdit Identifikasi dan Pendayagunaan Sumber Daya Direktorat Tanaman Semusim Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Sunar Pratiwi mengatakan, tanaman tembakau merupakan tanaman semusim. Jika musimnya bagus, tembakau yang dihasilkan akan bagus. Sebaliknya, jika musim tidak sesuai, produksi akan menurun. ”Petani tembakau dibebani oleh cukai, sementara hasil cukainya digunakan untuk kampanye antitembakau. Ini kan sangat ironis,” ungkapnya.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan salah satu industri prioritas nasional (bersama dengan karet, biji cokelat, biji kopi, produk kayu, pulp and paper) di kategori industri berbasis pertanian.

IHT menyerap tenaga kerja sebesar 6,1 juta orang dan kontribusi pada pendapatan negara sebesar Rp142 triliun. ”AMTI mendukung regulasi yang adil dan berimbang yang dapat melindungi kelangsungan IHT nasional,” kata Soeseno.

Oktiani endarwati
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3715 seconds (0.1#10.140)