Pembangunan PLTU Mulut Tambang Tingkatkan Ekonomi Daerah
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara mulut tambang untuk menjamin ketersediaan energi dan meningkatkan ekonomi daerah.
Hal ini karena pembangunan PLTU tersebut mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang besar dari penduduk lokal di daerah tersebut.
"Kalau dilihat dari tenaga kerja keseluruhannya dari tambang yang harus jalan itu sekitar 1.500 (pekerja), pembangkit listrik ada tahap konstruksi sekitar 500-1.000 orang. Bagian operasi butuh 500 orang, jadi cukup banyak (menyerap tenaga kerja)," ujar Direktur Strategis PT ABM Investama saat diskusi bertajuk Energi Kita di Jakarta, Minggu (22/3/2015).
Meski banyak menyerap tenaga kerja dan didominasi penduduk lokal, namun menghadapi kendala, di mana tenaga kerja yang tersedia belum siap karena minimnya keahlian.
"Industri belum masuk di sana. Mereka ingin kerja tapi skill mereka kurang. Mungkin akan berbeda jika kita di Kalimantan. Di sana sudah banyak tambang indsutri dan penduduknya punya pengalaman di industri juga," imbuhnya.
Kendati demikian, menurut dia, pemerintah harus mempercepat pembangunan di daerah tertinggal agar penduduk sekitar bisa ikut bekerja dan meningkatkan kemampuannya di industri pertambangan.
"Kalau dari kita, untuk mereka yang mau bekerja dari daerah tertinggal, mereka kita training di Kalimantan. Belajar dengan yang sudah biasa di industri. Karena ada ketentuan, industri di daerah itu 70% (pekerja) harus penduduk lokal, 30% dari luar," pungkasnya.
Hal ini karena pembangunan PLTU tersebut mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang besar dari penduduk lokal di daerah tersebut.
"Kalau dilihat dari tenaga kerja keseluruhannya dari tambang yang harus jalan itu sekitar 1.500 (pekerja), pembangkit listrik ada tahap konstruksi sekitar 500-1.000 orang. Bagian operasi butuh 500 orang, jadi cukup banyak (menyerap tenaga kerja)," ujar Direktur Strategis PT ABM Investama saat diskusi bertajuk Energi Kita di Jakarta, Minggu (22/3/2015).
Meski banyak menyerap tenaga kerja dan didominasi penduduk lokal, namun menghadapi kendala, di mana tenaga kerja yang tersedia belum siap karena minimnya keahlian.
"Industri belum masuk di sana. Mereka ingin kerja tapi skill mereka kurang. Mungkin akan berbeda jika kita di Kalimantan. Di sana sudah banyak tambang indsutri dan penduduknya punya pengalaman di industri juga," imbuhnya.
Kendati demikian, menurut dia, pemerintah harus mempercepat pembangunan di daerah tertinggal agar penduduk sekitar bisa ikut bekerja dan meningkatkan kemampuannya di industri pertambangan.
"Kalau dari kita, untuk mereka yang mau bekerja dari daerah tertinggal, mereka kita training di Kalimantan. Belajar dengan yang sudah biasa di industri. Karena ada ketentuan, industri di daerah itu 70% (pekerja) harus penduduk lokal, 30% dari luar," pungkasnya.
(rna)