Industri Kerajinan Kayu Diminta Segera Urus SVLK
A
A
A
DENPASAR - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mendorong pelaku industri kecil dan mikro yang bergerak dalam kerajinan kayu segera mengurus Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai prasyarat ekspor yang akan berlaku penuh pada awal 2016.
Harapan tersebut disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali IGN Wiranatha pada pembukaan Rakor Percepatan SVLK Bagi IKM yang berlangsung di Ruang Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur, Denpasar, Selasa (24/3/2015).
Dia menyambut baik upaya percepatan SVLK karena diyakini mampu meningkatkan daya saing hasil kerajinan Bali di pasar internasional. Selain meningkatkan nilai ekonomis hasil kerajinan, sistem ini juga diharapkan mampu memproteksi Bali dari peredaran kayu illegal logging. Hal ini mengingat, 80% bahan baku industri kayu masih didatangkan dari luar Bali.
“Penerapan sistem ini saya nilai sangat positif bagi tata usaha kayu yang peredarannya harus dijaga ketat,” jelasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Putera Parthama mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengupayakan percepatan penerapan SVLK bagi pelaku industri kayu.
Bali menjadi daerah prioritas karena keberadaan ribuan industri kecil penghasil kerajinan untuk kepentingan ekspor. Jika sistem ini sudah berlaku full di awal 2016, hasil kerajinan kayu yang tak dilengkapi SVLK otomatis akan ditolak oleh negara penerima. Hingga saat ini, sedikitnya 28 negara Uni Eropa sudah mengakui SVLK.
Putera menuturkan, SVLK rencananya mulai berlaku pada 1 Januari 2014. Namun karena banyak hambatan dalam pelaksanaan pemerintah masih mentoleransi pelaku industri kecil.
Hingga akhir Desember 2015, pelaku industri kecil masih diberikan kebijaksanaan menggunakan Deklarasi Ekpor (DE) sebagai pengganti SVLK.
“Setelah 31 Desember 2015, DE sudah tak berlaku ini dan seluruh pelaku industri kerajinan kayu wajib mengantongi SVLK,” tegasnya.
Guna memudahkan kalangan IKM dalam mengurus SVLK, pemerintah akan melakukan fasilitasi. Selain melakukan pendampingan, pemerintah bersama donor juga menyediakan bantuan pembiayaan. “Karena hambatan yang paling banyak dikeluhkan adalah besarnya biaya,” kata Putera.
Melalui langkah fasilitasi ini, dia berharap seluruh pelaku industri kerajinan kayu sudah mengantongi SVLK pada akhir 2015.
Dalam kesempatan acara dilakukan penandatanganan deklarasi percepatan SVLK antara Kementerian LHK dan Pemprov Bali.
Harapan tersebut disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali IGN Wiranatha pada pembukaan Rakor Percepatan SVLK Bagi IKM yang berlangsung di Ruang Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur, Denpasar, Selasa (24/3/2015).
Dia menyambut baik upaya percepatan SVLK karena diyakini mampu meningkatkan daya saing hasil kerajinan Bali di pasar internasional. Selain meningkatkan nilai ekonomis hasil kerajinan, sistem ini juga diharapkan mampu memproteksi Bali dari peredaran kayu illegal logging. Hal ini mengingat, 80% bahan baku industri kayu masih didatangkan dari luar Bali.
“Penerapan sistem ini saya nilai sangat positif bagi tata usaha kayu yang peredarannya harus dijaga ketat,” jelasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Putera Parthama mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengupayakan percepatan penerapan SVLK bagi pelaku industri kayu.
Bali menjadi daerah prioritas karena keberadaan ribuan industri kecil penghasil kerajinan untuk kepentingan ekspor. Jika sistem ini sudah berlaku full di awal 2016, hasil kerajinan kayu yang tak dilengkapi SVLK otomatis akan ditolak oleh negara penerima. Hingga saat ini, sedikitnya 28 negara Uni Eropa sudah mengakui SVLK.
Putera menuturkan, SVLK rencananya mulai berlaku pada 1 Januari 2014. Namun karena banyak hambatan dalam pelaksanaan pemerintah masih mentoleransi pelaku industri kecil.
Hingga akhir Desember 2015, pelaku industri kecil masih diberikan kebijaksanaan menggunakan Deklarasi Ekpor (DE) sebagai pengganti SVLK.
“Setelah 31 Desember 2015, DE sudah tak berlaku ini dan seluruh pelaku industri kerajinan kayu wajib mengantongi SVLK,” tegasnya.
Guna memudahkan kalangan IKM dalam mengurus SVLK, pemerintah akan melakukan fasilitasi. Selain melakukan pendampingan, pemerintah bersama donor juga menyediakan bantuan pembiayaan. “Karena hambatan yang paling banyak dikeluhkan adalah besarnya biaya,” kata Putera.
Melalui langkah fasilitasi ini, dia berharap seluruh pelaku industri kerajinan kayu sudah mengantongi SVLK pada akhir 2015.
Dalam kesempatan acara dilakukan penandatanganan deklarasi percepatan SVLK antara Kementerian LHK dan Pemprov Bali.
(dmd)