Pertamina Sering Diutangi Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Staf Khusus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widhyawan Prawiraatmadja mengungkapkan bahwa pemerintah sering berutang kepada PT Pertamina (Persero). Hal ini terkait adanya ruang gap antara harga keekonomian Bahan Bakar Minyak (BBM) premium.
Menurutnya harga keekonomian premium dari beberapa hitungan jauh lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini. Selisih tersebut harus ada pihak yang menutupinya.
"Kalau tadi hitungan dari pak Komaidi (Direktur Eksekutif ReforMiner Institute) harga Rp8500 kalau Pertamina Rp8000-an. Kalau nombok pakai uang siapa? Kan pertamina yang sediakan. Pertamina itu jangan lupa sering diutangi oleh pemerintah. Cukup banyak hutang pemerintah," ujarnya di Cikini, Jakarta, Minggu (29/3/2015).
Sementara menurutnya saat ini kebijakan yang diambil bukan dilepas ke pasar dengan artian berubah setiap harinya. Melainkan diikuti dari bulan sebelumnya.
Harga akan disesuaikan berdasarkan realisasi yang sudah terjadi pada bulan sebelumnya. Kenaikan tidak dilakukan dengan drastis karena dikhawatirkan menimbulkan inflasi.
"Harga pasar kan kita ikut sebulan sebelumnya. Harga pasar itu realisasi bukan antisipasi. Jadi harga pasar sudah terjadi dan itu merupakan biaya dasar yang digunakan oleh Pertamina untuk melakukan penadahan. Dia harus impor, jangan lupa impor kita 6%," jelas Widhyawan.
Meskipun sudah tidak ada subsidi untuk premium, tapi masih dapat disiasati dengan penurunan harga yang tidak signifikan. Sehingga ada dana yang bisa dihemat sebagai cadangan.
"Kalau nanti harga itu turun, misal harga turun, tidak melakukan penurunan seperti kenaikan. Misalnya harga turun Rp1.000, kita turunkan Rp500 boleh kan?," pungkasnya.
Menurutnya harga keekonomian premium dari beberapa hitungan jauh lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini. Selisih tersebut harus ada pihak yang menutupinya.
"Kalau tadi hitungan dari pak Komaidi (Direktur Eksekutif ReforMiner Institute) harga Rp8500 kalau Pertamina Rp8000-an. Kalau nombok pakai uang siapa? Kan pertamina yang sediakan. Pertamina itu jangan lupa sering diutangi oleh pemerintah. Cukup banyak hutang pemerintah," ujarnya di Cikini, Jakarta, Minggu (29/3/2015).
Sementara menurutnya saat ini kebijakan yang diambil bukan dilepas ke pasar dengan artian berubah setiap harinya. Melainkan diikuti dari bulan sebelumnya.
Harga akan disesuaikan berdasarkan realisasi yang sudah terjadi pada bulan sebelumnya. Kenaikan tidak dilakukan dengan drastis karena dikhawatirkan menimbulkan inflasi.
"Harga pasar kan kita ikut sebulan sebelumnya. Harga pasar itu realisasi bukan antisipasi. Jadi harga pasar sudah terjadi dan itu merupakan biaya dasar yang digunakan oleh Pertamina untuk melakukan penadahan. Dia harus impor, jangan lupa impor kita 6%," jelas Widhyawan.
Meskipun sudah tidak ada subsidi untuk premium, tapi masih dapat disiasati dengan penurunan harga yang tidak signifikan. Sehingga ada dana yang bisa dihemat sebagai cadangan.
"Kalau nanti harga itu turun, misal harga turun, tidak melakukan penurunan seperti kenaikan. Misalnya harga turun Rp1.000, kita turunkan Rp500 boleh kan?," pungkasnya.
()