Membangun Industri Wealth Management Berkualitas
A
A
A
Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan bisnis wealth management. Apalagi, sejak beberapa tahun terakhir, middle class Indonesia naik luar biasa. Peningkatan jumlah kalangan menengah atas ini menjadi tantangan bagi pelaku industri wealth management untuk memberikan pelayanan dan produk berkualitas.
Membangun industri wealth management yang berkualitas tidak terlepas dari peran sumber daya manusianya. Bagaimana upaya industri ini menyiapkan tenaga yang andal, berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Ketua Umum Certified Wealth Managers’ Association (CWMA) Darmadi Sutanto.
Bisa diceritakan seperti apa kualitas SDM wealth management di Indonesia?
Secara umum, kualitas SDM wealth management kita ya sama dengan sumber daya di negara lain. Ini sesuai dengan salah satu visi CWMA, yaitu membangun industri wealth management menjadi industri yang berkualitas, di mana salah satu pekerjaannya adalah memberikan sertifikasi proper melalui berbagai pelatihan, dilakukan oleh berbagai institusi yang bekerja sama dengan kita.
Jadi, upaya terus meningkatkan kualitas ini juga menjadi tantangan dan terus menunjukkan ke arah perbaikan. Kalau diperhatikan, ketika ada krisis 2008, 2010, dan tahun lalu, saat investasi sedang menurun, kita tidak mendengar banyak komplain dari nasabah. Itu menunjukkan bahwa relationship wealth management (RM) di Indonesia sudah baik.
Di sisi lain, pelaku pasar sudah mulai mengerti kalau yang namanya investasi dan produk-produk return tinggi juga berpotensi mendapatkan kerugian. Mereka mengerti, naik-turun dalam sebuah siklus ekonomi itu hal yang wajar. Itu menunjukkan industri mulai belajar mengenai wealth management.
Bagaimana dengan peran strategis CWMA?
CWMA dalamperannya sebagai organisasi wealth managers terus berupa membangun menjadi industry yang fun. Kualitasnya bagus dan bisa menyuplai talenta yang cukup banyak serta berkualitas. Kita kerap melakukan pelatihan dan seminar yang mendatangkan pembicara dari luar negeri.
Itu untuk membangun pengetahuan dan openmind perkembangan dari luar negeri. Setiap tahun ada 7-8 partner yang melakukan hal itu. Sejak 10 tahun CWMA berdiri, sudah melatih sedikitnya 6.000orang. Mereka ada dimana-mana dan sebagian aktif, sebagia nlagi tidak aktif. Untuk meregenerasi yang tidak aktif, setiap waktu selalu diadakan sertifikasi.
CWMA juga sering mengadakan wealth management international conference. Kalau saya perhatikan dari omongan speaker itu, sebenarnya kita sudah melakukan apa yang dikatakan. Jadi kalau ada yang kurang, sebenarnya lebih banyak ke instrumen produk. Misalnya kalau di luar negeri itu ada land banking , investor berinvestasi dalam bentuk tanah tapi dijual dalam bentuk unit. Instrumen investasi ini basisnya tanah, bukan obligasi atau saham. Negara maju telah memiliki produk ini.
Mengapa belum semua bank memiliki produk wealth management?
Karena ini memang bukanlah sesuatu yang mudah. Mereka harus mempunyai sistem, orang, dan kualitas. Jadi tidak heran kalau hanya bank tertentu yang mempunyai produk ini. Bahkan, saya tidak menyarankan semua latah buat wealth management . Karena, wealth management itu tidak bisa latah dibuat.
Semua harus disiapkan, terutama manusianya, policy -nya. Aturan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga cukup ketat untuk memastikan proses relationship management dan wealth management services itu prudent , baik, terukur, aman, serta tidak mengecewakan nasabah. Nah, tidak mudah menyiapkan infrastruktur itu di dalam sebuah bank.
Pengelola bank juga harus memahami prinsip dasar wealth management di antaranya memberikan masukan agar nasabah tidak menyimpan kekayaan dalam satu keranjang. Ini merupakan bagian dari mengelola dan mendiversifikasi uang yang dimiliki nasabah. Misalnya, nasabah mempunyai uang Rp10. Harus disebar ke berbagai instrumen investasi sebagai bagian meminimalisasi risiko. Apalagi, wealth management juga dikenal dalam diversifikasi risiko dan aset alokasi.
Menurut Anda kenapa produk bank banyak diminati?
Dari beberapa produk wealth management di Indonesia, produk bank memang lebih banyak diminati. Salah satu alasannya karena masyarakat di Indonesia masih banyak yang cenderung konservatif. Artinya, lebih memilih mendepositokan kekayaan. Di dalam benak sebagian masyarakat, deposito itu aman dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Bandingkan kalau berinvestasi di saham, risikonya kan sangat terlihat karena pergerakan harga saham sangat fluktuatif. Harga obligasi juga bisa anjlok. Jadi, sebab itulah, sebagian besar masyarakat Indonesia masih mempunyai karakter investasi yang konservatif. Itu sebenarnya tidak apa-apa, karena merupakan bagian dari mengelola kekayaan.
Kalau mempunyai kekayaan 10, berani di tempat gambling hanya 3, sisanya ditempatkan pada instrumen kekayaan yang aman. Mungkin situasi itu akan berubah karena saat ini sebagian besar nasabah wealth management tidak bisa dikatakan berusia muda lagi. Jika generasi muda mulai masuk, mungkin lebih berani mengambil risiko dalam mengelola kekayaan. Tapi, ini mungkin butuh 10-20 tahun lagi. Jika itu terjadi, besar kemungkinan terjadi pergeseran dalam produk yang diminati, dari konservatif ke moderat.
Hermansah
Membangun industri wealth management yang berkualitas tidak terlepas dari peran sumber daya manusianya. Bagaimana upaya industri ini menyiapkan tenaga yang andal, berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Ketua Umum Certified Wealth Managers’ Association (CWMA) Darmadi Sutanto.
Bisa diceritakan seperti apa kualitas SDM wealth management di Indonesia?
Secara umum, kualitas SDM wealth management kita ya sama dengan sumber daya di negara lain. Ini sesuai dengan salah satu visi CWMA, yaitu membangun industri wealth management menjadi industri yang berkualitas, di mana salah satu pekerjaannya adalah memberikan sertifikasi proper melalui berbagai pelatihan, dilakukan oleh berbagai institusi yang bekerja sama dengan kita.
Jadi, upaya terus meningkatkan kualitas ini juga menjadi tantangan dan terus menunjukkan ke arah perbaikan. Kalau diperhatikan, ketika ada krisis 2008, 2010, dan tahun lalu, saat investasi sedang menurun, kita tidak mendengar banyak komplain dari nasabah. Itu menunjukkan bahwa relationship wealth management (RM) di Indonesia sudah baik.
Di sisi lain, pelaku pasar sudah mulai mengerti kalau yang namanya investasi dan produk-produk return tinggi juga berpotensi mendapatkan kerugian. Mereka mengerti, naik-turun dalam sebuah siklus ekonomi itu hal yang wajar. Itu menunjukkan industri mulai belajar mengenai wealth management.
Bagaimana dengan peran strategis CWMA?
CWMA dalamperannya sebagai organisasi wealth managers terus berupa membangun menjadi industry yang fun. Kualitasnya bagus dan bisa menyuplai talenta yang cukup banyak serta berkualitas. Kita kerap melakukan pelatihan dan seminar yang mendatangkan pembicara dari luar negeri.
Itu untuk membangun pengetahuan dan openmind perkembangan dari luar negeri. Setiap tahun ada 7-8 partner yang melakukan hal itu. Sejak 10 tahun CWMA berdiri, sudah melatih sedikitnya 6.000orang. Mereka ada dimana-mana dan sebagian aktif, sebagia nlagi tidak aktif. Untuk meregenerasi yang tidak aktif, setiap waktu selalu diadakan sertifikasi.
CWMA juga sering mengadakan wealth management international conference. Kalau saya perhatikan dari omongan speaker itu, sebenarnya kita sudah melakukan apa yang dikatakan. Jadi kalau ada yang kurang, sebenarnya lebih banyak ke instrumen produk. Misalnya kalau di luar negeri itu ada land banking , investor berinvestasi dalam bentuk tanah tapi dijual dalam bentuk unit. Instrumen investasi ini basisnya tanah, bukan obligasi atau saham. Negara maju telah memiliki produk ini.
Mengapa belum semua bank memiliki produk wealth management?
Karena ini memang bukanlah sesuatu yang mudah. Mereka harus mempunyai sistem, orang, dan kualitas. Jadi tidak heran kalau hanya bank tertentu yang mempunyai produk ini. Bahkan, saya tidak menyarankan semua latah buat wealth management . Karena, wealth management itu tidak bisa latah dibuat.
Semua harus disiapkan, terutama manusianya, policy -nya. Aturan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga cukup ketat untuk memastikan proses relationship management dan wealth management services itu prudent , baik, terukur, aman, serta tidak mengecewakan nasabah. Nah, tidak mudah menyiapkan infrastruktur itu di dalam sebuah bank.
Pengelola bank juga harus memahami prinsip dasar wealth management di antaranya memberikan masukan agar nasabah tidak menyimpan kekayaan dalam satu keranjang. Ini merupakan bagian dari mengelola dan mendiversifikasi uang yang dimiliki nasabah. Misalnya, nasabah mempunyai uang Rp10. Harus disebar ke berbagai instrumen investasi sebagai bagian meminimalisasi risiko. Apalagi, wealth management juga dikenal dalam diversifikasi risiko dan aset alokasi.
Menurut Anda kenapa produk bank banyak diminati?
Dari beberapa produk wealth management di Indonesia, produk bank memang lebih banyak diminati. Salah satu alasannya karena masyarakat di Indonesia masih banyak yang cenderung konservatif. Artinya, lebih memilih mendepositokan kekayaan. Di dalam benak sebagian masyarakat, deposito itu aman dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Bandingkan kalau berinvestasi di saham, risikonya kan sangat terlihat karena pergerakan harga saham sangat fluktuatif. Harga obligasi juga bisa anjlok. Jadi, sebab itulah, sebagian besar masyarakat Indonesia masih mempunyai karakter investasi yang konservatif. Itu sebenarnya tidak apa-apa, karena merupakan bagian dari mengelola kekayaan.
Kalau mempunyai kekayaan 10, berani di tempat gambling hanya 3, sisanya ditempatkan pada instrumen kekayaan yang aman. Mungkin situasi itu akan berubah karena saat ini sebagian besar nasabah wealth management tidak bisa dikatakan berusia muda lagi. Jika generasi muda mulai masuk, mungkin lebih berani mengambil risiko dalam mengelola kekayaan. Tapi, ini mungkin butuh 10-20 tahun lagi. Jika itu terjadi, besar kemungkinan terjadi pergeseran dalam produk yang diminati, dari konservatif ke moderat.
Hermansah
(bbg)