AS Kenakan Tarif Impor 25%, HIMKI Dorong Pemerintah Perkuat Diplomasi
loading...

Industri mebel dan kerajinan Indonesia tengah menghadapi ancaman serius dari kebijakan baru Amerika Serikat (AS). FOTO/dok.SINDOnews
A
A
A
JAKARTA - Industri mebel dan kerajinan Indonesia tengah menghadapi ancaman serius dari kebijakan baru Amerika Serikat (AS). Ini lantaran Presiden Donald Trump berencana menerapkan tarif impor sebesar 25% untuk produk berbasis kayu, termasuk furnitur dan kerajinan. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menilai kebijakan pengenaan biaya tarif impor 25% oleh AS itu dinilai bisa menghambat daya saing industri mebel dan kerajinan nasional di pasar AS. Pasalnya, AS menjadi salah satu tujuan utama Indonesia dengan total 53% dari keseluruhan ekspor produk mebel dan kerajinan.
Di sisi lain, Uni Eropa (UE) juga menerapkan regulasi yang semakin ketat terhadap produk berbasis kayu. Hal itu menambah tantangan bagi pelaku industri dalam negeri. Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis. Sehingga, industri mebel dan kerajinan yang menyerap jutaan tenaga kerja ini bisa terlindungi.
"Kami meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan tekanan diplomatik yang signifikan kepada AS. Agar produk mebel dan kerajinan nasional mendapatkan akses bebas tarif ke pasar mereka," katanya di Jakarta, Selasa (25/3).
Sobur berharap pemerintah bisa mengupayakan produk-produk dalam negeri bisa diekspor ke AS san UE tanpa bea masuk. Hal itu memungkinkan sebagai bentuk pengakuan atas kerja sama perdagangan yang adil. Sobur menyampaikan, sebagai bagian dari strategi perlindungan industri, saat ini HIMKI sedang menjajaki kolaborasi dengan berbagai organisasi internasional, termasuk NGO di AS dan UE guna memperkuat kampanye terhadap kebijakan tarif yang merugikan industri Indonesia.
"HIMKI mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pelaku industri dan media untuk bersatu dalam menjaga daya saing industri mebel dan kerajinan Indonesia di pasar global," ujar Sobur.
Sekretaris Jenderal HIMKI, Maskur Zaenuri menambahkan, dampak negatif dari kebijakan AS yang akan mengenakan biaya tarif impor 25% tersebut terhadap industri mebel dan kerajinan nasional meliputi peningkatan tarif impor, peluang ekslusi produk dan perubahan rantai pasok. Di sisi lain, sambungnya, HIMKI juga mencatat bahwa regulasi Uni Eropa (UE) yang semakin ketat terhadap produk berbasis kayu menambah tantangan bagi pelaku industri dalam negeri.
Oleh karenanya, untuk menghadapi tekanan dari berbagai sisi ini, HIMKI telah merancang lima strategi utama. Pertama, membangun aliansi dengan asosiasi dagang dan importir di AS. "HIMKI akan menjalin komunikasi dengan importir dan asosiasi furnitur di AS untuk melobi pengecualian tarif bagi produk Indonesia serta mendorong mereka mengajukan keberatan terhadap kebijakan ini," bebernya.
Langkah kedua, HIMKI akan menyusun position paper untuk Pemerintah As dengan menjelaskan bahwa produk furnitur Indonesia tidak mengancam keamanan nasional AS, melainkan mendukung industrinya. Langkah ketiga, HIMKI akan melibatkan Pemerintah Indonesia dalam diplomasi dagang.
Di sisi lain, Uni Eropa (UE) juga menerapkan regulasi yang semakin ketat terhadap produk berbasis kayu. Hal itu menambah tantangan bagi pelaku industri dalam negeri. Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis. Sehingga, industri mebel dan kerajinan yang menyerap jutaan tenaga kerja ini bisa terlindungi.
"Kami meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan tekanan diplomatik yang signifikan kepada AS. Agar produk mebel dan kerajinan nasional mendapatkan akses bebas tarif ke pasar mereka," katanya di Jakarta, Selasa (25/3).
Sobur berharap pemerintah bisa mengupayakan produk-produk dalam negeri bisa diekspor ke AS san UE tanpa bea masuk. Hal itu memungkinkan sebagai bentuk pengakuan atas kerja sama perdagangan yang adil. Sobur menyampaikan, sebagai bagian dari strategi perlindungan industri, saat ini HIMKI sedang menjajaki kolaborasi dengan berbagai organisasi internasional, termasuk NGO di AS dan UE guna memperkuat kampanye terhadap kebijakan tarif yang merugikan industri Indonesia.
"HIMKI mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pelaku industri dan media untuk bersatu dalam menjaga daya saing industri mebel dan kerajinan Indonesia di pasar global," ujar Sobur.
Sekretaris Jenderal HIMKI, Maskur Zaenuri menambahkan, dampak negatif dari kebijakan AS yang akan mengenakan biaya tarif impor 25% tersebut terhadap industri mebel dan kerajinan nasional meliputi peningkatan tarif impor, peluang ekslusi produk dan perubahan rantai pasok. Di sisi lain, sambungnya, HIMKI juga mencatat bahwa regulasi Uni Eropa (UE) yang semakin ketat terhadap produk berbasis kayu menambah tantangan bagi pelaku industri dalam negeri.
Oleh karenanya, untuk menghadapi tekanan dari berbagai sisi ini, HIMKI telah merancang lima strategi utama. Pertama, membangun aliansi dengan asosiasi dagang dan importir di AS. "HIMKI akan menjalin komunikasi dengan importir dan asosiasi furnitur di AS untuk melobi pengecualian tarif bagi produk Indonesia serta mendorong mereka mengajukan keberatan terhadap kebijakan ini," bebernya.
Langkah kedua, HIMKI akan menyusun position paper untuk Pemerintah As dengan menjelaskan bahwa produk furnitur Indonesia tidak mengancam keamanan nasional AS, melainkan mendukung industrinya. Langkah ketiga, HIMKI akan melibatkan Pemerintah Indonesia dalam diplomasi dagang.
(nng)
Lihat Juga :