BBM Naik, Infrastruktur Harus Lebih Baik
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tekstil Indonesia, Ade Sudrajat menyatakan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai wajar bila pembangunan infrastruktur dilaksanakan dengan baik. Sehingga orang tidak sia-sia membayar BBM mahal.
Dia mengatakan, pemerintah bisa saja memainkan harga BBM sesuai dengan harga minyak dunia. Namun, tetap masyarakat menunggu pembangunan infrastruktur transportasi selesai secepatnya sesuai dengan janji.
"BBM itu enggak bisa kita jadikan tolok ukur ekonomi. Harusnya yang menjadi tolok ukur ekonomi adalah fasilitas publik yang mumpuni dan berdaya saing kelas dunia. Seperti pembangunan MRT di berbagai daerah kota besar," ujarnya kepada Sindonews di Jakarta, Senin (30/3/2015)
Ade menerangkan, semua kota di Indonesia terutama kota besar, sudah waktunya memiliki MRT dan yang paling penting manajemen air kotor bawah tanah. Dia mencontohkan, Singapura dan Kuala Lumpur sudah ada sistem seperti itu.
"Mereka punya infrastruktur yang bagus dan tahan sampai berpuluh-puluh tahun. Kita punya infrastruktur baru beberapa tahun aja sudah harus diperbaiki. Kan sama saja membuang garam ke laut," bebernya.
Jadi, lanjut dia, kenaikaan harga BBM akan sia-sia jika pembangunan infrastruktur transportasi tidak terlaksana dengan baik.
"Misalnya perjalanan Bandung-Jakarta, saat ini jarak tempuhnya 5 jam. Itu membakar berapa ratus liter? Kalau jalan tolnya enam jalur, jarak tempuh saya yang tadinya 5 jam jadi 2 jam. Lebih irit kan karena efisiensi penggunaan BBM saya meningkat dari 50% menjadi 80%," pungkas Ade.
Dia mengatakan, pemerintah bisa saja memainkan harga BBM sesuai dengan harga minyak dunia. Namun, tetap masyarakat menunggu pembangunan infrastruktur transportasi selesai secepatnya sesuai dengan janji.
"BBM itu enggak bisa kita jadikan tolok ukur ekonomi. Harusnya yang menjadi tolok ukur ekonomi adalah fasilitas publik yang mumpuni dan berdaya saing kelas dunia. Seperti pembangunan MRT di berbagai daerah kota besar," ujarnya kepada Sindonews di Jakarta, Senin (30/3/2015)
Ade menerangkan, semua kota di Indonesia terutama kota besar, sudah waktunya memiliki MRT dan yang paling penting manajemen air kotor bawah tanah. Dia mencontohkan, Singapura dan Kuala Lumpur sudah ada sistem seperti itu.
"Mereka punya infrastruktur yang bagus dan tahan sampai berpuluh-puluh tahun. Kita punya infrastruktur baru beberapa tahun aja sudah harus diperbaiki. Kan sama saja membuang garam ke laut," bebernya.
Jadi, lanjut dia, kenaikaan harga BBM akan sia-sia jika pembangunan infrastruktur transportasi tidak terlaksana dengan baik.
"Misalnya perjalanan Bandung-Jakarta, saat ini jarak tempuhnya 5 jam. Itu membakar berapa ratus liter? Kalau jalan tolnya enam jalur, jarak tempuh saya yang tadinya 5 jam jadi 2 jam. Lebih irit kan karena efisiensi penggunaan BBM saya meningkat dari 50% menjadi 80%," pungkas Ade.
(dmd)