Jajal Peruntungan dari Gurihnya Bisnis Benih Kentang
A
A
A
JIKA sebagian orang memandang bisnis kentang tidak menarik, namun hal itu tidak dirasakan oleh Carolina Yudistra Sanjaya. Mahasiswa semester VI di sebuah perguruan tinggi di Bandung ini nekat menjajal peruntungannya dengan berbisnis benih kentang.
Kepada Sindonews, dia mengisahkan bahwa keputusannya untuk memulai bisnis benih kentang ini terinspirasi dari mata kuliah yang diikutinya di kampus. Carolina yang mengambil jurusan mikrobiologi pernah bertemu dengan seorang ahli kultur jaringan yang memberitahunya bahwa prospek bisnis benih kentang sangat besar.
"Ini baru mulai start up, inspirasinya dari mata kuliah di kampus, dan kemudian karena waktu itu saya pernah ketemu orang ahli kultur jaringannya. Dia itu memang sudah berpengalaman, dan memang prospeknya sangat besar untuk Indonesia," tuturnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Bisnis berlabel Thesys Farm atau singkatan dari Tanaman Hias Herbal Sayuran dan Sarananya ini diakuinya sangat prospektif. Sebab, saat ini Indonesia hanya mampu memproduksi 10%-20% benih kentang, sisanya masih diimpor dari beberapa negara.
"Saat tahu dan searching bahwa memang kebutuhan benih kentangnya itu masih kurang, melihat peluang bisnis saja. Kalau itu menguntungkan kenapa enggak dijalani," imbuh dia.
Menurutnya, bisnis yang baru mulai digelutinya ini juga bisa membantu program pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka ketahanan pangan di Indonesia. "At least kita bisa swasembada kentang," ucapnya yakin.
Carolina menuturkan, modal yang harus digelontorkannya untuk usaha ini cukuplah besar hingga sekitar Rp250 juta. Besarnya modal yang harus dirogohnya ini lantaran kultur jaringan kentang membutuhkan teknik dan peralatan, hingga laboratorium yang dananya tidak sedikit.
"Peralatan laboratorium, medium, laminar airflow (lemari untuk kultur jaringan) di situ supaya steril. Kita juga butuh mobil pick up untuk angkut benih. Yang paling besar biaya itu di situ," jelasnya.
"Kultur jaringan itu mediumnya mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman, di laboratorium itu bisa dikondisikan cahayanya supaya tanaman subur. Kalau di luar tanah biasa itu kan banyak kena gangguan. Nah kalau di laboratorium dikondisikan untuk tumbuh baik dan berkualitas, karena proses ini memampukan untuk itu," terang dia.
Mahasiswa yang satu ini pun meyakini, bahwa bisnis benih kentang ini akan menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Sebab, kebutuhan Indonesia untuk benih kentang sekitar 130 ribu ton per tahun dan terus meningkat setiap tahun.
Harga produk yang ditawarkannya cukup bersaing. Bahkan Carolina berani membanderol harga benih kentangnya sedikit di bawah harga pasar untuk menciptakan ketertarikan petani membeli benih kentang darinya.
"Ada beberapa macam, yang kita jual itu benih tingkat G-0 (generasi 0) dan Planlet. Kalau Planlet dijualnya dalam wadah botol selai isinya 10 benih dengan harga per botol Rp30 ribu harga di pasaran itu Rp35 ribu. Kalau G-0 kita ikut pasaran saja Rp2.500 per biji," tandasnya.
Kepada Sindonews, dia mengisahkan bahwa keputusannya untuk memulai bisnis benih kentang ini terinspirasi dari mata kuliah yang diikutinya di kampus. Carolina yang mengambil jurusan mikrobiologi pernah bertemu dengan seorang ahli kultur jaringan yang memberitahunya bahwa prospek bisnis benih kentang sangat besar.
"Ini baru mulai start up, inspirasinya dari mata kuliah di kampus, dan kemudian karena waktu itu saya pernah ketemu orang ahli kultur jaringannya. Dia itu memang sudah berpengalaman, dan memang prospeknya sangat besar untuk Indonesia," tuturnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Bisnis berlabel Thesys Farm atau singkatan dari Tanaman Hias Herbal Sayuran dan Sarananya ini diakuinya sangat prospektif. Sebab, saat ini Indonesia hanya mampu memproduksi 10%-20% benih kentang, sisanya masih diimpor dari beberapa negara.
"Saat tahu dan searching bahwa memang kebutuhan benih kentangnya itu masih kurang, melihat peluang bisnis saja. Kalau itu menguntungkan kenapa enggak dijalani," imbuh dia.
Menurutnya, bisnis yang baru mulai digelutinya ini juga bisa membantu program pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka ketahanan pangan di Indonesia. "At least kita bisa swasembada kentang," ucapnya yakin.
Carolina menuturkan, modal yang harus digelontorkannya untuk usaha ini cukuplah besar hingga sekitar Rp250 juta. Besarnya modal yang harus dirogohnya ini lantaran kultur jaringan kentang membutuhkan teknik dan peralatan, hingga laboratorium yang dananya tidak sedikit.
"Peralatan laboratorium, medium, laminar airflow (lemari untuk kultur jaringan) di situ supaya steril. Kita juga butuh mobil pick up untuk angkut benih. Yang paling besar biaya itu di situ," jelasnya.
"Kultur jaringan itu mediumnya mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman, di laboratorium itu bisa dikondisikan cahayanya supaya tanaman subur. Kalau di luar tanah biasa itu kan banyak kena gangguan. Nah kalau di laboratorium dikondisikan untuk tumbuh baik dan berkualitas, karena proses ini memampukan untuk itu," terang dia.
Mahasiswa yang satu ini pun meyakini, bahwa bisnis benih kentang ini akan menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Sebab, kebutuhan Indonesia untuk benih kentang sekitar 130 ribu ton per tahun dan terus meningkat setiap tahun.
Harga produk yang ditawarkannya cukup bersaing. Bahkan Carolina berani membanderol harga benih kentangnya sedikit di bawah harga pasar untuk menciptakan ketertarikan petani membeli benih kentang darinya.
"Ada beberapa macam, yang kita jual itu benih tingkat G-0 (generasi 0) dan Planlet. Kalau Planlet dijualnya dalam wadah botol selai isinya 10 benih dengan harga per botol Rp30 ribu harga di pasaran itu Rp35 ribu. Kalau G-0 kita ikut pasaran saja Rp2.500 per biji," tandasnya.
(izz)