Sentimen Positif Dongkrak Harga CPO
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha sawit meyakini mandatori penggunaan biodiesel berbasis sawit sebesar 15% atau B-15 akan menuai sentimen positif dari pasar global, asalkan Indonesia konsisten menerapkannya.
Managing Director Sinar Mas G Sulistyanto mengatakan, kebijakan B-15 di Indonesia mulai direspons oleh pasar sawit internasional. Hal ini terlihat dari harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) di pasar Malaysia yang naik sekitar USD10-USD15 pada Jumat (3/4) pekan lalu.
”Baru pengumuman bahwa kita akan menerapkan mandatori B-15 saja harga CPO di pasar internasional sudah naik. Artinya sudah ada dampaknya,” ujar Sulistyanto dalam jumpa pers di Jakarta kemarin. Para analis sawit juga menilai kebijakan B-15 sebagai penentu nasib CPO Indonesia. Jika diberlakukan secara konsisten, harga CPO Indonesia akan membaik.
Sebagai catatan, harga CPO dunia saat ini masih berkisar USD650 per ton atau di bawah harga rata-rata ideal USD750 per ton.”Sayakira kebijakaninitepat mengingat CPO merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia,” katanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, saat Indonesia pertama kali mengeluarkan kebijakan mandatori biodiesel dua tahun lalu, dunia internasional mengomentari dan meramalkan harga CPO akan naik. Namun, manakala kebijakan itu tidak terealisasi, sentimen positif itu kembali menurun.
Joko khawatir hal yang sama akan terulang pada program mandatori B-15 kali ini. ”Sentimen positif ini akan berkelanjutan kalau kebijakan ini dijalankan dengan benar. Pemerintah harus punya time frame yang jelas. Makin cepat dilaksanakan, dampaknya akan makin terlihat,” tuturnya.
Seperti diberitakan, pemerintah secara resmi menetapkan mandatori B-15, yaitu penggunaan biodiesel berbasis sawit pada bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, berlaku mulai 1 April 2015. Penerapan B-15 merupakan masa transisi sebelum pemerintah memberlakukan mandatori B-20 tahun depan.
Dengan program tersebut, kata Joko, dalam jangka pendek dibutuhkan sekurangnya 2,5 juta ton biodiesel dan 5 juta ton untuk jangka menengah. Peningkatan serapan CPO di dalam negeri akan berdampak pada aspek supply -demand di pasar CPO internasional sehingga diharapkan harga terdongkrak. ”Kalau ditanya naiknya berapa, ya enggak tahu. Mungkin bisa naik USD200 per ton, tapi siapa yang bisa memastikan?” cetusnya.
Managing Director Triputra Agro Persada Sutedjo Halim berharap, langkah mandatori B-15 di Indonesia juga diikuti oleh negara produsen lain seperti Malaysia. Hal ini pernah terjadi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan mandatori B-10, negeri jiran itu juga meluncurkan mandatori B-5.”Malaysia juga sedang berencana untuk mandatori B-7, bahkan B-10. Jadi menurut saya semua pasti akan mengikuti kebijakan ini,” ucapnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengatakan, berkembangnya industri bahan bakar nabati (BBN) dalam negeri bisa berdampak positif seperti meningkatnya pendapatan petani sawit, pengurangan emisi gas rumah kaca, dan ketahanan energi.
Menurut Mendag, komitmen ini juga telah disuarakan oleh presiden Joko Widodo dalam lawatannya ke Jepang baru-baru ini. ”Waktu itu CEO Toyota di Jepang merespons positif dan mendukung roadmap pengembangan biodiesel di Indonesia,” bebernya.
Pada 2015 produksi CPO Indonesia mencapai 30 juta ton, di mana 5 juta ton digunakan untuk bahan bakar (biodiesel). Sisanya sebanyak 5 juta ton non-biodiesel untuk kebutuhan domestik dan 20 juta ton non-biodiesel untuk ekspor.
Inda susanti
Managing Director Sinar Mas G Sulistyanto mengatakan, kebijakan B-15 di Indonesia mulai direspons oleh pasar sawit internasional. Hal ini terlihat dari harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) di pasar Malaysia yang naik sekitar USD10-USD15 pada Jumat (3/4) pekan lalu.
”Baru pengumuman bahwa kita akan menerapkan mandatori B-15 saja harga CPO di pasar internasional sudah naik. Artinya sudah ada dampaknya,” ujar Sulistyanto dalam jumpa pers di Jakarta kemarin. Para analis sawit juga menilai kebijakan B-15 sebagai penentu nasib CPO Indonesia. Jika diberlakukan secara konsisten, harga CPO Indonesia akan membaik.
Sebagai catatan, harga CPO dunia saat ini masih berkisar USD650 per ton atau di bawah harga rata-rata ideal USD750 per ton.”Sayakira kebijakaninitepat mengingat CPO merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia,” katanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, saat Indonesia pertama kali mengeluarkan kebijakan mandatori biodiesel dua tahun lalu, dunia internasional mengomentari dan meramalkan harga CPO akan naik. Namun, manakala kebijakan itu tidak terealisasi, sentimen positif itu kembali menurun.
Joko khawatir hal yang sama akan terulang pada program mandatori B-15 kali ini. ”Sentimen positif ini akan berkelanjutan kalau kebijakan ini dijalankan dengan benar. Pemerintah harus punya time frame yang jelas. Makin cepat dilaksanakan, dampaknya akan makin terlihat,” tuturnya.
Seperti diberitakan, pemerintah secara resmi menetapkan mandatori B-15, yaitu penggunaan biodiesel berbasis sawit pada bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, berlaku mulai 1 April 2015. Penerapan B-15 merupakan masa transisi sebelum pemerintah memberlakukan mandatori B-20 tahun depan.
Dengan program tersebut, kata Joko, dalam jangka pendek dibutuhkan sekurangnya 2,5 juta ton biodiesel dan 5 juta ton untuk jangka menengah. Peningkatan serapan CPO di dalam negeri akan berdampak pada aspek supply -demand di pasar CPO internasional sehingga diharapkan harga terdongkrak. ”Kalau ditanya naiknya berapa, ya enggak tahu. Mungkin bisa naik USD200 per ton, tapi siapa yang bisa memastikan?” cetusnya.
Managing Director Triputra Agro Persada Sutedjo Halim berharap, langkah mandatori B-15 di Indonesia juga diikuti oleh negara produsen lain seperti Malaysia. Hal ini pernah terjadi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan mandatori B-10, negeri jiran itu juga meluncurkan mandatori B-5.”Malaysia juga sedang berencana untuk mandatori B-7, bahkan B-10. Jadi menurut saya semua pasti akan mengikuti kebijakan ini,” ucapnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengatakan, berkembangnya industri bahan bakar nabati (BBN) dalam negeri bisa berdampak positif seperti meningkatnya pendapatan petani sawit, pengurangan emisi gas rumah kaca, dan ketahanan energi.
Menurut Mendag, komitmen ini juga telah disuarakan oleh presiden Joko Widodo dalam lawatannya ke Jepang baru-baru ini. ”Waktu itu CEO Toyota di Jepang merespons positif dan mendukung roadmap pengembangan biodiesel di Indonesia,” bebernya.
Pada 2015 produksi CPO Indonesia mencapai 30 juta ton, di mana 5 juta ton digunakan untuk bahan bakar (biodiesel). Sisanya sebanyak 5 juta ton non-biodiesel untuk kebutuhan domestik dan 20 juta ton non-biodiesel untuk ekspor.
Inda susanti
(ftr)