Saatnya Tinggal di Pusat Kota
A
A
A
Dengan semakin naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan kemacetan yang berlangsung di mana-mana, anjuran pemerintah untuk kembali tinggal di tengah kota (back to the city ) terasa sangat realistis. Hal ini tentu saja dapat menghemat waktu dan biaya perjalanan para kaum pekerja.
Tinggal dan memiliki hunian berjenis vertikal seperti apartemen dan kondominium lantas kembali didengungkan. Properti jenis ini belakangan memang semakin memikat, menyusul sejumlah pengembang juga banyak membangun apartemen di berbagai lokasi yang berada di tengah kota.
Kehadiran tempat tinggal seperti ini merupakan alternatif memiliki kediaman bagi masyarakat di tengah pesatnya populasi masyarakat urban dan tidak bertambahnya lahan atau tanah. Apartemen belakangan menjadi pilihan yang ideal dan prospektif bagi banyak kalangan terutama profesional. Mereka umumnya membutuhkan tempat tinggal yang eksklusif, dekat dengan lokasi kerja dan memberikan fasilitas lebih yang sangat berbeda dengan perumahan.
Tinggal di apartemen di tengah kota bisa menguntungkan penghuni. Waktu tidak terbuang habis di tengah kemacetan menuju kantor atau sebaliknya. Biaya perjalanan pun bisa dihemat karena jaraknya relatif dekat. Mengenai harga, kalau dihitung-hitung bisa lebih murah. Dengan sejumlah uang yang sama, rasanya sulit mendapatkan rumah tapak di tengah kota.
Semangat “kembali ke kota” ini juga dipicu dari tidak becusnya pemerintah dalam menata sistem transportasi massal bagi warganya. Jadi bisa dibayangkan bagaimana beratnya seseorang yang bekerja di daerah segitiga emas Jakarta, tapi dia tinggal di pinggiran Jakarta, seperti Bekasi, Serpong, Depok atau Tangerang.
Nah yang pasti, selain biaya hidup habis buat ongkos transportasi, dia juga mengalami kelelahan fisik, atau istilah populernya “tua di jalan”. Alhasil, produktivitas pun menurun, harmoni keluarga juga turut berkurang kualitasnya. Menurut Managing Director PT Modernland Tbk Andy Kusuma Natael, ke depannya hanya orang-orang berduit yang mampu beli dan bisa tinggal di rumah tapak.
“Saat ini masyarakat modern khususnya di Jakarta telah terjadi anomali pada tahuntahun mendatang, dulu orang yang punya apartemen dibilang orang kaya. Namun, 5- 10 tahun lagi orang yang tinggal di rumah di Jakarta, berarti orang kaya,” ujarnya. Dia menuturkan, hingga 2015, proyek apartemen semakin gencar dipasarkan. Rumah-rumah di Jakarta akan jarang ditemui, seiring banyaknya apartemen yang dibangun.
Karena lahan di Jakarta sudah langka dengan harga yang kian melambung tinggi, alhasil pengembang apartemen pun menyasar lokasi-lokasi di pinggiran. “Di Bodetabek saja sudah susah sekarang, maka jadi semakin ke pinggir lagi,” kata Andy. Menurut dia, indikasi kebangkitan properti sudah mulai terlihat, pengembang banyak meluncurkan produk baru dan pameran properti mulai menjamur.
“Belakangan mulai banyak pameran properti, tetapi proyek yang ditawarkan kebanyakan apartemen,” kata Andy. Pada tahun ini, Jakarta misalnya, akan dibanjiri dengan apartemen baru. Ferry Salanto, Associate Director Colliers International, memperkirakan ada sekitar 28.838 unit apartemen baru yang siap ditempati atau naik sekitar 169% jika dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai 10.701 unit.
Kebanyakan apartemen pada masa depan itu akan lebih terkonsentrasi di luar CBD seperti Kemayoran, Salemba, dan Cempaka Putih. “Jumlah terbesar dari pasokan akan datang dari Jakarta Pusat, ditargetkan pada keluarga muda dan pekerja,” sebutnya. Menurut Ferry, melonjaknya angka tersebut karena memang pada 2014 banyak pengembang yang menunda menyelesaikan proyek apartemen sehingga diperkirakan pembangunan tersebut akan selesai pada 2015.
“Tahun 2014 memang banyak developer yang sengaja menunda menyelesaikan proyek karena mereka cenderung wait and see , melihat perkembangan kebijakan pemerintahan baru usai pemilu,” katanya. Dengan banyaknya apartemen baru, dia mengatakan, persaingan bisnis apartemen pada 2015 akan meningkat. “Tapi itu dengan asumsi jika para developer akan komitmen untuk menyelesaikan proyek mereka,” kata Ferry.
Rendra Hanggara
Tinggal dan memiliki hunian berjenis vertikal seperti apartemen dan kondominium lantas kembali didengungkan. Properti jenis ini belakangan memang semakin memikat, menyusul sejumlah pengembang juga banyak membangun apartemen di berbagai lokasi yang berada di tengah kota.
Kehadiran tempat tinggal seperti ini merupakan alternatif memiliki kediaman bagi masyarakat di tengah pesatnya populasi masyarakat urban dan tidak bertambahnya lahan atau tanah. Apartemen belakangan menjadi pilihan yang ideal dan prospektif bagi banyak kalangan terutama profesional. Mereka umumnya membutuhkan tempat tinggal yang eksklusif, dekat dengan lokasi kerja dan memberikan fasilitas lebih yang sangat berbeda dengan perumahan.
Tinggal di apartemen di tengah kota bisa menguntungkan penghuni. Waktu tidak terbuang habis di tengah kemacetan menuju kantor atau sebaliknya. Biaya perjalanan pun bisa dihemat karena jaraknya relatif dekat. Mengenai harga, kalau dihitung-hitung bisa lebih murah. Dengan sejumlah uang yang sama, rasanya sulit mendapatkan rumah tapak di tengah kota.
Semangat “kembali ke kota” ini juga dipicu dari tidak becusnya pemerintah dalam menata sistem transportasi massal bagi warganya. Jadi bisa dibayangkan bagaimana beratnya seseorang yang bekerja di daerah segitiga emas Jakarta, tapi dia tinggal di pinggiran Jakarta, seperti Bekasi, Serpong, Depok atau Tangerang.
Nah yang pasti, selain biaya hidup habis buat ongkos transportasi, dia juga mengalami kelelahan fisik, atau istilah populernya “tua di jalan”. Alhasil, produktivitas pun menurun, harmoni keluarga juga turut berkurang kualitasnya. Menurut Managing Director PT Modernland Tbk Andy Kusuma Natael, ke depannya hanya orang-orang berduit yang mampu beli dan bisa tinggal di rumah tapak.
“Saat ini masyarakat modern khususnya di Jakarta telah terjadi anomali pada tahuntahun mendatang, dulu orang yang punya apartemen dibilang orang kaya. Namun, 5- 10 tahun lagi orang yang tinggal di rumah di Jakarta, berarti orang kaya,” ujarnya. Dia menuturkan, hingga 2015, proyek apartemen semakin gencar dipasarkan. Rumah-rumah di Jakarta akan jarang ditemui, seiring banyaknya apartemen yang dibangun.
Karena lahan di Jakarta sudah langka dengan harga yang kian melambung tinggi, alhasil pengembang apartemen pun menyasar lokasi-lokasi di pinggiran. “Di Bodetabek saja sudah susah sekarang, maka jadi semakin ke pinggir lagi,” kata Andy. Menurut dia, indikasi kebangkitan properti sudah mulai terlihat, pengembang banyak meluncurkan produk baru dan pameran properti mulai menjamur.
“Belakangan mulai banyak pameran properti, tetapi proyek yang ditawarkan kebanyakan apartemen,” kata Andy. Pada tahun ini, Jakarta misalnya, akan dibanjiri dengan apartemen baru. Ferry Salanto, Associate Director Colliers International, memperkirakan ada sekitar 28.838 unit apartemen baru yang siap ditempati atau naik sekitar 169% jika dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai 10.701 unit.
Kebanyakan apartemen pada masa depan itu akan lebih terkonsentrasi di luar CBD seperti Kemayoran, Salemba, dan Cempaka Putih. “Jumlah terbesar dari pasokan akan datang dari Jakarta Pusat, ditargetkan pada keluarga muda dan pekerja,” sebutnya. Menurut Ferry, melonjaknya angka tersebut karena memang pada 2014 banyak pengembang yang menunda menyelesaikan proyek apartemen sehingga diperkirakan pembangunan tersebut akan selesai pada 2015.
“Tahun 2014 memang banyak developer yang sengaja menunda menyelesaikan proyek karena mereka cenderung wait and see , melihat perkembangan kebijakan pemerintahan baru usai pemilu,” katanya. Dengan banyaknya apartemen baru, dia mengatakan, persaingan bisnis apartemen pada 2015 akan meningkat. “Tapi itu dengan asumsi jika para developer akan komitmen untuk menyelesaikan proyek mereka,” kata Ferry.
Rendra Hanggara
(bbg)