Asosiasi Tambang Minta Penangguhan L/C

Rabu, 08 April 2015 - 11:01 WIB
Asosiasi Tambang Minta...
Asosiasi Tambang Minta Penangguhan L/C
A A A
JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) berbondongbondong mengajukan penangguhan penggunaan letter of credit (L/C) untuk ekspor batu bara hingga akhir tahun.

Pengajuan tersebut untuk mengantisipasi kerugian karena sejumlah perusahaan telah memiliki kontrak jangka panjang. Menurut asosiasi, dengan adanya perubahan tata cara pembayaran, otomatis akan mengubah kontrak.

”Kontrak misalnya delapan bulan lalu harga USD75 per ton, sekarang harga USD60 per ton. Ketika berubah (aturan), menjadi beban sehingga mereka (pembeli) minta harga disesuaikan harga saat ini,” ungkap Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala di Jakarta kemarin. Menurut Supriatna, penangguhan penggunaan L/C untuk ekspor komoditas batu bara kebanyakan diajukan perusahaan tambang pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi I-II.

Perusahaan PKP2B generasi I dan II merupakan perusahaan batu bara yang memberikan kontribusi 40-50% dari total produksi batu bara nasional. Jika tidak ditangguhkan, kata dia, pemerintah berpotensi merugi dari royalti, pendapatan, dan pajak dari perusahaan batu bara. Biaya tambahan PKP2B generasi pertama hingga saat ini ditanggung pemerintah.

”Pemerintah tambah rugi. Bisa terima kerugian penurunan harga dan kerugian membayar L/C. Kontrak generasi I disebutkan, semua biaya tambahan yang tidak tercantum di kontrak adalah beban pemerintah. Itu kontrak yang membuat Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Ini Kementerian Perdagangan kurang koordinasi,” ujarnya. Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, penangguhan aturan L/C diajukan oleh sekitar 10 perusahaan tambang mineral dan lebih dari 10 perusahaan tambang batu bara.

”Sampai saat ini ada lebih dari 20 perusahaan yang mengajukan penangguhan L/C,” kata dia. Sujatmiko menuturkan, banyaknya perusahaan yang mengajukan penangguhan karena belum memakai L/C dalam kegiatan ekspornya. Namun, dia tidak membeberkan siapa saja yang mengajukan penangguhan tersebut. Diamengatakan, akan berusaha secepat mungkin melakukan verifikasi persyaratan sehingga rekomendasi penangguhan bisa dilayangkan ke Kementerian Perdagangan.

”Kami usahakan secepatnya,” ujarnya. Sementara, Ketua Working Group Kebijakan Publik Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso mengatakan, seharusnya pengusaha batu bara tidak mempermasalahkan kebijakan L/C karena merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk membenahi pengawasan transaksi ekspor sumber daya alam Indonesia.

Menurut dia, banyak perdagangan yang berbeda antara negara tujuan dan catatan pemerintah. Devisa yang hasil penjualan sumber daya alam yang harusnya tertahan di nasional bisa dengan mudah terbang lagi ke luar negeri. ”Mungkin bagi perusahaan-perusahaan yang masih terikat kontrak sebaiknya menjadi perhatian untuk menjaga kegiatan usahanya. Kalau kegiatan ekspornya tidak bermasalah, tidak ada alasan untuk takut,” tutupnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 4 Tahun 2015 menetapkan ketentuan penggunaan letter of credit (L/C) untuk ekspor barang tertentu. Komoditas ekspor yang diwajibkan menggunakan L/C meliputi minyak sawit (CPO & CPKO), mineral (termasuk timah), batu bara, serta minyak bumi dan gas mulai 1 April 2015.

Dalam mekanismenya, penggunaan L/C akan dicantumkan bersama pemberitahuan ekspor barang (PEB) dengan besaran harga ekspor paling rendah yang sama dengan harga pasar dunia.

Nanang wijayanto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7210 seconds (0.1#10.140)