BPKP Diminta Periksa Pembatalan Proyek Cilamaya
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Budyatna mengatakan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus melakukan pemeriksaan pasca penghentian proyek pelabuhan Cilamaya.
Menurutnya, proyek ini tidak sekadar pembatalan, melainkan ada yang tak kalah penting, yakni melakukan pemeriksaan secara komprehensif, termasuk proses feasibility study proyek tersebut layak atau tidak. "Tidak ada jalan lain, kecuali BPKP harus melakukan pemeriksaan," tegas dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (8/4/2015).
Menurutnya, hanya melalui pemeriksaan BPKP maka akan diketahui, proyek tersebut layak atau tidak. Apalagi, sebelumnya memang banyak pro dan kontra seputar rencana pembangunan pelabuhan yang ditaksir menelan biaya Rp34 triliun tersebut.
Termasuk di antaranya, mengenai Amdal bermasalah, dekatnya dengan sawah produktif kelas satu seluas 150 ribu hektare, dan terganggunya pipa-pipa Pertamina yang selama ini menyuplai gas untuk kebutuhan listrik di Jakarta.
"Masalah pendanaan juga tidak kalah penting. Melalui pemeriksaan BPKP akan diketahui, berapa besar dana yang dibutuhkan, termasuk yang sudah dikeluarkan untuk mendanai proses feasibility study. Jangan-jangan memang benar dari Jepang," kata dia.
Dari hasil pemeriksaan itu, bisa dikembangkan untuk kepentingan siapa sebenarnya Pelabuhan Cilamaya. Apakah
untuk kepentingan nasional atau semata-mata demi kepentingan pihak lain, misalnya Jepang.
Budyatna mengatakan, bersikukuhnya beberapa pihak untuk menggolkan proyek Cilamaya, menandakan banyak kepentingan yang bermain di dalamnya. "Saya tidak heran dengan fenomena tersebut. Karena saat ini ada kecenderungan beberapa pihak melakukan 'pembangkangan' dan bermain-main sendiri," pungkasnya.
Menurutnya, proyek ini tidak sekadar pembatalan, melainkan ada yang tak kalah penting, yakni melakukan pemeriksaan secara komprehensif, termasuk proses feasibility study proyek tersebut layak atau tidak. "Tidak ada jalan lain, kecuali BPKP harus melakukan pemeriksaan," tegas dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (8/4/2015).
Menurutnya, hanya melalui pemeriksaan BPKP maka akan diketahui, proyek tersebut layak atau tidak. Apalagi, sebelumnya memang banyak pro dan kontra seputar rencana pembangunan pelabuhan yang ditaksir menelan biaya Rp34 triliun tersebut.
Termasuk di antaranya, mengenai Amdal bermasalah, dekatnya dengan sawah produktif kelas satu seluas 150 ribu hektare, dan terganggunya pipa-pipa Pertamina yang selama ini menyuplai gas untuk kebutuhan listrik di Jakarta.
"Masalah pendanaan juga tidak kalah penting. Melalui pemeriksaan BPKP akan diketahui, berapa besar dana yang dibutuhkan, termasuk yang sudah dikeluarkan untuk mendanai proses feasibility study. Jangan-jangan memang benar dari Jepang," kata dia.
Dari hasil pemeriksaan itu, bisa dikembangkan untuk kepentingan siapa sebenarnya Pelabuhan Cilamaya. Apakah
untuk kepentingan nasional atau semata-mata demi kepentingan pihak lain, misalnya Jepang.
Budyatna mengatakan, bersikukuhnya beberapa pihak untuk menggolkan proyek Cilamaya, menandakan banyak kepentingan yang bermain di dalamnya. "Saya tidak heran dengan fenomena tersebut. Karena saat ini ada kecenderungan beberapa pihak melakukan 'pembangkangan' dan bermain-main sendiri," pungkasnya.
(izz)