INSA: Penggunaan Rupiah di Pelabuhan Sulit Dilakukan
A
A
A
BATAM - Perusahaan jasa pelabuhan menilai penggunaan rupiah dalam biaya bongkar muat peti kemas ekspor impor sulit dilakukan. Ini karena layanan tersebut masuk bagian aktivitas perdagangan internasional.
Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Batam, Zulkifli Ali mengatakan, tarif jasa kepelabuhanan rute internasional termasuk biaya bongkar muat dan biaya lain untuk perusahaan pelayaran asing rute internasional tetap menggunakan mata uang dolar AS (USD).
"Mereka tidak punya rupiah, masa kapal asing harus jual USD dulu baru beli rupiah. Kalau saya kurang setuju," ujarnya, Kamis (9/4/2015).
Ali menuturkan, selama ini kapal asing selalu menggunakkan USD dalam membayar tarif-tarif jasa kepelabuhanan. Kapal asing juga membayar utang dalam USD, namun kemudian agen kapal setempat menyetornya dalam bentuk rupiah.
Menurutnya, jika tarif pelabuhan untuk kapal asing rute internasional diubah dalam rupiah akan merugikan perusahaan pelayaran nasional yang berafiliasi dengan mereka untuk membayar tagihannya. Model transaksi dalam rantai logistik di Batam mulai dari pelabuhan hingga perusahaan manufaktur selama ini masih menggunakkan USD dan dolar Singapura.
Kondisi penggunaan rupiah dinilai tidak cukup nyaman bagi pelaku usaha di FTZ Batam karena penyesuaian tarif dari rantai pertama logistik kapal asing justru menggunakkan USD. "Aturan sekarang sudah bagus. Saya bukannya menolak, kewajiban pakai rupiah sudah betul tapi harus ada petunjuknya," terang Ali.
Selama ini, lanjut dia, biaya bongkar muat dan jasa kepelabuhanan untuk perusahaan pelayaran nasional di Batuampar sudah menggunakkan mata uang rupiah. Namun, penerapan rupiah di komponen jasa kepelabuhanan rute internasional tidak bisa diatur pemerintah jika tidak dipantau.
Dia memandang, kewajiban ini patut dipersoalkan lantaran jika dipaksakan akan memberatkan kalangan pengusaha pelayaran di kawasan ini. Pengusaha pelayaran akan menghadapi lonjakan biaya karena nilai atau harga jasa yang dikenakan operator pelabuhan akan berubah mengikuti kurs USD.
Apalagi, kata Ali, tarif pelabuhan di Batam selama ini justru lebih murah jika dibandingkan Jakarta. Ada beberapa komponen biaya, seperti Container Handling Charges [CHC], Terminal Handling Charge (THC), hingga biaya kapal atau freight tidak bisa menggunakan rupiah. Biaya CHC, THC, hingga freight ini tidak pakai rupiah karena satu siklus transaksi antara pembeli dan penjual.
Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Batam, Zulkifli Ali mengatakan, tarif jasa kepelabuhanan rute internasional termasuk biaya bongkar muat dan biaya lain untuk perusahaan pelayaran asing rute internasional tetap menggunakan mata uang dolar AS (USD).
"Mereka tidak punya rupiah, masa kapal asing harus jual USD dulu baru beli rupiah. Kalau saya kurang setuju," ujarnya, Kamis (9/4/2015).
Ali menuturkan, selama ini kapal asing selalu menggunakkan USD dalam membayar tarif-tarif jasa kepelabuhanan. Kapal asing juga membayar utang dalam USD, namun kemudian agen kapal setempat menyetornya dalam bentuk rupiah.
Menurutnya, jika tarif pelabuhan untuk kapal asing rute internasional diubah dalam rupiah akan merugikan perusahaan pelayaran nasional yang berafiliasi dengan mereka untuk membayar tagihannya. Model transaksi dalam rantai logistik di Batam mulai dari pelabuhan hingga perusahaan manufaktur selama ini masih menggunakkan USD dan dolar Singapura.
Kondisi penggunaan rupiah dinilai tidak cukup nyaman bagi pelaku usaha di FTZ Batam karena penyesuaian tarif dari rantai pertama logistik kapal asing justru menggunakkan USD. "Aturan sekarang sudah bagus. Saya bukannya menolak, kewajiban pakai rupiah sudah betul tapi harus ada petunjuknya," terang Ali.
Selama ini, lanjut dia, biaya bongkar muat dan jasa kepelabuhanan untuk perusahaan pelayaran nasional di Batuampar sudah menggunakkan mata uang rupiah. Namun, penerapan rupiah di komponen jasa kepelabuhanan rute internasional tidak bisa diatur pemerintah jika tidak dipantau.
Dia memandang, kewajiban ini patut dipersoalkan lantaran jika dipaksakan akan memberatkan kalangan pengusaha pelayaran di kawasan ini. Pengusaha pelayaran akan menghadapi lonjakan biaya karena nilai atau harga jasa yang dikenakan operator pelabuhan akan berubah mengikuti kurs USD.
Apalagi, kata Ali, tarif pelabuhan di Batam selama ini justru lebih murah jika dibandingkan Jakarta. Ada beberapa komponen biaya, seperti Container Handling Charges [CHC], Terminal Handling Charge (THC), hingga biaya kapal atau freight tidak bisa menggunakan rupiah. Biaya CHC, THC, hingga freight ini tidak pakai rupiah karena satu siklus transaksi antara pembeli dan penjual.
(dmd)