Pertumbuhan Ekonomi Mengarah ke Batas Bawah
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai, ada risiko pertumbuhan ekonomi tahun ini mengarah ke batas bawah dari proyeksi di kisaran 5,4-5,8%.Pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi tahun ini akan dipengaruhi seberapa besar dan cepat realisasi berbagai proyek infrastruktur yang direncanakan pemerintah.
Selain itu, pertumbuhan akan sangat dipengaruhi tingkat konsumsi dan kinerja ekspor yang diharapkan secara gradual akan membaik. ”Sementara, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I diperkirakan masih moderat. Pertumbuhan diperkirakan baru kembali meningkat pada kuartal II,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta kemarin.
Menurut dia, konsumsi diperkirakan masih cukup kuat pada kuartal I/2015. Sementara, pengeluaran pemerintah diperkirakan masih tumbuh terbatas sesuai pola realisasinya di awal tahun dan baru akan meningkat mulai kuartal II/2015 dan seterusnya. Sedangkan, perkembangan ekspor dan investasi, sambung dia, mengindikasikan adanya kecenderungan melambat.
Ekspor diperkirakan masih terkontraksi, meskipun mulai mengalami perbaikan, sejalan dengan masih lemahnya harga komoditas dan melambatnya permintaan dunia, khususnya untuk produk manufaktur. ”Pertumbuhan investasi juga diperkirakan masih tertahan, meski akan meningkat pada kuartal II dan kuartal berikutnya seiring dengan semakin meningkatnya belanja modal pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur,” tambahnya.
Lebih lanjut Tirta menyatakan bahwa neraca perdagangan pada Maret 2015 kembali mencatat surplus, terutama didorong oleh surplus nonmigas. Sementara, pada periode Januari-Maret 2015 defisit neraca migas mengalami penurunan, sebagai implikasi dari reformasi subsidi yang ditempuh pemerintah. Tirta menuturkan, surplus neraca perdagangan pada Januari- Maret 2015 ini sesuai dengan perkiraan defisit transaksi berjalan kuartal I/2015 yang akan jauh lebih rendah dari kuartal IV/2014.
Jaga Inflasi
Setelah mengalami deflasi pada dua bulan pertama 2015, inflasi bulan Maret tercatat sebesar 0,17% (mtm) atau 6,38% (yoy) yang bersumber dari kelompok barang yang harganya diatur pemerintah (administered price). Tirta menjelaskan, secara umum inflasi pada bulan Maret yang terkendali, ditopang oleh kelompok harga bahan pangan yang bergejolak (volatile food ) yang masih mengalami deflasi dan inflasi inti yang melambat.
Meski demikian, BIakanterus mencermati risiko yang dapat memengaruhi inflasi, terutama terkait dengan perkembangan harga minyak dunia serta pelemahan rupiah, kemungkinan penyesuaian harga barangbarang yang diatur pemerintah dan pasokan bahan pangan. Untuk itu, dalam rangka menjaga inflasi, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar7,5%, dengansukubunga deposit facility 5,5% dan lending facility pada level 8%.
”Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 4±1% pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah,” jelas dia. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, BI menahan suku bunga acuan tetap pada level semula karena pengaruh deflasi selama dua bulan terakhir.
Di samping itu, tekanan eksternal juga masih mendominasi kinerja perekonomian Indonesia. ”Karena ada tren, kenaikan inflasi Maret kemarin BI masih menahan BI Rate . Ini dilakukan agar sepanjang tahun ini inflasi bisa terjangkau sesuai dengan target BI,” kata dia kepada KORAN SINDO. Selain itu, lanjutnya, sepertinya BI juga mengantisipasi tekanan eksternal agar volatilitas rupiah bisa terjaga yakni dengan cara mempertahankan suku bunga acuan.
Menurut dia, BI akan tetap mempertahankan suku bunga atau bahkan memangkas suku bunga acuan hingga momentum inflasi mereda atau pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto menambahkan, langkah BI menahan suku bunga acuan wajar karena pengaruh inflasi bulan lalu.
Langkah ini juga menurutnya dilakukan untuk mencegah dana asing keluar serta mengantisipasi dinamika internasional yang bergejolak. ”Mungkin ini win-win solution antara stabilisasi untuk mencegah dana asing keluar. Pelaku usaha dan dunia perbankan juga harus di-support dengan suku bunga yang menarik,” tandasnya.
Kunthi fahmar sandy
Selain itu, pertumbuhan akan sangat dipengaruhi tingkat konsumsi dan kinerja ekspor yang diharapkan secara gradual akan membaik. ”Sementara, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I diperkirakan masih moderat. Pertumbuhan diperkirakan baru kembali meningkat pada kuartal II,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta kemarin.
Menurut dia, konsumsi diperkirakan masih cukup kuat pada kuartal I/2015. Sementara, pengeluaran pemerintah diperkirakan masih tumbuh terbatas sesuai pola realisasinya di awal tahun dan baru akan meningkat mulai kuartal II/2015 dan seterusnya. Sedangkan, perkembangan ekspor dan investasi, sambung dia, mengindikasikan adanya kecenderungan melambat.
Ekspor diperkirakan masih terkontraksi, meskipun mulai mengalami perbaikan, sejalan dengan masih lemahnya harga komoditas dan melambatnya permintaan dunia, khususnya untuk produk manufaktur. ”Pertumbuhan investasi juga diperkirakan masih tertahan, meski akan meningkat pada kuartal II dan kuartal berikutnya seiring dengan semakin meningkatnya belanja modal pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur,” tambahnya.
Lebih lanjut Tirta menyatakan bahwa neraca perdagangan pada Maret 2015 kembali mencatat surplus, terutama didorong oleh surplus nonmigas. Sementara, pada periode Januari-Maret 2015 defisit neraca migas mengalami penurunan, sebagai implikasi dari reformasi subsidi yang ditempuh pemerintah. Tirta menuturkan, surplus neraca perdagangan pada Januari- Maret 2015 ini sesuai dengan perkiraan defisit transaksi berjalan kuartal I/2015 yang akan jauh lebih rendah dari kuartal IV/2014.
Jaga Inflasi
Setelah mengalami deflasi pada dua bulan pertama 2015, inflasi bulan Maret tercatat sebesar 0,17% (mtm) atau 6,38% (yoy) yang bersumber dari kelompok barang yang harganya diatur pemerintah (administered price). Tirta menjelaskan, secara umum inflasi pada bulan Maret yang terkendali, ditopang oleh kelompok harga bahan pangan yang bergejolak (volatile food ) yang masih mengalami deflasi dan inflasi inti yang melambat.
Meski demikian, BIakanterus mencermati risiko yang dapat memengaruhi inflasi, terutama terkait dengan perkembangan harga minyak dunia serta pelemahan rupiah, kemungkinan penyesuaian harga barangbarang yang diatur pemerintah dan pasokan bahan pangan. Untuk itu, dalam rangka menjaga inflasi, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar7,5%, dengansukubunga deposit facility 5,5% dan lending facility pada level 8%.
”Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 4±1% pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah,” jelas dia. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, BI menahan suku bunga acuan tetap pada level semula karena pengaruh deflasi selama dua bulan terakhir.
Di samping itu, tekanan eksternal juga masih mendominasi kinerja perekonomian Indonesia. ”Karena ada tren, kenaikan inflasi Maret kemarin BI masih menahan BI Rate . Ini dilakukan agar sepanjang tahun ini inflasi bisa terjangkau sesuai dengan target BI,” kata dia kepada KORAN SINDO. Selain itu, lanjutnya, sepertinya BI juga mengantisipasi tekanan eksternal agar volatilitas rupiah bisa terjaga yakni dengan cara mempertahankan suku bunga acuan.
Menurut dia, BI akan tetap mempertahankan suku bunga atau bahkan memangkas suku bunga acuan hingga momentum inflasi mereda atau pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto menambahkan, langkah BI menahan suku bunga acuan wajar karena pengaruh inflasi bulan lalu.
Langkah ini juga menurutnya dilakukan untuk mencegah dana asing keluar serta mengantisipasi dinamika internasional yang bergejolak. ”Mungkin ini win-win solution antara stabilisasi untuk mencegah dana asing keluar. Pelaku usaha dan dunia perbankan juga harus di-support dengan suku bunga yang menarik,” tandasnya.
Kunthi fahmar sandy
(bbg)