Menteri Susi Berlinang Air Mata Kisahkan Ibunya
A
A
A
JAKARTA - Hari Kartini yang jatuh pada 21 April memiliki arti tersendiri bagi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Pasalnya, hari ini juga menjadi momen ulang tahun ibunda menteri nyentrik ini, bahkan dia sempat berlinang air mata mengisahkan mengenai sosok ibunya.
Dikisahkannya, sang ibu merupakan sosok wanita yang menjunjung tinggi arti kebebasan. Betapa tidak, saat usia sang ibu baru menginjak 12 tahun telah berani memutuskan untuk keluar dari kenyamanan singgasana di rumahnya, lantaran tidak ingin terpasung dalam pernikahan dini.
"Saya juga banyak belajar dari ibu saya. Ibu saya umur 12 tahun lari meninggalkan keluarganya di Pangandaran ke Sukabumi, hanya karena dia tidak mau nurut menikah di umur 12 tahun," kisahnya saat memberikan Pidato Kedaulatan di gedung KKP, Jakarta, Selasa (21/4/2015).
Setelah hengkang dari rumah, sambung Susi, sang ibu menetap di gereja dan tinggal bersama suster selama hampir dua tahun. Kendati beragama Islam, namun saat itu satu-satunya cara agar dapat keluar dari jerat pernikahan tersebut hanyalah tinggal di geraja.
"Jadi kalau melihat wanita zaman itu, berani menentukan masa depannya. Segala risiko ditempuh untuk pergi dari comfort zone dan keluarga yang menghidupinya. Padahal dia keluarga muslim, tapi itu satu-satunya cara untuk mandiri," imbuhnya.
Susi mendapat pelajaran dari kisah sang ibu, bahwa meskipun perempuan memiliki keterbatasan, bukan berarti hal itu menjadi penghalang untuk memperoleh kebebasan. Bahkan diakuinya, wanita memiliki keistimewaan untuk membawa kemajuan bangsa.
"Kita sebagai wanita diberi keistimewaan dan memiliki kelebihan membawa kemajuan untuk bangsa kita," tandas dia.
Dikisahkannya, sang ibu merupakan sosok wanita yang menjunjung tinggi arti kebebasan. Betapa tidak, saat usia sang ibu baru menginjak 12 tahun telah berani memutuskan untuk keluar dari kenyamanan singgasana di rumahnya, lantaran tidak ingin terpasung dalam pernikahan dini.
"Saya juga banyak belajar dari ibu saya. Ibu saya umur 12 tahun lari meninggalkan keluarganya di Pangandaran ke Sukabumi, hanya karena dia tidak mau nurut menikah di umur 12 tahun," kisahnya saat memberikan Pidato Kedaulatan di gedung KKP, Jakarta, Selasa (21/4/2015).
Setelah hengkang dari rumah, sambung Susi, sang ibu menetap di gereja dan tinggal bersama suster selama hampir dua tahun. Kendati beragama Islam, namun saat itu satu-satunya cara agar dapat keluar dari jerat pernikahan tersebut hanyalah tinggal di geraja.
"Jadi kalau melihat wanita zaman itu, berani menentukan masa depannya. Segala risiko ditempuh untuk pergi dari comfort zone dan keluarga yang menghidupinya. Padahal dia keluarga muslim, tapi itu satu-satunya cara untuk mandiri," imbuhnya.
Susi mendapat pelajaran dari kisah sang ibu, bahwa meskipun perempuan memiliki keterbatasan, bukan berarti hal itu menjadi penghalang untuk memperoleh kebebasan. Bahkan diakuinya, wanita memiliki keistimewaan untuk membawa kemajuan bangsa.
"Kita sebagai wanita diberi keistimewaan dan memiliki kelebihan membawa kemajuan untuk bangsa kita," tandas dia.
(izz)