Kerja Sama Infrastruktur Didahulukan
A
A
A
JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan sudah ada beberapa negara peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) yang menyampaikan minat untuk berinvestasi di dalam negeri.
”Untuk kawasan ASEAN, Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia sudah secara langsung menyatakan komitmennya untuk bekerja sama,” ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, peringatan KAA yang ke-60 dinilai sebagai forum untuk saling membangun kerja sama antar dua benua.
Franky menilai, khusus negara-negara Afrika bahkan cenderung untuk membuka pasarnya bagi Indonesia. ”Sebagai kelanjutan dari keseriusan kerja sama ini, kami akan menggelar sebuah forum di bulan Agustus mendatang dan akan memfokuskan pada segi infrastruktur terlebih dahulu,” ucapnya.
Selain Malaysia, ujar Franky, negara-negara Asia dan Afrika lainnya juga telah menyatakan minat untuk berinvestasi di sektor infrastruktur, maritim, teknologi dan informasi, serta perkebunan. ”Bidang-bidang tersebut jelas akan sangat menjanjikan proyeksi ke depannya di Indonesia,” tuturnya.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, peringatan ke-60 KAA merupakan momentum penting untuk mengoptimalkan peningkatan perdagangan Indonesia. Menurutnya, kerja sama antara negara Asia-Afrika pada tahun ini berpotensi besar untuk ditingkatkan. ”Potensi ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi kedua benua,” kata dia.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Transformasi Kebijakan Publik atau Transformasi, Nugroho Wienarto mengatakan, KAA Ke-60 dapat menjadi ajang peningkatan kerja sama ekonomi antarnegara di kedua benua. Bagi Indonesia, ada banyak potensi yang dapat ditawarkan dalam kerja sama ekonomi yang diharapkan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
”Negara-negara di Asia-Afrika berpeluang tumbuh sebagai kekuatan baru di dunia karena berpengaruh dari segi ekonomi,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya kemarin. Dia menambahkan, besarnya potensi ekonomi Asia-Afrika karena selain kawasan tersebut merupakan pasar terbesar perdagangan internasional yang mewakili 75% penduduk di dunia, juga memiliki akumulasi produk domestik bruto (PDB) hingga 30% dari PDB dunia.
Selama ini, ujar Nugroho, potensi besar tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Nilai perdagangan Indonesia ke Afrika misalnya, baru mencapai sekitar USD10,7 miliar. ”Jumlah tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara lain, seperti China yang mencapai USD63,58 miliar pada 2014 lalu,” kata Nugroho.
Nugroho menambahkan, Indonesia memiliki banyak keunggulan dalam hal kerja sama ekonomi internasional. Contohnya, pasar yang besar, keadaan politik yang relatif stabil, serta posisi strategis sebagai poros maritim dunia. Banyak produk dalam negeri yang bisa diperdagangkan negara di Asia dan Afrika.
Mulai dari komoditas sumber daya alam, seperti kelapa sawit, bahan tambang, produk laut, serta produk manufaktur seperti tekstil, alas kaki dan mainan anak. Namun di Asia, Indonesia bersaing ketat di bidang ekspor manufaktur, khususnya produk padat karya seperti tekstil dan garmen dengan negara-negara seperti Bangladesh, China, India dan Vietnam.
Menurut data Transformasi, salah satu investor sektor manufaktur di Afrika adalah China, negara yang identik dengan sejarah perkembangan sektor industri yang pesat di tahun 1980 dan 1990-an.
”Upah di Afrika lebih rendah, misalnya saja di Etiopia yang lebih rendah 25% dari upah pekerja di Chia. Ini menjadi salah satu alasan mengapa pabrik-pabrik China memutuskan pindah ke Afrika, seperti Etiopia,” ujar peneliti transformasi, Joanna Octavia.
Rabia edra/ Yanto kusdiantono
”Untuk kawasan ASEAN, Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia sudah secara langsung menyatakan komitmennya untuk bekerja sama,” ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, peringatan KAA yang ke-60 dinilai sebagai forum untuk saling membangun kerja sama antar dua benua.
Franky menilai, khusus negara-negara Afrika bahkan cenderung untuk membuka pasarnya bagi Indonesia. ”Sebagai kelanjutan dari keseriusan kerja sama ini, kami akan menggelar sebuah forum di bulan Agustus mendatang dan akan memfokuskan pada segi infrastruktur terlebih dahulu,” ucapnya.
Selain Malaysia, ujar Franky, negara-negara Asia dan Afrika lainnya juga telah menyatakan minat untuk berinvestasi di sektor infrastruktur, maritim, teknologi dan informasi, serta perkebunan. ”Bidang-bidang tersebut jelas akan sangat menjanjikan proyeksi ke depannya di Indonesia,” tuturnya.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, peringatan ke-60 KAA merupakan momentum penting untuk mengoptimalkan peningkatan perdagangan Indonesia. Menurutnya, kerja sama antara negara Asia-Afrika pada tahun ini berpotensi besar untuk ditingkatkan. ”Potensi ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi kedua benua,” kata dia.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Transformasi Kebijakan Publik atau Transformasi, Nugroho Wienarto mengatakan, KAA Ke-60 dapat menjadi ajang peningkatan kerja sama ekonomi antarnegara di kedua benua. Bagi Indonesia, ada banyak potensi yang dapat ditawarkan dalam kerja sama ekonomi yang diharapkan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
”Negara-negara di Asia-Afrika berpeluang tumbuh sebagai kekuatan baru di dunia karena berpengaruh dari segi ekonomi,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya kemarin. Dia menambahkan, besarnya potensi ekonomi Asia-Afrika karena selain kawasan tersebut merupakan pasar terbesar perdagangan internasional yang mewakili 75% penduduk di dunia, juga memiliki akumulasi produk domestik bruto (PDB) hingga 30% dari PDB dunia.
Selama ini, ujar Nugroho, potensi besar tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Nilai perdagangan Indonesia ke Afrika misalnya, baru mencapai sekitar USD10,7 miliar. ”Jumlah tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara lain, seperti China yang mencapai USD63,58 miliar pada 2014 lalu,” kata Nugroho.
Nugroho menambahkan, Indonesia memiliki banyak keunggulan dalam hal kerja sama ekonomi internasional. Contohnya, pasar yang besar, keadaan politik yang relatif stabil, serta posisi strategis sebagai poros maritim dunia. Banyak produk dalam negeri yang bisa diperdagangkan negara di Asia dan Afrika.
Mulai dari komoditas sumber daya alam, seperti kelapa sawit, bahan tambang, produk laut, serta produk manufaktur seperti tekstil, alas kaki dan mainan anak. Namun di Asia, Indonesia bersaing ketat di bidang ekspor manufaktur, khususnya produk padat karya seperti tekstil dan garmen dengan negara-negara seperti Bangladesh, China, India dan Vietnam.
Menurut data Transformasi, salah satu investor sektor manufaktur di Afrika adalah China, negara yang identik dengan sejarah perkembangan sektor industri yang pesat di tahun 1980 dan 1990-an.
”Upah di Afrika lebih rendah, misalnya saja di Etiopia yang lebih rendah 25% dari upah pekerja di Chia. Ini menjadi salah satu alasan mengapa pabrik-pabrik China memutuskan pindah ke Afrika, seperti Etiopia,” ujar peneliti transformasi, Joanna Octavia.
Rabia edra/ Yanto kusdiantono
(ftr)