Penjualan Retail Jepang Anjlok Terbesar Sejak 1998
A
A
A
TOKYO - Penjualan retaill Jepang pada bulan Maret tahun ini anjlok 9,7%, merupakan penurunan terbesar sejak 1998.
Data Kementerian Perdagangan Jepang menunjukkan, penjualan retail merosot 9,7% dari tahun sebelumnya dan tenggelam 1,9% dari bulan sebelumnya. Sementara para ekonom yang disurvei Bloomberg sempat memperkirakan penjualan retail naik 0,6%.
Penjualan retail terimbas lemahnya belanja konsumen, yang datang menjelang keputusan kebijakan Bank of Japan (BoJ) pekan ini dan prospek ekonomi, yang dapat menyebabkan pudarnya momentum inflasi.
Kondisi ini memberi pandangan kepada Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda bahwa energi yang lebih murah akan memberikan dorongan bagi perekonomian dunia ketiga terbesar di dunia tersebut
Kuroda mengatakan, menyusutnya harga minyak dapat mengganggu kenaikan belanja konsumen dalam waktu dekat, yang pada akhirnya memengaruhi pertumbuhan dan tekanan inflasi.
"Ini menjadi jelas bahwa pemulihan Jepang sangat lamban," kata ekonom Citigroup Inc Kiichi Murashima seperti dilansir dari Bloomberg, Selasa (28/4/2015).
Menurut dia, dengan pasar tenaga kerja yang ketat dan belanja konsumen yang lebih baik, BoJ tidak harus mengubah pandangan terhadap kebijakan moneternya. Justru ketidakpastian yang berkembang tentang kekuatan ekonomi yang memberi kekhawatiran BOJ.
Ekonom Capital Economics Marcel Thieliant dan ekonom Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities Co Yuji Shimanaka memperkirakan BOJ akan memperpanjang kebijakan pelonggaran moneternya pada pertemuan Kamis mendatang.
Murashima melihat BOJ akan meningkatkan stimulus moneter pada bulan Juli, sementara mayoritas ekonom yang disurvei memperkirakan kebijakan itu baru akan dilakukan pada akhir Oktober.
Kuroda berulang kali mengatakan bahwa bank sentral akan terus memberikan stimulus hingga belanja konsumen stabil sesuai target sekitar 2%. Indeks utama BOJ menunjukkan inflasi melambat ke nol pada Februari, terbebani oleh penurunan harga minyak lebih dari 40% pada tahun lalu.
BOJ pada Januari menurunkan prospek untuk inflasi inti menjadi 1% dari 1,7% untuk tahun fiskal ini hingga Maret 2016, revisi kedua yang dilakukan Kuroda sejak Maret 2013.
Data Kementerian Perdagangan Jepang menunjukkan, penjualan retail merosot 9,7% dari tahun sebelumnya dan tenggelam 1,9% dari bulan sebelumnya. Sementara para ekonom yang disurvei Bloomberg sempat memperkirakan penjualan retail naik 0,6%.
Penjualan retail terimbas lemahnya belanja konsumen, yang datang menjelang keputusan kebijakan Bank of Japan (BoJ) pekan ini dan prospek ekonomi, yang dapat menyebabkan pudarnya momentum inflasi.
Kondisi ini memberi pandangan kepada Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda bahwa energi yang lebih murah akan memberikan dorongan bagi perekonomian dunia ketiga terbesar di dunia tersebut
Kuroda mengatakan, menyusutnya harga minyak dapat mengganggu kenaikan belanja konsumen dalam waktu dekat, yang pada akhirnya memengaruhi pertumbuhan dan tekanan inflasi.
"Ini menjadi jelas bahwa pemulihan Jepang sangat lamban," kata ekonom Citigroup Inc Kiichi Murashima seperti dilansir dari Bloomberg, Selasa (28/4/2015).
Menurut dia, dengan pasar tenaga kerja yang ketat dan belanja konsumen yang lebih baik, BoJ tidak harus mengubah pandangan terhadap kebijakan moneternya. Justru ketidakpastian yang berkembang tentang kekuatan ekonomi yang memberi kekhawatiran BOJ.
Ekonom Capital Economics Marcel Thieliant dan ekonom Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities Co Yuji Shimanaka memperkirakan BOJ akan memperpanjang kebijakan pelonggaran moneternya pada pertemuan Kamis mendatang.
Murashima melihat BOJ akan meningkatkan stimulus moneter pada bulan Juli, sementara mayoritas ekonom yang disurvei memperkirakan kebijakan itu baru akan dilakukan pada akhir Oktober.
Kuroda berulang kali mengatakan bahwa bank sentral akan terus memberikan stimulus hingga belanja konsumen stabil sesuai target sekitar 2%. Indeks utama BOJ menunjukkan inflasi melambat ke nol pada Februari, terbebani oleh penurunan harga minyak lebih dari 40% pada tahun lalu.
BOJ pada Januari menurunkan prospek untuk inflasi inti menjadi 1% dari 1,7% untuk tahun fiskal ini hingga Maret 2016, revisi kedua yang dilakukan Kuroda sejak Maret 2013.
(rna)