Transformasi Bekasi sebagai Kota Satelit

Rabu, 29 April 2015 - 10:11 WIB
Transformasi Bekasi sebagai Kota Satelit
Transformasi Bekasi sebagai Kota Satelit
A A A
Pertumbuhan dan perkembangan kawasan penyangga Jakarta, seperti Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi semakin pesat. Lima tahun silam, Serpong menjadi primadona kawasan hunian dan komersial. Kini, properti Depok dan Bekasi mulai menggeliat seiring masuknya pengembang besar.

Kota Bekasi, khususnya Bekasi Barat, secara perlahan dan pasti, bertransformasi menjadi destinasi investasi properti. Hal ini dibuktikan dengan pesatnya pembangunan segala jenis properti, mulai perumahan, pusat belanja, apartemen, hingga yang terbaru perkantoran.

Namun, yang masih menjadi kendala adalah infrastruktur transportasi yang masih belum mendukung. “Yang banyak dikeluhkan masyarakat adalah padatnya akses dari Jakarta menuju Bekasi sehingga waktu tempuh dari dan menuju Bekasi menjadi lama,” ujar pakar tata kota Yayat Supriatna.

Memang Bekasi adalah kota penunjang Jakarta, hampir sebagian besar warga Bekasi bekerja di Jakarta sehingga menyebabkan arus lalu lintas Bekasi- Jakarta menjadi padat. Sebenarnya, banyak akses dari Bekasi menuju Jakarta, tercatat ada 10 pintu tol menuju sana, yakni pintu tol Pondok Gede, Jatibening, Kali Malang, Bintara, Bekasi Barat, Bekasi Timur, Tambun, Cibitung, Cikarang, dan Pasar Ranji.

Namun, kepadatan selalu terjadi di semua pintu keluar tol tersebut. Pintu tol Bekasi Barat, misalnya, setiap pagi dan sore hari dipenuhi kendaraan roda empat, ditambah lagi dengan bus-bus besar yang mengarah ke Terminal Bekasi. Ini juga terjadi di Bekasi Timur. Di sana akses dari dan menuju jalan tol terlalu sempit sehingga timbul kemacetan cukup parah.

Ini pulalah yang dikatakan Hilmi Melanie, arsitek yang tinggal tidak jauh dari pintu tol Bekasi Barat, dan Yudi, desainer grafis yang tinggal di Bekasi sejak 1991. Menurut mereka, pintu tol memang menjadi sumber kemacetan di Bekasi. “Kalau di dalam Kota Bekasinya sendiri sebenarnya enggak terlalu macet. Padat tapi masih bisa jalan,” ucap Hilmi.

Selain area pintu tol yang macet, lamanya waktu tempuh disebabkan padatnya tol dari Bekasi menuju Jakarta. Bergabungnya tol Bekasi dengan tol menuju Cikampek dan kawasan industri Cikarang menambah kemacetan ini. Menurut Yudi, sebelum jalan JORR Cikunir-Cilincing dibangun, kemacetan di dalam tol tidak seperti sekarang ini.

Namun, sejak adanya tol tersebut, truk-truk yang menuju dari Tanjung Priok jadi melewati tempat ini sehingga menyebabkan kemacetan. Karena macet itulah, sebagian besar warga Bekasi yang bekerja di Jakarta lebih memilih menggunakan angkutan kereta, seperti yang dilakukan Hilmi dan beberapa kawannya.

Di balik kekurangan Bekasi, pengembang besar, seperti PT Summarecon Agung Tbk dan PT Metropolitan Land Tbk, melihat Bekasi sangat seksi. Kebutuhan hunian dan ruang perkantoran semakin menguat seiring pertumbuhan bisnis. Selain itu, pergeseran pola konsumsi properti juga sudah terjadi di kawasan ini. Jika dua atau tiga tahun lalu harga properti (perumahan) terendah masih berkisar Rp400 juta hingga Rp700 juta, kini sudah menembus level Rp1 miliar per unit.

Hal tersebut disebabkan harga lahan di Bekasi Barat, terutama di lokasi premium, sudah menyentuh dua digit, yaitu sekitar Rp15 juta hingga Rp20 juta per meter persegi. Sementara itu, harga lahan di dalam kawasan perumahan berkonsep real estate sekitar Rp7 juta-Rp10 juta per meter persegi.

Di kawasan Summarecon Bekasi diperkirakan harga lahan sudah mencapai Rp8,5 juta-Rp10 juta per meter persegi. Bahkan, sejumlah pengembang membangun hunian vertikal dengan harga yang tidak murah. Saat ini harga apartemen di Bekasi rata-rata mencapai Rp380 juta per unit untuk tipe studio.

Lalu, apakah Bekasi baik untuk investasi dan lengkap untuk tempat tinggal? Ghofar Nazila, Presiden Direktur PT Relife Realty Indonesia, mengatakan bahwa sebenarnya Bekasi punya potensi yang cukup tinggi karena masih banyak lahan yang tersedia. “Kota-kota penyangga selalu punya prospek. Di Jakarta kan sudah tidak mungkin membangun rumah.

Depok lahannya sudah mulai habis karena kotanya memang kecil. Nah, Bekasi memiliki lahan yang luas cukup luas sehingga masih banyak lahan yang dapat dikembangkan,” ucap Ghofar. Sebagai lahan investasi, membeli rumah di Bekasi amat menjanjikan.

Menurut cerita Ghofar, kenaikan harga rumah di Bekasi saat ini sangat tinggi. Dalam dua tahun, harga rumah bisa mencapai kenaikan sebesar 220%. “Lihat saja, pengembang besar seperti Summarecon membangun perumahan besar di sana. Itu artinya ada potensi besar di sana,” tuturnya.

Aprilia s andyna
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3587 seconds (0.1#10.140)