Pembiayaan Syariah BII Kuartal I Melesat
A
A
A
JAKARTA - Total pembiayaan syariah PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) melesat117,65% dari Rp3,4 triliun pada Maret 2014 menjadi Rp7,4 triliun pada Maret 2015.
Pertumbuhan tersebut memberikan kontribusi sebesar 6,9% terhadap total portofolio kredit Bank. Kenaikan pada total pembiayaan syariah disertai dengan membaiknya kualitas aset yang tercermin dari penurunan nonperforming financing menjadi 0,77% dari sebelumnya 2,42%.
"Sementara total simpanan meningkat 42,5% dari Rp 3,2 triliun di bulan Maret 2014 menjadi Rp4,6 triliun di bulan Maret 2015," papar Presiden Direktur BII Taswin Zakaria dalam rilisnya, Kamis (30/4/2015).
Di samping itu, simpanan nasabah Bank menunjukkan pertumbuhan sebesar 1% dari Rp104,0 triliun per 31 Maret 2014 menjadi Rp105,0 triliun per 31 Maret 2015.
Hal ini karena bank memutuskan untuk melakukan kontrol terhadap pengelolaan pertumbuhan simpanan dan pricing. Cash management dan layanan solusi pembayaran terus meningkat dan menyumbangkan 12% peningkatan pada saldo rekening koran.
Sementara rasio loan to deposit tidak termasuk anak perusahaan terjaga pada tingkat yang sehat, yaitu 91,89% per 31 Maret 2015, sementara LDR konsolidasian termasuk pada pinjaman, penerbitan sekuritas, sub debt, dan simpanan nasabah terjaga pada 82,64%.
Pendapatan bunga bersih meningkat 9,6% dari Rp1,5 triliun di Maret 2014 menjadi Rp1,6 triliun di Maret 2015 sejalan dengan membaiknya marjin bunga bersih bank menjadi 4,85% dari 4,73%.
Pendapatan operasional lainnya (pendapatan imbal jasa) per 31 Maret 2015 meningkat 26,0% menjadi Rp621 miliar dibandingkan dengan Rp493 miliar pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Menurut dia, total pendapatan imbal jasa bank terutama dihasilkan dari peningkatan pada biaya-biaya corporate deals, remittances , bancassurance, transaksi valuta asing, penggunaan kartu kredit, trade finance, dan lainnya. Nonperforming loan (NPL) berada pada level 2,80% (gross) dan 1,91% (net).
"Bank tetap harus waspada pada kualitas kredit karena beberapa usaha masih merasakan dampak lemahnya sektor komoditas dan pertambangan, perlambatan ekonomi dan lemahnya rupiah," jelasnya.
Pertumbuhan tersebut memberikan kontribusi sebesar 6,9% terhadap total portofolio kredit Bank. Kenaikan pada total pembiayaan syariah disertai dengan membaiknya kualitas aset yang tercermin dari penurunan nonperforming financing menjadi 0,77% dari sebelumnya 2,42%.
"Sementara total simpanan meningkat 42,5% dari Rp 3,2 triliun di bulan Maret 2014 menjadi Rp4,6 triliun di bulan Maret 2015," papar Presiden Direktur BII Taswin Zakaria dalam rilisnya, Kamis (30/4/2015).
Di samping itu, simpanan nasabah Bank menunjukkan pertumbuhan sebesar 1% dari Rp104,0 triliun per 31 Maret 2014 menjadi Rp105,0 triliun per 31 Maret 2015.
Hal ini karena bank memutuskan untuk melakukan kontrol terhadap pengelolaan pertumbuhan simpanan dan pricing. Cash management dan layanan solusi pembayaran terus meningkat dan menyumbangkan 12% peningkatan pada saldo rekening koran.
Sementara rasio loan to deposit tidak termasuk anak perusahaan terjaga pada tingkat yang sehat, yaitu 91,89% per 31 Maret 2015, sementara LDR konsolidasian termasuk pada pinjaman, penerbitan sekuritas, sub debt, dan simpanan nasabah terjaga pada 82,64%.
Pendapatan bunga bersih meningkat 9,6% dari Rp1,5 triliun di Maret 2014 menjadi Rp1,6 triliun di Maret 2015 sejalan dengan membaiknya marjin bunga bersih bank menjadi 4,85% dari 4,73%.
Pendapatan operasional lainnya (pendapatan imbal jasa) per 31 Maret 2015 meningkat 26,0% menjadi Rp621 miliar dibandingkan dengan Rp493 miliar pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Menurut dia, total pendapatan imbal jasa bank terutama dihasilkan dari peningkatan pada biaya-biaya corporate deals, remittances , bancassurance, transaksi valuta asing, penggunaan kartu kredit, trade finance, dan lainnya. Nonperforming loan (NPL) berada pada level 2,80% (gross) dan 1,91% (net).
"Bank tetap harus waspada pada kualitas kredit karena beberapa usaha masih merasakan dampak lemahnya sektor komoditas dan pertambangan, perlambatan ekonomi dan lemahnya rupiah," jelasnya.
(rna)