Keuangan Syariah Dipacu
A
A
A
JAKARTA - Sistem keuangan Islam yang menekankan keadilan dan melarang berbagai bentuk spekulasi diyakini mendorong terwujudnya inklusi keuangan.
”Prinsip keuangan Islam merupakan prinsip yang tepat untuk mewujudkan financial inclusion (inklusi keuangan) di kalangan masyarakat yang akhirnya akan memperkuat stabilitas perekonomian nasional,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada acara pembukaan Muktamar III IAEI dan Seminar Ekonomi Islam ”Building Strategic Alliance in Islamic Economics, Finance and Business Policies ” di Jakarta kemarin.
Menurut Bambang yang juga ketua umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), prinsip yang dianut sistem keuangan tersebut mendorong terwujud keseimbangan dan terpenuhi rasa keadilan. Lebih lanjut ia mengatakan, penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan telah menegaskan daya tahannya dalam menghadapi berbagai krisis keuangan.
Dia mencontohkan Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang berhasil lolos dari krisis ekonomi pada 2008. Itu telah membuat banyak pihak melirik sistem keuangan Islam dan menganggapnya memiliki potensi besar untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Menurut Bambang, prinsip keuangan Islam mengutamakan etika dalam berusaha dan melarang spekulasi tentang ketidakpastian.
”Prinsip keuangan Islam juga mengutamakan berbagi risiko daripada mengalihkan risiko. Prinsip keuangan Islam melarang transaksi money for money dan mengharuskan ada aset riil yang mendasari suatu transaksi,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa kinerja di balik sejumlah lembaga keuangan syariah nasional sudah sangat baik. Namun, secara kuantitas masih harus terus ditingkatkan. ”Aset yang ada di sejumlah bank syariah masih sangat sedikit yaitu USD35,63 miliar atau 2,1% dari pangsa pasar dunia,” ujarnya.
Jika dinilai secara aset, lanjut dia, Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara lainnya yakni berada di urutan sembilan. Dia menambahkan, bisnis keuangan berbasis syariah di dalam negeri juga masih jauh dari penguasaan pangsa pasar, sekalipun pada dasarnya jumlah penduduk muslim mencapai 88%. ”Jelas ini menjadi tantangan bagi kita semua,” katanya.
Menurut Wapres, kinerja ini dapat diubah dengan cara mendorongnya untuk mulai merambah ke sektor riil dan lebih menguniversalkan sistem yang ada karena sasaran pengguna bukan hanya muslim. ”Sistem itu yang harus jadi alat untuk mengajak masyarakat lebih banyak lagi, bukan dengan nama syariah atau bahasa Arab untuk penyebutan ihwal dalam perbankan,” sebutnya.
Sebagai contoh, Wapres memberikan gambaran tentang ekonomi syariah Malaysia yang lebih maju dari Indonesia. Di sana perbendaharaan kata tidak dibuat berkelit dan hanya memfokuskan pada bentuk persaingan dengan perbankan konvensional. Adapun jaminan yang ditawarkan juga lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat. ”Artinya mulai sekarang, perbankan syariah harus lebih membumi lagi agar sistem syariah dapat lebih dipahami dan diterima oleh semua pengusaha,” pungkasnya.
Terlepas dari itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pun optimistis potensi keuangan syariah nasional akan terus membesar. ”Walau pangsanya masih di bawah 10%, kita akan membangun aliansi strategis agar semakin berkembang,” tuturnya.
Seperti diketahui, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah World Islamic Economic Forum (WIEF) 2016. Forum tersebut akan dihadiri para penanam modal dari seluruh dunia, termasuk dari negara-negara Islam yang memiliki kelebihan dana untuk diinvestasikan. Pada kesempatan itu pemerintah akan lebih ambil andil untuk mengimplementasikan kebijakan serta arahan strategis terkait keuangan syariah.
Pemerintah telah mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 melalui PP No 2/2015 guna mengoptimalkan kontribusi ekonomi syariah dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi bantalan terhadap krisis moneter.
Rabia edra
”Prinsip keuangan Islam merupakan prinsip yang tepat untuk mewujudkan financial inclusion (inklusi keuangan) di kalangan masyarakat yang akhirnya akan memperkuat stabilitas perekonomian nasional,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada acara pembukaan Muktamar III IAEI dan Seminar Ekonomi Islam ”Building Strategic Alliance in Islamic Economics, Finance and Business Policies ” di Jakarta kemarin.
Menurut Bambang yang juga ketua umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), prinsip yang dianut sistem keuangan tersebut mendorong terwujud keseimbangan dan terpenuhi rasa keadilan. Lebih lanjut ia mengatakan, penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan telah menegaskan daya tahannya dalam menghadapi berbagai krisis keuangan.
Dia mencontohkan Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang berhasil lolos dari krisis ekonomi pada 2008. Itu telah membuat banyak pihak melirik sistem keuangan Islam dan menganggapnya memiliki potensi besar untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Menurut Bambang, prinsip keuangan Islam mengutamakan etika dalam berusaha dan melarang spekulasi tentang ketidakpastian.
”Prinsip keuangan Islam juga mengutamakan berbagi risiko daripada mengalihkan risiko. Prinsip keuangan Islam melarang transaksi money for money dan mengharuskan ada aset riil yang mendasari suatu transaksi,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa kinerja di balik sejumlah lembaga keuangan syariah nasional sudah sangat baik. Namun, secara kuantitas masih harus terus ditingkatkan. ”Aset yang ada di sejumlah bank syariah masih sangat sedikit yaitu USD35,63 miliar atau 2,1% dari pangsa pasar dunia,” ujarnya.
Jika dinilai secara aset, lanjut dia, Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara lainnya yakni berada di urutan sembilan. Dia menambahkan, bisnis keuangan berbasis syariah di dalam negeri juga masih jauh dari penguasaan pangsa pasar, sekalipun pada dasarnya jumlah penduduk muslim mencapai 88%. ”Jelas ini menjadi tantangan bagi kita semua,” katanya.
Menurut Wapres, kinerja ini dapat diubah dengan cara mendorongnya untuk mulai merambah ke sektor riil dan lebih menguniversalkan sistem yang ada karena sasaran pengguna bukan hanya muslim. ”Sistem itu yang harus jadi alat untuk mengajak masyarakat lebih banyak lagi, bukan dengan nama syariah atau bahasa Arab untuk penyebutan ihwal dalam perbankan,” sebutnya.
Sebagai contoh, Wapres memberikan gambaran tentang ekonomi syariah Malaysia yang lebih maju dari Indonesia. Di sana perbendaharaan kata tidak dibuat berkelit dan hanya memfokuskan pada bentuk persaingan dengan perbankan konvensional. Adapun jaminan yang ditawarkan juga lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat. ”Artinya mulai sekarang, perbankan syariah harus lebih membumi lagi agar sistem syariah dapat lebih dipahami dan diterima oleh semua pengusaha,” pungkasnya.
Terlepas dari itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pun optimistis potensi keuangan syariah nasional akan terus membesar. ”Walau pangsanya masih di bawah 10%, kita akan membangun aliansi strategis agar semakin berkembang,” tuturnya.
Seperti diketahui, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah World Islamic Economic Forum (WIEF) 2016. Forum tersebut akan dihadiri para penanam modal dari seluruh dunia, termasuk dari negara-negara Islam yang memiliki kelebihan dana untuk diinvestasikan. Pada kesempatan itu pemerintah akan lebih ambil andil untuk mengimplementasikan kebijakan serta arahan strategis terkait keuangan syariah.
Pemerintah telah mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 melalui PP No 2/2015 guna mengoptimalkan kontribusi ekonomi syariah dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi bantalan terhadap krisis moneter.
Rabia edra
(ftr)