Peliharalah Musuh
A
A
A
Suatu kali ada sebuah perusahaan yang berdiri dan sukses menjalankan bisnisnya. Berdiri di sebuah kota kecil, hampir semua penduduk kota tersebut mengandalkan perusahaan itu untuk memenuhi kebutuhannya.
Hingga suatu kali datanglah perusahaan lain. Pendatang baru itu langsung membuat sejumlah gebrakan dari diskon hingga produk yang lebih baru agar penduduk kota lebih memilih perusahaan itu dibanding perusahaan lama. Pemilik perusahaan yang sudah lebih lama pun merasakan iklim persaingan yang ketat. Ia tak tinggal diam.
Berbagai inovasi dibuatnya. Kualitas barang ditingkatkan, pilihan barang dibuat makin beragam. Intinya, hampir setiap kali perusahaan baru membuat satu promosi produk, perusahaan lama pun segera bereaksi membuat hal lain. Karena persaingan makin sengit, sang pemilik perusahaan lama pun mencoba mencari jalan untuk memenangi persaingan. Ia mendatangkan seorang ahli manajemen.
”Saya pokoknya ingin perusahaan baru itu kalah dan angkat kaki dari sini!” Si pemilik perusahaan lama berseru kepada konsultan tersebut. ”Baiklah, saya akan bantu Bapak. Tapi, sebelum saya bertindak lebih jauh, saya ada beberapa pertanyaan untuk Bapak,” sebut sang konsultan. ”Apa pertanyaan itu?” Jawab si pengusaha tak sabar.
”Begini. Pertama, yang perlu saya ketahui apakah sebelum perusahaan itu datang Bapak pernah mendapat keluhan dari pelanggan dan bagaimana jika dibandingkan dengan saat setelah perusahaan itu datang? Kedua, jika dibandingkan saat perusahaan itu belum datang dan saat ini bagaimana tingkat inovasi promosi di tempat Bapak dalam melayani pelanggan? Ketiga, apakah pelanggan Bapak cenderung berkurang selama ini?” Mendapat pertanyaan itu, si pengusaha berpikir sesaat.
”Saat sebelum perusahaan itu datang, yang mengeluh memang cukup banyak, tapi karena tak ada pilihan lain, mengeluh atau tidak, penduduk di sini tetap datang kembali. Begitu perusahaan tersebut datang, mau tidak mau saya melayani keluhan dengan lebih baik. Kedua, soal inovasi promosi. Sebelumnya saya jarang promosi.
Begitu perusahaan itu datang, mau tidak mau saya harus melakukan yang lebih untuk tetap mempertahankan pelanggan.” ”Ketiga, pelanggan saya di awal perusahaan itu jadi sempat berkurang. Tapi, karena saya juga melakukan hal yang sama dan bahkan lebih baik akhirnya pelanggan banyak yang balik lagi, bahkan bertambah banyak. Itu semua saya lakukan karena memang tak ingin kehilangan pelanggan,” sebut si pengusaha.
Konsultan itu tersenyum. ”Masalah Bapak sebenarnya sudah terselesaikan.” Si pengusaha kebingungan. ”Selesai bagaimana? Perusahaan itu terus jadi ancaman bagi perusahaan saya!” Dengan bijak konsultan itu menjawab, ”Dari jawaban Bapak terhadap tiga pertanyaan saya tadi, terlihat bahwa Bapak sebenarnya sudah punya cara sendiri untuk melawan persaingan yang terjadi. Bapak tidak sadar sudah melakukan upaya menjadi lebih baik karena datangnya pesaing.
Tanpa sadar, Bapak sudah meninggalkan zona nyaman. Jika sebelumnya tak ada pesaing, kini datangnya pesaing membuat Bapak jadi berjuang lebih keras, melayani lebih baik, dan menghadirkan inovasi lebih beragam,” ujarnya. Konsultan itu melanjutkan, ”Jawaban terakhir Bapak soal pelanggan yang mau kembali lagi karena sudah ada banyak perbaikan, itu adalah solusi paling jitu yang Bapak sudah buktikan sendiri.
Jadi saya melihat, hadirnya pesaing malah membuat usaha Bapak lebih maju, bukan?” Si pengusaha termangu. Dia baru sadar, ternyata dia sudah melakukan banyak hal yang membuat usahanya jadi lebih baik, gara-gara hadirnya pesaing. Sejak saat itu, dia berjanji akan terus menjaga kualitas usahanya.
The Cup of Wisdom
Sering kali kita memang merasa kurang nyaman ketika sukses terganggu akibat hadirnya pesaing. Kita juga merasa terganggu ketika zona nyaman kita di kantor terusik karena hadirnya orang yang dianggap berpotensi jadi pesaing kuat untuk meraih kenaikan jabatan.
Tak jarang juga kita jadi iri saat melihat orang yang dulunya biasabiasa saja, tapi saat ini memiliki ini dan itu. Jika kita diam saja dengan semua keadaan itu, memilih untuk sekadar menggerutu, atau bahkan bertindak negatif dengan mencoba menjegal pesaing, hampir bisa dipastikan kita malah akan terjerumus pada kegagalan. Sebab, saat kita sibuk memikirkan pesaing, usaha kita malah jadi berpindah fokus. Yang tadinya sibuk untuk membuat produk terbaik, jadi berpikir menjatuhkan pesaing. Yang tadinya sibuk memajukan karier, jadi sibuk mengalahkan orang dengan berbagai cara. Hasilnya, kerja jadi berantakan, usaha jadi penuh intrik tak berkesudahan.
Padahal, jika mau berpikir lebih jernih, hadirnya pesaing adalah batu loncatan bagi kita untuk jadi lebih baik. Kita jadi tahu mana yang harus diperbaiki karena tahu pesaing kita sudah melakukan ini dan itu. Di sinilah pentingnya kehadiran kompetitor, atau ”musuh”. Mereka hadir sebenarnya bukan untuk mengalahkan kita, tapi justru membangkitkan kita untuk jadi lebih baik, lebih sadar untuk melakukan evaluasi, dan jadi lebih maksimal dalam bekerja.
Mari, jadikan ”musuh” sebagai bagian dari upaya pengembangan diri. Dengan begitu, setiap hari kita akan selalu penuh dengan perbaikan dan inovasi. Salam sukses luar biasa!
Hingga suatu kali datanglah perusahaan lain. Pendatang baru itu langsung membuat sejumlah gebrakan dari diskon hingga produk yang lebih baru agar penduduk kota lebih memilih perusahaan itu dibanding perusahaan lama. Pemilik perusahaan yang sudah lebih lama pun merasakan iklim persaingan yang ketat. Ia tak tinggal diam.
Berbagai inovasi dibuatnya. Kualitas barang ditingkatkan, pilihan barang dibuat makin beragam. Intinya, hampir setiap kali perusahaan baru membuat satu promosi produk, perusahaan lama pun segera bereaksi membuat hal lain. Karena persaingan makin sengit, sang pemilik perusahaan lama pun mencoba mencari jalan untuk memenangi persaingan. Ia mendatangkan seorang ahli manajemen.
”Saya pokoknya ingin perusahaan baru itu kalah dan angkat kaki dari sini!” Si pemilik perusahaan lama berseru kepada konsultan tersebut. ”Baiklah, saya akan bantu Bapak. Tapi, sebelum saya bertindak lebih jauh, saya ada beberapa pertanyaan untuk Bapak,” sebut sang konsultan. ”Apa pertanyaan itu?” Jawab si pengusaha tak sabar.
”Begini. Pertama, yang perlu saya ketahui apakah sebelum perusahaan itu datang Bapak pernah mendapat keluhan dari pelanggan dan bagaimana jika dibandingkan dengan saat setelah perusahaan itu datang? Kedua, jika dibandingkan saat perusahaan itu belum datang dan saat ini bagaimana tingkat inovasi promosi di tempat Bapak dalam melayani pelanggan? Ketiga, apakah pelanggan Bapak cenderung berkurang selama ini?” Mendapat pertanyaan itu, si pengusaha berpikir sesaat.
”Saat sebelum perusahaan itu datang, yang mengeluh memang cukup banyak, tapi karena tak ada pilihan lain, mengeluh atau tidak, penduduk di sini tetap datang kembali. Begitu perusahaan tersebut datang, mau tidak mau saya melayani keluhan dengan lebih baik. Kedua, soal inovasi promosi. Sebelumnya saya jarang promosi.
Begitu perusahaan itu datang, mau tidak mau saya harus melakukan yang lebih untuk tetap mempertahankan pelanggan.” ”Ketiga, pelanggan saya di awal perusahaan itu jadi sempat berkurang. Tapi, karena saya juga melakukan hal yang sama dan bahkan lebih baik akhirnya pelanggan banyak yang balik lagi, bahkan bertambah banyak. Itu semua saya lakukan karena memang tak ingin kehilangan pelanggan,” sebut si pengusaha.
Konsultan itu tersenyum. ”Masalah Bapak sebenarnya sudah terselesaikan.” Si pengusaha kebingungan. ”Selesai bagaimana? Perusahaan itu terus jadi ancaman bagi perusahaan saya!” Dengan bijak konsultan itu menjawab, ”Dari jawaban Bapak terhadap tiga pertanyaan saya tadi, terlihat bahwa Bapak sebenarnya sudah punya cara sendiri untuk melawan persaingan yang terjadi. Bapak tidak sadar sudah melakukan upaya menjadi lebih baik karena datangnya pesaing.
Tanpa sadar, Bapak sudah meninggalkan zona nyaman. Jika sebelumnya tak ada pesaing, kini datangnya pesaing membuat Bapak jadi berjuang lebih keras, melayani lebih baik, dan menghadirkan inovasi lebih beragam,” ujarnya. Konsultan itu melanjutkan, ”Jawaban terakhir Bapak soal pelanggan yang mau kembali lagi karena sudah ada banyak perbaikan, itu adalah solusi paling jitu yang Bapak sudah buktikan sendiri.
Jadi saya melihat, hadirnya pesaing malah membuat usaha Bapak lebih maju, bukan?” Si pengusaha termangu. Dia baru sadar, ternyata dia sudah melakukan banyak hal yang membuat usahanya jadi lebih baik, gara-gara hadirnya pesaing. Sejak saat itu, dia berjanji akan terus menjaga kualitas usahanya.
The Cup of Wisdom
Sering kali kita memang merasa kurang nyaman ketika sukses terganggu akibat hadirnya pesaing. Kita juga merasa terganggu ketika zona nyaman kita di kantor terusik karena hadirnya orang yang dianggap berpotensi jadi pesaing kuat untuk meraih kenaikan jabatan.
Tak jarang juga kita jadi iri saat melihat orang yang dulunya biasabiasa saja, tapi saat ini memiliki ini dan itu. Jika kita diam saja dengan semua keadaan itu, memilih untuk sekadar menggerutu, atau bahkan bertindak negatif dengan mencoba menjegal pesaing, hampir bisa dipastikan kita malah akan terjerumus pada kegagalan. Sebab, saat kita sibuk memikirkan pesaing, usaha kita malah jadi berpindah fokus. Yang tadinya sibuk untuk membuat produk terbaik, jadi berpikir menjatuhkan pesaing. Yang tadinya sibuk memajukan karier, jadi sibuk mengalahkan orang dengan berbagai cara. Hasilnya, kerja jadi berantakan, usaha jadi penuh intrik tak berkesudahan.
Padahal, jika mau berpikir lebih jernih, hadirnya pesaing adalah batu loncatan bagi kita untuk jadi lebih baik. Kita jadi tahu mana yang harus diperbaiki karena tahu pesaing kita sudah melakukan ini dan itu. Di sinilah pentingnya kehadiran kompetitor, atau ”musuh”. Mereka hadir sebenarnya bukan untuk mengalahkan kita, tapi justru membangkitkan kita untuk jadi lebih baik, lebih sadar untuk melakukan evaluasi, dan jadi lebih maksimal dalam bekerja.
Mari, jadikan ”musuh” sebagai bagian dari upaya pengembangan diri. Dengan begitu, setiap hari kita akan selalu penuh dengan perbaikan dan inovasi. Salam sukses luar biasa!
(ars)