Tekor Menalangi Penjualan Minyak Goreng, Pengusaha Ritel Tagih Utang BPDPKS Rp344 Miliar

Rabu, 15 Februari 2023 - 11:24 WIB
Pengusaha Ritel menagih pencairan uang selisih rafaksi (pengurangan) minyak goreng kemasan satu harga Rp14.000 per liter. Foto/Dok
JAKARTA - Pengusaha Ritel menagih pencairan uang selisih rafaksi (pengurangan) minyak goreng satu harga oleh pemerintah. Padahal ungkap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), sudah sejak 19 Januari 2022 peritel sudah menaati arahan pemerintah untuk menjual minyak goreng kemasan seharga Rp14.000 per liter.



Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey mengungkapkan, mengatakan total utang yang belum dibayar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencapai Rp344 miliar kepada 31 perusahaan retail.



"Pihak BPDPKS sudah siap membayar dan dana telah tersedia. Namun pencairan belum dapat dilakukan karena masih menunggu verifikasi lembaga survei dan mendapat rekomendasi dari Kemendag (Kementerian Perdagangan)," kata Roy dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di DPR RI, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Menilik ke belakang, dimulai pada 19 Januari 2022 yang lalu seluruh peritel Indonesia kompak diminta pemerintah agar menjual minyak goreng kemasan premium dan sederhana seharga Rp 14.000 per liter sesuai Permendag nomor 3 tahun 2022.



Padahal kata Roy, pada saat itu seluruh peritel membeli minyak goreng kemasannya di atas harga jual Rp14.000 per liter. Artinya kala itu peritel rugi sementara sampai mendapatkan ganti selisih dari pemerintah.

"Waktu itu pemerintah sudah menjamin dari Permendag satu dan tiga akan dibayarkan lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk selisih disparitas harga beli kita dan harga jual yang harus Rp14.000. Tapi sampai hari ini kita belum selesai," ucap Roy.

Selain itu Roy juga mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima, pemerintah telah menunjuk Sucofindo sebagai verifikator, meski demikian tetap tidak ada kejelasan.

"Kami dapat kabar dari Plt Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag sudah tidak di Sucofindo tapi di BPKP. Lho, di BPKP ini tidak terkait dengan dana APBN?," tuturnya.

Roy mengaku, hingga saat ini pun utang tersebut masih menggantung dan belum mendapatkan penjelasan. Menurutnya komitmen pemerintah kepada peritel itu salah satu bentuk upaya membantu peritel agar dapat eksis. Namun terang dia, kini bagaimana bisa eksis apabila dana yang seharusnya bisa untuk pengembangan ritel saja masih tersendat di BPDPKS.
(akr)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More