Air Products Mundur dari Proyek DME, Menteri ESDM: di AS Lebih Menarik
Jum'at, 17 Maret 2023 - 21:39 WIB
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan alasan hengkangnya perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemicals , Inc dari proyek gasifikasi atau hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Keputusan Air Products mundur dari proyek itu lantaran pengembangan bisnis di AS lebih menarik daripada di Indonesia. "Air Products kemarin karena dia itu merasa di Amerika lebih menarik bisnisnya, dia ke sana," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Alasan lainnya yaitu karena pemerintah AS juga mempunyai penawaran menarik berupa pemberian subsidi utamanya untuk pengembangan proyek energi baru terbarukan (EBT). "Di Amerika itu dengan adanya subsidi untuk EBT jadi ada proyek yang lebih menarik ke sana untuk hidrogen karena Amerika lagi mendorong untuk pemakaian itu," tuturnya.
Perlu diketahui, AS memang telah menerbitkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi 2022 (Inflation Reduction Act/IRA), yang salah satunya mengatur pemberian insentif untuk investasi energi bersih di dalam negeri. "Pokoknya insentif lebih dari yang lain lah, kan ada inflation reduction act itu yang menyebabkan investor banyak lari ke sana," imbuhnya.
Sebagai informasi, Air Products and Chemicals, Inc tidak hanya keluar dari proyek kerja sama dengan PT Bukit Asam (PTBA) dan Pertamina terkait gasifikasi batu bara menjadi DME. Namun juga memutuskan hengkang dari proyek batu bara di Indonesia lainnya yaitu proyek gasifikasi batu bara menjadi etanol dengan perusahaan Bakrie Grup, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.
Kendati demikian, Arifin memastikan bahwa proyek hilirisasi batu bara menjadi DME akan tetap berjalan. Adapun DME sendiri merupakan salah satu jenis alternatif bahan bakar pengganti LPG. "DME tetap harus jalan dong, entah proyek DME yang mana, pokoknya harus jalan," tegasnya.
Keputusan Air Products mundur dari proyek itu lantaran pengembangan bisnis di AS lebih menarik daripada di Indonesia. "Air Products kemarin karena dia itu merasa di Amerika lebih menarik bisnisnya, dia ke sana," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Alasan lainnya yaitu karena pemerintah AS juga mempunyai penawaran menarik berupa pemberian subsidi utamanya untuk pengembangan proyek energi baru terbarukan (EBT). "Di Amerika itu dengan adanya subsidi untuk EBT jadi ada proyek yang lebih menarik ke sana untuk hidrogen karena Amerika lagi mendorong untuk pemakaian itu," tuturnya.
Perlu diketahui, AS memang telah menerbitkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi 2022 (Inflation Reduction Act/IRA), yang salah satunya mengatur pemberian insentif untuk investasi energi bersih di dalam negeri. "Pokoknya insentif lebih dari yang lain lah, kan ada inflation reduction act itu yang menyebabkan investor banyak lari ke sana," imbuhnya.
Sebagai informasi, Air Products and Chemicals, Inc tidak hanya keluar dari proyek kerja sama dengan PT Bukit Asam (PTBA) dan Pertamina terkait gasifikasi batu bara menjadi DME. Namun juga memutuskan hengkang dari proyek batu bara di Indonesia lainnya yaitu proyek gasifikasi batu bara menjadi etanol dengan perusahaan Bakrie Grup, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.
Kendati demikian, Arifin memastikan bahwa proyek hilirisasi batu bara menjadi DME akan tetap berjalan. Adapun DME sendiri merupakan salah satu jenis alternatif bahan bakar pengganti LPG. "DME tetap harus jalan dong, entah proyek DME yang mana, pokoknya harus jalan," tegasnya.
(nng)
tulis komentar anda