Waduh, Harga Gas Murah Belum Dinikmati Industri Oleokimia
Kamis, 23 Juli 2020 - 20:02 WIB
JAKARTA - Pemerintah diminta mengawasi implementasi Keputusan Menteri ESDM No. 89 K/10/MEM/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu Di Bidang Industri yang mulai diberlakukan semenjak 13 April 2020.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat mengatakan, aturan ini dinilai masih berjalan setengah hati di lapangan sehingga tidak semua industri dapat menikmati regulasi ini.
Rapolo mempertanyakan belum terealisasinya pelaksanaan harga gas sesuai Kepmen ESDM Nomor 89/2020. Dari delapan anggota yang tercantum di dalam lampiran Kepmen tersebut, faktanya baru satu anggota Apolin yang menerima harga gas sesuai aturan tersebut.
“Memasuki bulan keempat setelah terbitnya Kepmen ESDM Nomor 89/2020, Apolin mempertanyakan kesungguhan para pihak yang menghasilkan (sektor hulu), menyalurkan (sektor hilir), dan yang mengatur harga gas industri tersebut (pemerintah),” ujarnya di Jakarta, Kamis (23/7/2020). (Baca juga: Terimbas Pandemi, Industri Hulu Migas Ajukan 8 Insentif )
Sebagai infomasi, Kepmen ESDM Nomor 89/2020 merupakan turunan dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan Permen ESDM No. 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu Di Bidang Industri.
Peraturan Menteri ini merujuk Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi yang lahir dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 3 untuk melengkapi paket ekonomi jilid 1 dan 2 yang diluncurkan pemerintah. Salah satu amanah dari paket ekonomi jilid 3 ini adalah penurunan harga Listrik, BBM dan gas.
Dijelaskan Rapolo bahwa Apolin sangat berkepentingan terhadap penurunan harga gas tersebut karena komponen gas ini sangat diperlukan sebagai bahan baku penolong dalam dua jalur.
"Jalur pertama adalah produk fatty acid, komponen gas ini diperlukan 20%-23%. Sedangkan, jalur kedua adalah produk fatty alcohol, komponen gas dibutuhkan 40%-43%," katanya.
Apolin berharap harga gas USD6 per mmbtu dapat dinikmati semua anggota Apolin. Maka, biaya produksi dapat dihemat rerata Rp0,8 triliun – Rp1,2 triliun per tahun. (Baca juga: Tanpa Zat Kimia, Ilmuwan Temukan Cara Mengontrol Populasi Nyamuk )
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat mengatakan, aturan ini dinilai masih berjalan setengah hati di lapangan sehingga tidak semua industri dapat menikmati regulasi ini.
Rapolo mempertanyakan belum terealisasinya pelaksanaan harga gas sesuai Kepmen ESDM Nomor 89/2020. Dari delapan anggota yang tercantum di dalam lampiran Kepmen tersebut, faktanya baru satu anggota Apolin yang menerima harga gas sesuai aturan tersebut.
“Memasuki bulan keempat setelah terbitnya Kepmen ESDM Nomor 89/2020, Apolin mempertanyakan kesungguhan para pihak yang menghasilkan (sektor hulu), menyalurkan (sektor hilir), dan yang mengatur harga gas industri tersebut (pemerintah),” ujarnya di Jakarta, Kamis (23/7/2020). (Baca juga: Terimbas Pandemi, Industri Hulu Migas Ajukan 8 Insentif )
Sebagai infomasi, Kepmen ESDM Nomor 89/2020 merupakan turunan dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan Permen ESDM No. 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu Di Bidang Industri.
Peraturan Menteri ini merujuk Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi yang lahir dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 3 untuk melengkapi paket ekonomi jilid 1 dan 2 yang diluncurkan pemerintah. Salah satu amanah dari paket ekonomi jilid 3 ini adalah penurunan harga Listrik, BBM dan gas.
Dijelaskan Rapolo bahwa Apolin sangat berkepentingan terhadap penurunan harga gas tersebut karena komponen gas ini sangat diperlukan sebagai bahan baku penolong dalam dua jalur.
"Jalur pertama adalah produk fatty acid, komponen gas ini diperlukan 20%-23%. Sedangkan, jalur kedua adalah produk fatty alcohol, komponen gas dibutuhkan 40%-43%," katanya.
Apolin berharap harga gas USD6 per mmbtu dapat dinikmati semua anggota Apolin. Maka, biaya produksi dapat dihemat rerata Rp0,8 triliun – Rp1,2 triliun per tahun. (Baca juga: Tanpa Zat Kimia, Ilmuwan Temukan Cara Mengontrol Populasi Nyamuk )
tulis komentar anda