Berkat Sawit, Ekonomi Rakyat di 317 Kabupaten Terangkat
Selasa, 08 Agustus 2023 - 15:57 WIB
JAKARTA - Komoditas kelapa sawit diakui menjadi berkah bagi perekonomian Indonesia. Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mencatat, tak kurang dari 317 kabupaten di Indonesia bisa meningkatkan ekonomi rakyatnya berkat komoditas ini.
"Terlebih ada (aturan) dana bagi hasil (DBH) sawit yang sekarang sudah terbit melalui PP 38 tahun 2023, dimana di situ ada sekitar 317 kabupaten yang akan mendapatkan DBH, selain nanti juga ada daerah-daerah perbatasan dan yang lain," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud dalam Seminar Nasional "Sawit Memerdekakan Rakyat Indonesia dari Kemiskinan" di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Musdhalifah mengatakan, DBH sawit dibagi untuk daerah perbatasan sekitar 20%, provinsi sebesar 20%, dan 60% untuk kabupaten penghasil. Tak heran jika manfaatnya amat dirasakan oleh daerah. Salah satunya, menekan angka kemiskinan berkat gelait ekonomi yang timbul dari industri kelapa sawit.
"Bayangkan, dari sekitar 580 kabupaten se-Indonesia, ada sekitar 317 kabupaten yang bergantung dari kelapa sawit, 60% jumlahnya. Jadi kita perlu bangga dan jaga betul ini karena ekonominya bergantung pada kelapa sawit," ucap Musdhalifah.
Menurut Mushalifah, kabupaten-kabupaten yang perekonomiannya tergantung pada kelapa sawit, memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi daripada daerah yang ekonominya tergantung pada komoditas lainnya. Karena itu, Musdhalifah mengingatkan agar daerah yang ekonominya mapan berkat kelapa sawit tidak diganggu dengan isu bahwa pengembangan komoditas itu merusak ekosistem.
Menurut dia, perkebunan sawit merupakan ekosistem baru menggantikan ekosistem lama yang ada sebelumnya. Namun, hal itu tak berarti pengembangan kelapa sawit di satu daerah merusak ekosistem yang ada. Semua pihak, kata dia, perlu beradaptasi dengan ekosistem baru ini.
"Contohnya negara-negara yang tidak punya hutan, tapi kan ekosistemnya tidak disebut rusak. Kenapa yang ada sawit malah dibilang rusak. Itu negara-negara yang tidak punya tanaman dan banyak industri, kita klaim dia ekosistemnya rusak nggak? kan enggak. Negara kita saja yang terus diklaim merusak, apa kita suka? Kita tidak mau ada hal-hal yang mengganggu ekonomi kita," tandasnya.
"Terlebih ada (aturan) dana bagi hasil (DBH) sawit yang sekarang sudah terbit melalui PP 38 tahun 2023, dimana di situ ada sekitar 317 kabupaten yang akan mendapatkan DBH, selain nanti juga ada daerah-daerah perbatasan dan yang lain," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud dalam Seminar Nasional "Sawit Memerdekakan Rakyat Indonesia dari Kemiskinan" di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Baca Juga
Musdhalifah mengatakan, DBH sawit dibagi untuk daerah perbatasan sekitar 20%, provinsi sebesar 20%, dan 60% untuk kabupaten penghasil. Tak heran jika manfaatnya amat dirasakan oleh daerah. Salah satunya, menekan angka kemiskinan berkat gelait ekonomi yang timbul dari industri kelapa sawit.
"Bayangkan, dari sekitar 580 kabupaten se-Indonesia, ada sekitar 317 kabupaten yang bergantung dari kelapa sawit, 60% jumlahnya. Jadi kita perlu bangga dan jaga betul ini karena ekonominya bergantung pada kelapa sawit," ucap Musdhalifah.
Menurut Mushalifah, kabupaten-kabupaten yang perekonomiannya tergantung pada kelapa sawit, memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi daripada daerah yang ekonominya tergantung pada komoditas lainnya. Karena itu, Musdhalifah mengingatkan agar daerah yang ekonominya mapan berkat kelapa sawit tidak diganggu dengan isu bahwa pengembangan komoditas itu merusak ekosistem.
Menurut dia, perkebunan sawit merupakan ekosistem baru menggantikan ekosistem lama yang ada sebelumnya. Namun, hal itu tak berarti pengembangan kelapa sawit di satu daerah merusak ekosistem yang ada. Semua pihak, kata dia, perlu beradaptasi dengan ekosistem baru ini.
"Contohnya negara-negara yang tidak punya hutan, tapi kan ekosistemnya tidak disebut rusak. Kenapa yang ada sawit malah dibilang rusak. Itu negara-negara yang tidak punya tanaman dan banyak industri, kita klaim dia ekosistemnya rusak nggak? kan enggak. Negara kita saja yang terus diklaim merusak, apa kita suka? Kita tidak mau ada hal-hal yang mengganggu ekonomi kita," tandasnya.
(fjo)
tulis komentar anda