BPR Bermodal Cekak Bisa Gandeng Tekfin untuk Digitalisasi
Kamis, 30 Juli 2020 - 16:22 WIB
JAKARTA - Penerapan transformasi industri 4.0 membuat bank perkreditan rakyat (BPR) terus melakukan perkembangan transaksi digital. Penerapan digitalisasi kemungkinan hanya baru bisa dilakukan pada BPR BUKU III (bermodal inti di atas Rp 50 miliar). Sedangkan pada BPR BUKU I dan II belum bisa melakukan digitalisasi dikarenakan modal anggaran yang tidak mencukupi.
Meski demikian dengan bekerja sama dengan layanan teknologi finansial (tekfin), membuat BPR yang masih di BUKU I dan II ini tidak perlu mengeluarkan anggaran yang banyak untuk mulai mengimplementasikan digital transaksi atau sistem pembayaran nontunai (cashless).
"Solusinya berkoloborasi. Itu penting jadi enggak ada keluar capex, jadi enggak menekan dari sisi permodalan. Tidak menutup kemugkinan kolaborasi dengan tekfin bisa mmenguntungkan kita dan masyarakata. Kita selalu welcome dan melakukan pembicaraan kolaborasi dengan tekfin karena jadi lebih efisien," ujar Joko dalam diskusi bersama IDX Channel, Jakarta, Kamis (30/7/2020). ( Baca juga:Penjahat Digital Kian Brutal, Bisa Tembus Rekening Nasabah )
Dia melanjutkan, dalam evolusi digital yang naik mengubah cara pandang dalam melakukan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia, seperti penggunaan e-commerce yang masif dan telah melahirkan model-model bisnis baru. Di antaranya berupa layanan peer-to-peer lending dan sharing economy.
Melihat kenyataan tersebut, industri BPR harus melakukan inovasi dan adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang ada.
"Secara prinsip BPR di Indonesia menerapkan industri 4.0 adalah sebuah keharusan pelayanan publik. Industri BPR ini sangat dinamis dan menyesuaikan era digital dan menyesuaikan demand market kepada masyarakat dan industri perbankan," jelasnya.
Dia menambahkan revolusi digital adalah melakukan strategic partnership dan kolaborasi. Tentunya dengan model bisnis yang saling melengkapi, menguntungkan dan mendorong tumbuh bersama. Sehingga dampak akhirnya, masyarakat yang dilayani lebih mudah, cepat dan aman.
"Kita ingin membantu Indonesia agar bisa menjadi negara yang menerapkan digitalisasinya tertinggi di ASEAN pada tahun 2025," tandasnya.
Meski demikian dengan bekerja sama dengan layanan teknologi finansial (tekfin), membuat BPR yang masih di BUKU I dan II ini tidak perlu mengeluarkan anggaran yang banyak untuk mulai mengimplementasikan digital transaksi atau sistem pembayaran nontunai (cashless).
"Solusinya berkoloborasi. Itu penting jadi enggak ada keluar capex, jadi enggak menekan dari sisi permodalan. Tidak menutup kemugkinan kolaborasi dengan tekfin bisa mmenguntungkan kita dan masyarakata. Kita selalu welcome dan melakukan pembicaraan kolaborasi dengan tekfin karena jadi lebih efisien," ujar Joko dalam diskusi bersama IDX Channel, Jakarta, Kamis (30/7/2020). ( Baca juga:Penjahat Digital Kian Brutal, Bisa Tembus Rekening Nasabah )
Dia melanjutkan, dalam evolusi digital yang naik mengubah cara pandang dalam melakukan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia, seperti penggunaan e-commerce yang masif dan telah melahirkan model-model bisnis baru. Di antaranya berupa layanan peer-to-peer lending dan sharing economy.
Melihat kenyataan tersebut, industri BPR harus melakukan inovasi dan adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang ada.
"Secara prinsip BPR di Indonesia menerapkan industri 4.0 adalah sebuah keharusan pelayanan publik. Industri BPR ini sangat dinamis dan menyesuaikan era digital dan menyesuaikan demand market kepada masyarakat dan industri perbankan," jelasnya.
Dia menambahkan revolusi digital adalah melakukan strategic partnership dan kolaborasi. Tentunya dengan model bisnis yang saling melengkapi, menguntungkan dan mendorong tumbuh bersama. Sehingga dampak akhirnya, masyarakat yang dilayani lebih mudah, cepat dan aman.
"Kita ingin membantu Indonesia agar bisa menjadi negara yang menerapkan digitalisasinya tertinggi di ASEAN pada tahun 2025," tandasnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda