Beri Izin Produk Tembakau Alternatif, Indonesia Perlu Kajian Ilmiah
Kamis, 30 Juli 2020 - 23:54 WIB
Shoim menjelaskan, produk tembakau yang dipanaskan memiliki kandungan zat-zat kimia berbahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Hal ini dikarenakan produk tembakau alternatif tidak dibakar, tapi dipanaskan.
Menurut Shoim, proses pemanasan tembakau tersebut tidak menghasilkan asap seperti rokok melainkan aerosol atau uap sehingga kandungan zat kimia berbahaya pada produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dalam kuantitas dan kadarnya dari rokok konvensional. Bagi perokok, asap dan TAR adalah komponen yang paling berbahaya.
Namun, Shoim menyatakan meskipun yang dihasilkan adalah uap, bukan berarti produk ini sepenuhnya bebas risiko. “Jadi tidak bisa disebutkan juga bahwa produk tembakau yang dipanaskan ini sama berbahayanya dengan rokok konvensional. Hal tersebut perlu dibuktikan dengan kajian ilmiah,” ujar Shoim.
Shoim juga mengapresiasi FDA karena telah mengeluarkan kebijakannya berdasarkan fakta ilmiah dengan sikap netral. “Seharusnya ilmu diposisikan secara netral. Fakta keilmuan harus diungkap baik jika itu bermanfaat maupun tidak. Karena pada dasarnya suatu fakta keilmuan bisa tergantikan jika ada temuan baru seiring perkembangan ilmu pengetahuan,” pungkas Shoim.
Menurut Shoim, proses pemanasan tembakau tersebut tidak menghasilkan asap seperti rokok melainkan aerosol atau uap sehingga kandungan zat kimia berbahaya pada produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dalam kuantitas dan kadarnya dari rokok konvensional. Bagi perokok, asap dan TAR adalah komponen yang paling berbahaya.
Namun, Shoim menyatakan meskipun yang dihasilkan adalah uap, bukan berarti produk ini sepenuhnya bebas risiko. “Jadi tidak bisa disebutkan juga bahwa produk tembakau yang dipanaskan ini sama berbahayanya dengan rokok konvensional. Hal tersebut perlu dibuktikan dengan kajian ilmiah,” ujar Shoim.
Shoim juga mengapresiasi FDA karena telah mengeluarkan kebijakannya berdasarkan fakta ilmiah dengan sikap netral. “Seharusnya ilmu diposisikan secara netral. Fakta keilmuan harus diungkap baik jika itu bermanfaat maupun tidak. Karena pada dasarnya suatu fakta keilmuan bisa tergantikan jika ada temuan baru seiring perkembangan ilmu pengetahuan,” pungkas Shoim.
(akr)
tulis komentar anda